20

1.2K 165 38
                                    

Jungkook tidak suka keramaian, hal itu membuatnya merasa tak punya cukup ruang untuk dirinya sendiri, namun sialnya Yoongi mengajaknya ke sebuah kafe yang ramainya bukan main, berisik, dan kepala Jungkook di buat pening karenanya.

"Ini pertama kalinya nilai pelajaranmu turun drastis. Ayahmu bahkan menghubungiku dan bertanya apa yang terjadi, dan karena itu aku mengajakmu kemari untuk membicarakan sesuatu, penting sekali"

Bicaranya Yoongi tidak lagi sama seperti dulu, nada dan intonasi suaranya seakan memberi jarak agar Jungkook tahu di mana posisinya sekarang. Mereka hanya sebatas guru dan murid, Jungkook pikir.

"Aku ingin minum dulu," Jungkook bilang seraya memalingkan wajah.

"Oke, kamu mau minum apa?"

Jungkook menatap Yoongi beberapa saat. Pikirnya memang benar, Yoongi jadi berbeda. Jika biasanya ia akan langsung memesan minuman favorit Jungkook tanpa harus bertanya, kali ini Yoongi bertanya seakan keduanya tidak pernah menghabiskan waktu bersama, seakan mereka tidak terbiasa berdua.

"Apa saja, pesankan apa saja," Jungkook bilang. Ia sengaja ingin melihat apa yang akan terjadi setelah ini.

Yoongi pun membaca deretan menu sebelum ia menawarkan dengan senyum terpampang jelas di wajah. "Banana milk smoothies, mau?"

Jungkook mengangguk setuju, lalu setelahnya Yoongi menawarkan lagi. "Choco cheese cake? Kamu mau itu juga?"

Jungkook mengangguk lagi dengan senyum yang sedikit disertai tawa kecil. Yoongi ikut tersenyum lebar ketika gigi kelinci Jungkook menyembul lewat celah bibir. Tampak jelas jika pemuda itu masih tetap manis seperti kali pertama mereka bertemu di tahun ajaran baru, Yoongi ingat jelas masa itu.

"Kamu pikir aku lupa apa yang kamu suka?" Yoongi sedang menggodanya, dan menurut Jungkook itu amat keterlaluan. "Aigoo, Jungkook-ie, jangan cemberut seperti bayi kelinci."

Jungkook selalu menyukai kepribadian Yoongi yang susah di tebak. Kadang dia jadi amat manis untuk ukuran seorang guru dengan tatapan tajam, dan ada saatnya juga dia jadi menggemaskan padahal sedang menggerutu tidak jelas. Sebagaimana Jungkook jatuh cinta, ia hanya ingin Yoongi jadi satu-satunya yang utama, karena menurutnya Yoongi penuh akan pesona.

"Jadi, ada apa dengan nilamu, Jungkook?"

Si pemuda Jeon mengedikkan bahu seraya menggeleng, seakan dirinya sendiri tidak tahu alasan mengapa nilainya jadi masalah yang serius. "Menurutmu?"

Yoongi mengernyit. "Kenapa tanya aku? Ini berpusat darimu, jadi kamu yang tahu sebabnya."

Tatapan Jungkook melembut, penglihatannya amat teliti menelusuri lekuk wajah Yoongi yang menampakkan gurat kelelahan begitu kentara. Jungkook tidak tahu seberapa banyak pemuda yang lebih tua menguras tenaga akhir-akhir ini, ia tak lagi tahu seberapa sering Yoongi lembur setiap malam hingga lingkarkan hitam menghias sekitar mata cantiknya.

Jungkook masih senantiasa pada pendirian sebelumnya jika Yoongi ingin tahu. Satu patokan yang ia prioritaskan meskipun Yoongi sendiri tidak pernah mau tahu soal itu lagi. Jungkook terlalu banyak jatuh cinta pada Yoongi hingga hatinya tak punya cukup ruang lagi untuk orang lain.

"Jungkook, tolong jangan jadikan aku bebanmu"

Pandangan Jungkook jatuh pada tangan Yoongi yang berada di atas punggung tangannya. Kulit putih pucat yang selalu hangat, dan entah seberapa banyak Jungkook ingin sekali menggenggam jemarinya.

"Bisakah kamu lupakan saja? Kita bisa perbaiki ini sama-sama"

Tidak. Ini sudah terlalu jauh, Jungkook tidak bisa berhenti atau melangkah mundur lagi. Ia telah mengorbankan banyak hal demi Yoongi, jadi mana mungkin ia bisa melupakan cinta pertamanya.

PARADOX WHISPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang