01

6.8K 352 18
                                    

Dengungan yang secara bertubi-tubi membentur isi kepala Min Yoongi cukup membuatnya mendengus frustasi. Sekelebat bayangan membingungkan mengenai dirinya yang terlibat dalam situasi pelik amatlah menjengkelkan, tak luput dari pemahaman yang jauh berbeda dari sejumlah pertanyaan, yang sengaja ditodongkan kepadanya tanpa hendak berhenti sejenak membiarkan Yoongi menarik nafas sebentar lalu coba bersabar.

Lebih dari apapun dari semua tudingan yang diperuntukkan pada Yoongi, pemuda itu lebih banyak mengernyit seraya melayangkan kalimat tanya pada seorang yang duduk di seberang meja. Karena sesungguhnya, Yoongi tidak mengerti kenapa harus dirinya yang dipojokkan seperti orang bodoh, sedang duduk permasalahannya sendiri tidak dapat Yoongi pahami secara benar.

Pijar lampu yang sudah tak layak di sebut sebagai penerang ruangan malah kian membuat penglihatan Yoongi memburam, apalagi kadar kelembaban berlebih karena dinding kusam yang entah kapan terakhir kali dilapisi cat, dan lagi Yoongi tidak suka aroma aneh yang menyeruak dari lantai—seperti bangkai busuk.

Sejujurnya alasan Yoongi kini berada di sana bukan karena ia terlibat suatu kejahatan, melainkan sebuah tuduhan.

"Kau bisa buktikan jika bukan kau pelakunya?"

Katakanlah itu sekedar basa-basi yang sudah berkali-kali Yoongi dengar beberapa menit lalu dan menit lalunya lagi, seolah jawaban saja tidak cukup.

Kedua alis Yoongi menukik tajam; memandang geram si pemberi pertanyaan. "Permisi? Apa kau sedang berusaha menyudutkanku?"

Dia memandang sekilas. "Kami di tugaskan untuk mendapatkan informasi secara terperinci dari jawaban anda, tuan Min. Dan anda belum akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, melainkan seorang saksi atau juga terduga"

Belum akan katanya? Mulut Yoongi terbuka namun tak kunjung mengeluarkan kata. Lantas dia membuang muka, tidak sengaja memandang pantulan dirinya melalui riben jendela berukuran besar yang dia pastikan terdapat banyak petugas lain di balik sana yang tengah sibuk mengamati interogasi perdananya.

Dan, sial! Yoongi benar-benar kacau saat ini.

"Oke, biar kujelaskan sekali lagi padamu, tuan. Aku seorang guru honorer di sekolah inklusi, aku berangkat setiap pukul enam tiga puluh pagi, mengajar sampai pukul tiga sore, dan tiba di rumahku setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Lalu apa yang salah dengan itu?!"

Seorang dihadapannya menggeleng lambat. Yoongi tidak mengerti lagi, dari jutaan populasi manusia di kota sebesar Seoul, kenapa harus dirinya yang terlibat dengan pihak kepolisian.

"Ya, kami tahu. Tapi, cctv menunjukan jika anda orang terakhir yang ada di sekitar distrik tempat kejadian perkara"

Hebat, itu siasat jitu untuk segera melempar Min Yoongi menghabiskan jam tidurnya bertahun-tahun di balik jeruji besi tanpa sinar matahari.

Brak!

Yoongi menggebrak meja kemudian berteriak lantang, "Brengsek! Jadi kau menuduhku sebagai pembunuhnya, karena kami melewati jalan yang sama, begitu! Sialan!"

Akibat habis kesabaran hari itu, Yoongi kembali di periksa pihak berwajib, bukan hanya sekali melainkan dua minggu penuh.

Jam kerjanya pun harus tertunda karena hal tersebut. Mengingat tugasnya sebagai seorang guru bukanlah sesuatu yang mudah di tinggal begitu saja, maka dengan terpaksa Yoongi meminta maaf kepada pihak sekolah, dan untung saja perkaranya tidak jadi rumit seperti apa yang dia pikirkan.

Di hari kedua pemeriksaan, Yoongi sedikit kewalahan menghadapi si petugas investigasi yang bakatnya dalam hal penyelidikan sungguh luar biasa membuat lumpuh otak sementara, sampai-sampai Yoongi selalu berakhir terbakar emosi saking panik beradu pandang dengan si petugas berpengalaman bernama lengkap Kim Namjoon.

"Yoongi-ah, kamu di beri waktu jeda selama satu jam"

"Aku lebih tua darimu, bajingan! Gunakan kata hyung saat bicara denganku"

Dan Namjoon pun tidak menolak walaupun awalnya dia sempat terkejut kala tahu bahwa Yoongi setahun lebih tua darinya.

"Hyung, saat pertama kali bertemu denganmu kupikir kamu siswa sekolah menengah atas. Soalnya, kamu imut sekali"

Yoongi bergidik ngeri mendengar sepenggal kalimat yang diungkapkan Namjoon. Apalagi senyum manisnya yang sungguh menggelikan. Oh, juga jangan lupakan lesung pipi itu. Membuat jengkel karena Yoongi tidak punya satu.

Minggu pertama di masa pemeriksaan, Yoongi naik tingkat; berstatus sebagai seorang terduga. Itu buruk sampai menyebabkan tekanan mental yang nyaris membuatnya mengalami stres ringan. Dan, di minggu yang sama pula, Yoongi pikir nyawanya sebentar lagi melayang di udara dan penyebab utamanya siapa lagi kalau bukan si brengsek Kim Namjoon.

Berawal dari pemuda itu, Yoongi menyadari kalau dia lahir di planet aneh yang di sebut bumi. Aneh dalam artian tidak wajar, seperti Namjoon yang rupanya punya kekasih. Sialnya, Yoongi tidak sengaja memergoki keduanya bercumbu atau lebih tepatnya nyaris saling melucuti pakaian masing-masing di dalam toilet kantor polisi.

Sebenarnya itu merupakan hal privasi, dan bagi sebagian orang mungkin juga hal yang wajar. Tapi, apa jadinya kalau dua-duanya lelaki?

"Kupikir kamu juga patut di hukum atas tindak asusila tidak senonoh. Seharusnya kamu tahu hal itu ilegal di negara ini, dan itu juga termasuk kejahatan, benar?"

Namjoon sudah layaknya patung pajangan di butik saat itu, dengan kulit berubah pucat sehabis dipergoki Yoongi yang sudah beberapa kali ia interogasi karena sebuah tuduhan kejahatan.

Ah, dunia memang ironis. Para pendosa berperan dalam menghakimi si pembuat dosa. Yoongi pikir itulah mengapa dia ada di sini, berstatus sebagai terduga namun kemungkinan besar pula di kemudian hari malah jadi tersangka karena kebejatan orang tak bertanggung jawab. Seumpama manusia memakan manusia—pendosa yang menghukum si pembuat dosa.

"Rupanya kamu juga munafik, Kim Namjoon"

Lalu setelah kejadian itu, Namjoon berusaha keras melakukan pembelaan apapun terhadap Yoongi, sebelum karirnya tamat karena cinta terlarang yang tetap berusaha ia pertahankan.

Dan ada hari dimana dengan berani Yoongi mempertanyakan satu hal, "Sejak kapan kamu pindah haluan?"

Sejujurnya, itu pertanyaan konyol. Yoongi sendiri tidak tahu bagaimana dia harus merangkai kata agar tidak terkesan taksa saking penasaran akan hubungan aneh pria satu ini.

"Entahlah, aku juga tidak paham betul dari mana semua ini di mulai, tapi yang jelas semuanya berbeda." Namjoon menjeda ucapannya sejenak. "Dia orang pertama yang membuatku berdebar tak karuan."

Yoongi ingat betul hari itu, di mana untuk pertama kali dia melihat senyum lembut Namjoon mengembang dengan penuh ketulusan, saat matanya memandang logam platina berhiaskan batu safir yang melingkar apik di jari manis.

Pemberian Kim Seokjin, kekasihnya.










[...]

PARADOX WHISPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang