Ini hariku dan mereka yang ditinggalkan.
...
Hari itu, kamu memutuskan untuk mengakhiri kata aku adalah kamu, kamu adalah aku. Menghentikanku sebagai pemasok kebahagiaanmu. Mengusirku dari kehidupanmu yang segalanya bukan lagi tentangku.
Aku memilih untuk meninggalkan kota dengan segala kenangannya. Tak terkecuali kamu, yang telah bahagia bersamanya.
Perjalanan kunikmati tanpa mengingat sedikitpun rasa sakit hati. Tanpa memikirkan jiwa yang telah digerogoti. Tetap berjalan menyusuri setapak tanpa henti.
Terkadang dalam langkah aku harus dihadang kenangan. Tentangmu yang kini padaku diam membisu. Memberi jarak beribu-ribu kilometer jauh.
Dibawah beringin aku bernostalgia. Saat dulu di dekatmu jantungku berdegub hebat. Saat dulu ponselku penuh notif pesan singkat. Saat dulu bertemu adalah obat rindu yang mujarab.
Hembusan angin menyadarkanku dari lamunan. Kaburkan kamu yang selalu muncul tanpa pemberitahuan. Membawa segumpal kenangan yang tak pernah lagi diceritakan.
Bersama yang kuingin, ternyata kamu hanya ingin main-main. Aku tulus, ternyata kamu hanya mencari fulus. Aku menerimamu apa adanya, ternyata kamu hanya ingin hartaku saja.
Lantas mengapa Tuhan menciptakan hati untuk dicintai? Nyatanya hanya sakit yang didapati. Lantas mengapa dunia seakan penuh dengan euforia jika benci ada dimana-mana?
Semesta tak ingin aku begini. Tapi aku terlanjur menikmati. Aku tak sadar bahwa yang ditinggal ini bukan konsultasi ratusan lembar skripsi, tapi hati. Bukan sekedar salah menaruh tanda titik, tapi salah memilih kamu untuk aku sayangi.