18. Ngga Ikutan

459 73 22
                                    

Serial HAMASSAAD season 8 – 18. Ngga Ikutan

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2019, 22 Mei

Note: Info for typo(s) are LOVE 💕

-::-

"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri."

[ S. An Nisa' (4) : 79 ]

-::-

Di pertengahan bulan Ramadhan kali ini, hari Rabu para mahasiswa tidak berangkat ke kampus mereka. Padahal ini bukan tanggal merah, juga bukan hari pemilihan umum seperti beberapa hari lalu ketika Jakarta terasa lengang karena sebagian besar pemuda yang menuntut ilmu di kampus tersebut memilih pulang ke kota tempat kartu identitas mereka dibuat. Demi apa? Demi mengikuti pesta demokrasi dalam usaha untuk mendapatkan pemimpin negara mereka selama lima tahun ke depan.

Iya, demi mendapatkan Pemimpin baru yang mereka harap berpihak pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan penguasa tanpa tanggung jawab.

Dan hari ini, mereka tidak kuliah sebab semalam pihak kampus mengumumkan lewat grup-grup sosial media yang ada bahwa kegiatan belajar-mengajar diliburkan pada dua hari ke depan.

Ini begitu dadakan, tapi keputusan diambil untuk menghindarkan para mahasiswa dari kegiatan yang akan digelar oleh beberapa orang dalam aksi mereka.

"Andreas nanya nih, gue ikutan aksi demo apa kaga," kata suara Hamas selagi kepalanya bertumpu pada bantal tebal di atas sofa. Kaki Hamas bergerak, menyilang seraya kepalanya menoleh, mendapati Saad tengah tertidur di sofa satunya lagi.

"Halah, cuekin aja!" kata Fajar dengan mata terpejam. Asik rebahan di atas karpet tebal warna hijau.

Hamas memang tengah bersantai bersama Fajar, Saad, Bima, dan Shiddiq... di rumah Ben.

Hari ini Ben menyarankan agar menghabiskan waktu di rumah dia aja daripada gabut kan, ngga ada jadwal kajian atau kegiatan lain. Karena ini juga dadakan liburnya. Ben juga bilang, nanti sore buka puasa di rumahnya aja, biar mamanya lihat bahwa teman-temannya ini orang baik yang taat pada agama, bukan orang-orang yang kerjaannya ngebom bunuh diri.

Fajar sama Shiddiq sih yang setuju paling awal. Yang lain oke-oke aja. Apalagi Hamas, langsung ngikut karena Saad bilang dia mau gabung. Receh.

"Tapi gue juga heran sih," kata Ben, menutup buku bacaannya, "kenapa kita ngga ikutan turun? Kayak waktu Aksi Bela Islam waktu itu..."

Sunggingan senyuman Saad tercetak kendati matanya masih dalam posisi tertutup. "Ya beda atuh, Ben," katanya. "Waktu itu kan Bela Islam. Sekarang, tujuannya naon?"

"Ya bela negara?" tanya Ben. "Kan kalian sendiri yang bilang, ini tentang maling suara?"

"Widih, bahasa lu, curut!" kata Hamas, ngeledek banget.

Pelan, Saad membuka matanya. Menikmati pemandangan langit-langit ruang tengah rumah Ben yang luas. Di sudut sana, dekat jendela, sayup-sayup terdengar suara Bima dan Shiddiq yang tilawah sejak mereka kembali dari masjid selepas shalat Zuhur.

"Iya sih, aing ge bingung lah! Kalau dipikir-pikir, kita mah kayak digoblok-goblokin, ya ngga? Kalau pemenangnya udah ditentuin, ngapain juga ada pemilu? Aya-aya wae lah jaman sekarang mah. POSENG!" keluh Fajar, mukanya terlihat sewot.

"Lah iyak," timpal Hamas. "Sampe banyak korban kan tuh, ngapain diadain pemilu. Buang waktu."

"Itu dia," kata Saad, kembali bersuara. "Betapa lucunya negeri ini."

[✓] HAMASSAAD Syarhush ShadrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang