16

1.4K 187 20
                                    

"Keparat!"

Taehyung memekik frustasi lantas melayangkan kepalan tangannya menghantam wajah pemuda dihadapannya.

Di pinggir persimpangan jalan protokol, Taehyung memberi pukulan bertubi-tubi pada sosok yang telah tersungkur di jalan. Darah menetes dari ujung bibirnya, dan Taehyung kian emosi karena setiap pukulan yang dia layangkan tidak satupun dihindari lawannya.

Malam kian larut, beberapa kendaraan berlalu lalang tanpa merasa hirau akan tontonan yang jelas-jelas patut mereka laporkan pada pihak berwajib.

"Ingin jadi pahlawan begitu?! Aku bisa mengurus hidupku sendiri, dan kau tidak perlu ikut campur urusanku, bajingan! Aku tidak butuh siapapun selain diriku sendiri! Bahkan mati sekalipun aku tidak peduli! Aku tidak peduli apa kau dengar, hah!"

Taehyung ingin menangis tapi dia harus terlihat kuat seperti kebanyakan orang tak berperasaan. Ini bukan dirinya, Taehyung tahu. Dia lelah bersembunyi dan berpura-pura menjadi orang lain, menghabiskan waktu berdiam diri seperti tanpa beban dan masalah. Taehyung menginginkan dunia yang lebih baik, lebih tepatnya surga. Tapi bagaimana bisa dia gapai jika Tuhan saja serasa menjauh menganaktirikan dirinya.

Nafasnya terengah menatap geram pemuda yang terduduk lemas dengan pandangan kosong. Ada seulas senyum pahit juga kesakitan tersirat dalam tatapannya. Taehyung bahkan terlalu muak untuk meladeni atau menghajarnya lebih lagi.

"Hentikan, Tae. Tidak ada gunanya kau melakukan semua ini, karena sampai kapanpun ibumu tidak akan kembali padamu. Dia punya keluarganya sendiri, dan kamu tidak ada hak apapun untuk merebutnya dari Jungkook. Kita telah lama dibuang, maka dari itu kembalilah pada ayah barumu. Juga lupakan ayah, kamu akan lebih sakit jika terlalu sering menemuinya. Kamu dengarkan? Kamu tahu maksudku, pasti. Biarkan ibumu dan Jungkook sendiri, berhenti temui ayah di panti, jangan berulah sadis untuk mencari perhatianku. Sekarang kita semua orang asing, lupakan kenanganmu, Taetae," jelas Namjoon menampilkan seringai di sela rasa sakit yang dia tahan.

Taehyung menunduk menemukan kebenaran di setiap untai kata yang Namjoon rangkai sedemikian rupa.

Pada siapa dia harus mengadu atas setiap ketidakadilan yang dia terima tanpa ampun. Dan Namjoon, bagaimana bisa dia meminta Taehyung agar lupakan segalanya, keluarganya.

Taehyung telah lakukan apa saja untuk menemukan anggota keluarganya di kota sebesar Seoul, dan ternyata semuanya sia-sia. Uang bahkan tidak dapat mengembalikan kebahagiaan seperti yang dia mau.

Harganya terlalu mahal untuk di bayar, bahkan dengan nyawanya sekalipun.

Di ujung batas keterpurukan, Taehyung akhirnya terisak. Bertanya entah pada siapa mengapa semua ini terjadi, menangisi akhir dari segala jerih payahnya sendiri.

"Hyung menyayangimu, Tae. Kenapa kamu tidak paham juga"

Bohong. Di masa lalu Taehyung tidak pernah melihat kejujuran itu dalam bentuk tindakan. Jika benar adanya, mengapa dulu dia ditinggalkan tanpa ada salam perpisahan.

Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Namjoon sama licik dan brengsek seperti ibunya. Tapi, seberapa banyakpun Taehyung menolak, ia tetap saja di landa rindu terus menerus, sampai rasanya nyaris mati karena sakit hati.

"Kalau benar kau menyayangiku, buktikan. Rebut kembali ibuku"

Terlalu sulit. Namjoon tidak akan sanggup memenuhi syaratnya.

"Mintalah apapun selain wanita itu, Taehyung. Sudah kukatakan ibumu tidak mungkin bisa kembali"

Namjoon kemudian berdiri dengan susah payah, berjalan terseok mendekati Taehyung lalu memeluknya erat. "Hentikanlah, Taehyung-ie, hyung mohon padamu."

PARADOX WHISPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang