Ayah,
telah ku terima suratmu. Alamat-alamat yang kau tulis di kepalaku tak jadi nama. Mereka bersayap, beterbangan menulis kalimat perpisahanAda beberapa nektar di suratmu yang usang, pasti itu adalah matamu yang basah oleh gerimis
Kau serupa lentera, gulita dibalik cahayamu itulah aku, anakmu. Petang melumat sinarmu tak redup jua.
Kita hidup di jantung Kota dengan raut wajah yang bergelayut sedihSuratmu datang menjabat waktu, pulang satu-satu. Sedang waktu menggarami luka. Cahaya memang tak selamanya lahir dari api, karna kau adalah lentera ditengah gulitanya atmaku
Namun, subuh itu cahayamu yang serupa lentera sirna dalam atmaku
Aku terpuruk mendoakan potretmu
Yang kian tercabik waktuAyah, daksamu subuh itu kembali tenang. Setenang sarayu, atmamu terbang teramat aksa, bersama iringan pujian teruntuk Maha Esa
Ayah,
Nama Tuhan di akhir suratmu , seperti berpesan agar Ia menjagaku dengan sungguhEngkau bagai lanskap dalam batinku, titik hujan yang angslup dalam dadaku: terlukis laut
Bumi Gerbang Salam, 3 September 2014
#30hariramadhanbercerita
#GTMenulis
#literasiindonesia
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU BUCIN
Random-------SELESAI--------- Cek work baru aku : "ORIGAMI HATI" Perfect Cover by: @ahrizfah Karna ga semua orang bisa mengungkapkan isi hati, ga semua orang punya teman untuk berbagi.