7. Ungkapan

4 2 0
                                    

Kejujuranku yang tak pernah kau ketahui adalah aku mencintaimu tanpa henti.

*****

Selepas menyuruh Miska dan Adit pulang lebih dulu, Nisfi masih bungkam, begitupun Hasbi. Keduanya nampak masih berpikir hal apa yang harus dibicarakan. Sementara kakinya tak henti berjalan.

"Nis." Panggil hasbi. Ia tidak tahan dengan kecanggungan ini.

"Iya?"

"Mereka romantis ya." Ujar Hasbi membuat Nisfi mengernyitkan dahinya bingung.

"Mereka siapa?"

"Miska sama adit. Kapan gue gitu." Hasbi berangan angan.

Melihat keakraban antara Adit dan Miska semakin melekat. Membuatnya tanpa sadar berharap lebih seperti ini.

"Emang calonnya udah ada?"

"Ada, tapi gue nunggu waktu yang pas. Gue sekarang ngerasa kalo orang yang gue sayang juga sayang sama gue."

Hasbi berharap Nisfi peka akan perasaanya saat ini. Bahwa apa yang diucapkannya barusan adalah tentang Nisfi. Gadis imut yang sedang berjalan bersamanya berdampingan.

"Gue kira lo suka gue. Tapi ga mungkin lah ya, kecebong kaya gue ga pantes sama bintang sekolah kayak lo." Nisfi menghembuskan nafasnya pelan, tersenyum samar. Entah keberanian dari mana dia berkata demikian.

Ternyata dia telah salah mengartikan perhatian Hasbi selama ini. Ia terlalu baper atas apa yang dilakukan cowok itu akhir-akhir ini.

Makanya liburan, biar gak baperan.

"Kayaknya lo salah paham deh." Hasbi menghentikan langkahnya.

Keduanya sama-sama terdiam. Menelaah lebih jauh apa maksud dari kalimat Hasbi barusan. Hingga hujan turun secara tiba tiba. Membuat Hasbi dan Nisfi kebasahan di trotoar jalan. Mereka refleks berlari untuk berteduh di halte yang lumayan sepi.

"Gue ngomong tadi tuh ke lo Nis." Suara Hasbi tak kalah dengan suara hujan.

Nisfi diam. Mencerna setiap kata-kata Hasbi. Nisfi menatap Hasbi. Bukannya memikirkan jawaban untuk cowok itu, ia malah mengukur tingkat kegantengan Hasbi bertambah ketika rambutnya sudah basah terkena air hujan. Maafkan hamba-Mu ini Ya Allah.

"Gue gak ngerti, beneran." Dengan segera Nisfi mengalihkan tatapannya. Berpura-pura menepuk bajunya yang kebasahan barusan.

"Cara pdkt gue emang beda sama Adit. Dia terang terangan ngulek informasi Miska. Tapi gue ngga. Gue ngechelenge diri gue sendiri buat dapetin lo yang judes, nakal, tapi cantik."

"Lo nyebelin." Nisfi tersenyum.

"Gue lanjut ya?"

"Iya."

"Gue suka sekaligus sayang sama lo." Ungkap Hasbi tidak segan-segan.

Nisfi terdiam sejenak, "rasa suka bisa hilang kapan saja kan?" Dengan beraninya gadis itu menatap Hasbi yang juga sedang menatapnya. Mata hitam elangnya memberikan kesan tegas bagi Nisfi.

"Tapi rasa sayangnya ngga kan?"

Nisfi kembali diam. Otaknya masih berfikir antara ekspetasi dan realita. Apakah ini sebuah khayalan ataukah hanya prank yang sering teman-temannya lakukan.

"Dengerin ini baik baik, gue gaakan ngulang lagi." Hasbi menarik nafasnya. "Aku mencintai Nisfi Syavinia lebih dari miliyaran air hujan yang jatuh ke bumi."

Nisfi benar benar terkejut. Cara Hasbi yang secepat ini membuatnya bingung. Ia harus memastikan perasaannya terhadap Hasbi. Apakah ia benar-benar mencintainya atau hanya rasa obsesi belaka.

"Gue ga minta lo jawab sekarang kok. Karena ini kejujuran gue." Hasbi menepuk pundak Nisfi.

"Kejujuranku yang tak pernah kau ketahui adalah aku mencintaimu tanpa henti."

Setelah itu keduanya sama sama diam. Tidak ada lagi yang memulai perbincangan. Kesan canggung yang Hasbi ciptakan membuat keberanian Nisfi untuk memulai percakapan pun menciut. Ia lebih memilih diam saja.

Setelah hujan mereda, mereka berdua bergegas untuk pulang. Tapi tidak ada satupun angkot yang lewat ke daerah sana.

Kebetulan ada pedagang cuanki yang memarkirkan motonya disana. Hasbi berinisiatif meminjam motor pedagang cuanki itu untuk mengantarkan Nisfi pulang.

Meskipun awalnya menolak, namun berkat hebatnya Nisfi membujuk barulah pedagang itu menyetujuinya. Walaupun harus merelakan kartu pelajar Hasbi di berikan padanya sebagai jaminan.

Setelah mendapat izin, Hasbi langsung mengantarkan gadis itu pulang. Karena hari juga sudah semakin sore.

"Gue bahagia banget hari ini." Nisfi berteriak di atas motor. Tidak memperdulikan tatapan dari orang-orang yang mereka lewati barusan.

"Harus. Apalagi yang bikin bahagianya gue." Nisfi mencubit pinggang Hasbi membuat cowok itu mengaduh kesakitan.

Mereka tertawa bersama. Menikmati indahnya waktu kersamaan saat ini. Nisfi berharap jalan menuju rumahnya tetap menjauh. Karena ia masih ingin menghasbikan waktunya bersama Hasbi. Cowok yang ia juga sayangi. Waktu dan perasaan kadang tidak bisa menjamin bahwa momen bahagia seperti ini akan datang lagi esok hari.

Bahagia itu diciptakan, meskipun tidak oleh uang. Nisfi bermonolog dalam batinnya.

*****

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang