11 : tentang kelembutannya

124 12 1
                                    

Dinara Danuarta.

Sore hari gue hendak pergi menuju Supermarket untuk membeli beberapa kebetuhan Mama di dapur. Tapi secara tiba tiba, gue mendapat telfon dari Kak Daniel.

Dengan rasa penasaran, gue segera mengangkat telfon itu. Dan gue dapat mendengar suara hembusan nafas Kak Daniel yang seperti terengah engah.

"Hallo, Kak?"
"Hallo, La? Lo dimana sekarang?" Gue mengerutkan dahi bingung, lalu melihat ke arah sekitar, "gue di Supermarket, kenapa kak?"

Kak Daniel tidak langsung menjawab pertanyaan gue, dia seperti terdiam beberapa menit. Membuat gue kebingungan sekaligus penasaran, ada kepentingan apa Kak Daniel menghubungi gue.

"Jadi gini, Devaro pergi ke club. Kita udah berusaha nahan dia buat nggak pergi, tapi dia tetep susah di kasih tau." Gue menaikkan sebelah alis sambil mencerna setiap ucapan Kak Daniel.

"Dia bahkan nggak mau dengerin ucapan kakaknya, jadi gue minta tolong sama lo. Lo bisa nggak jemput Devaro di club? Suruh dia pulang, dia hampir setiap hari ke club, La. Dan kita semua khawatir sama kondisi dia." Gue menganggukkan kepala paham.

"Club nya dimana, Kak?" Gue mendengar Kak Daniel bergumam sebentar, "ummm lo tau Savari club nggak?" Gue membulatkan mata gue sempurna.

Club terelite di Jakarta, dan Kak Daniel meminta gue untuk menjemput Devaro disana? Gue tau bagaimana Savari club, penuh dengan perempuan nakal dan juga laki laki yang membutuhkan pemuas nafsu.

"Kak Daniel serius? Maksudnya Devaro beneran ada disana?" Gue sedikit ragu, sumpah. Karena terakhir kali gue ke Savari adalah pada saat menjemput Audi yang mabuk berat karena putus dari pacarnya.

Dan First Impression disaat gue baru sampai di dalam Savari club adalah, menjijikan. Mungkin bukan Savari saja, bisa jadi club lain lebih menjijikan dari itu.

"Gimana, La? Lo bisa bawa Devaro pulang kan?" Gue tersentak kaget, tersadar dari lamunan gue membayangkan bagaimana mengerikannya club itu.

"Ummm bisa, Kak..." mungkin ini adalah terakhir kalinya gue datang ke club, karena gue nggak akan pernah mau datang ke tempat menjijikan itu lagi.

"Makasih banyak ya, La. Karena lo mau bantuin gue, kalau misalkan gue yang bawa Devaro pulang. Dia pasti nolak." Gue paham, mungkin Devaro sangat tertekan sekarang sampai sampai dia memutuskan untuk pergi ke tempat itu.

"Sama sama, Kak." Setelah gue mengucapkan itu, Kak Daniel memutuskan sambungam telfonnya.

Gue sempat memijat pelipis gue pelan, sebenarnya datang ke club seorang diri itu bukanlah keputusan yang mudah.

Gue mungkin akan bertemu dengan banyak laki laki jelalatan yang membutuhkan seorang wanita untuk memuaskan nafsu mereka, karena itulah yang gue alami saat menolong Audi di club.

Mungkin club adalah tempat pertama yang sangat gue benci, selain orang orang nakal yang berada di sana, bau rokok dan juga dentuman musik keras yang dapat merusak gendang telinga gue membuat gue sangat tidak menyukai tempat itu.

Tapi kali ini dengan sangat terpaksa, gue harus kembali menginjakkan kaki ke tempat menjijikan itu. Mungkin ini terakhir kalinya, dan gue tidak akan pernah mau datang ke tempat itu lagi.

Gue segera berlari ke arah parkiran untuk mengambil mobil gue dan pergi menuju Savari club untuk membujuk Devaro pulang.

Karena jika bukan gue, siapa lagi yang mau membujuk Devaro? Bahkan kakak dan juga sahabatnya sudah kewalahan membujuk Devaro yang tetap mempertahankan egonya.

Destiny or CoincidenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang