2

401 42 2
                                    

febi, eli dan sigit sudah selesai memakan makanan mereka dan kini ketiganya mulai kembali berjalan ke kelas mereka, febi kembali duduk di kursi miliknya dengan posisi rifa masih sama seperti sejak febi, eli dan sigit pergi ke ruang makan. febi menaruh sekotak susu di tempat rengang depan wajah rifa, rifa yang tidak tidur seutuhnya segera menegakan tubuh menatap febi aneh. yang di tatap aneh hanya tersenyum.

"untuk kamu, kamu ga ke ruang makan kan tadi. di minum ya" ucap febi ramah

namun ke ramahan febi itu tak di balas baik oleh rifa, rifa menarik kasar kotak susu itu lalu melemparkannya ke dada febi, hingga kotak susu itu jatuh tepat di pangkuan febi.

"jangan sok baik, ga butuh kebaikan dari lo! lo duduk di sebelah gue bukan berarti lo bisa seenaknya sama gue. inget itu!" ucap rifa keras membuat orang orang di dalam kelas menatap ke arah febi dan rifa termasuk sigit dan eli.

febi terdiam kaku. rifa melepas pandangan dari febi lalu menatap sekeliling kelas, matanya tajam sarat akan kekesalan. dengan sekali hentakan kursi yang di duduki olehnya terpental jatuh dan rifa melangkah pergi ke luar kelas.

"mampus kan, aku bilang tadi apa" ucap sigit pada eli.

"gue bilang apa feb, jangan macem macem" ucap eli menatap febi

"lo gapapa kan?" tanya sigit

febi hanya menggeleng dan mengambil sekotak susu yang di lepar rifa dan menaruhnya di atas meja.dalam benak febi kenapa ada orang sekasar rifa padahal niat febi baik ingin memberi rifa jatah susu kotak miliknya. sakit di dada febi tidak febi gubris febi lebih memikirkan bagaimana caranya agar bisa membuat rifa luluh.

bel masuk kelas sudah berbunyi rifa tak kunjung datang, bahkan hingga bel pulang sekolahpun bangku di sisi febi kosong. dan yang membuat febi aneh kenapa semua guru yang masuk ke kelasnya setelah istirahat tadi tidak menanyai rifa dimana. dan kenapa semua orang yang berada di dalam kelas seolah tidak aneh dengan apa yang terjadi dengan bangku kosong milik rifa.

"udah lo ga usah bengong gitu" ucap sigit

"eh" febi tersadar dari lamunannya

"gausah aneh kenapa guru dan teman-teman ga mempermasalahkan bangku kosong di samping lo itu, mereka udah terbiasa dengan sifat rifa yang kaya gitu, paling sekarang dia lagi tidur di ruang uks" ucap sigit

"mmm... iya..." jawab febi.

"yaudah yuk, sekarang kita pulang. eli udah nunguin di luar tuh" ucap sigit

"iya ayoo" jawab febi menarik tas miliknya dan berjalan bersama gita.

saat sigit, febi dan eli berjalan di koridor sekolah sosok rifa berjalan berlawanan arah dengan mereka bertiga, mata rifa dan febi sempat bertemu namun rifa segera memutuskan tatapan mata itu sambil berdecik pelan saat mereka saling berpapasan. febi hanya mampu kembali terdiam, febi benar benar aneh dengan sifat rifa awalnya sorot mata itu seolah meminta untuk di kasihani dan di perhatikan namun kenapa reaksi setelahnya seolah berbanding terbalik, febi tau di balik sifat rifa yang seperti itu sebenarnya rifa orang yang baik.

"bro," ucap sigit menyenggol bahu febi

"ehh.." febi mulai tersadar dari lamunannya.

"loh dari tadi gue ngomong ga di dengerin nih?" tanya sigit

"sorry, kenapa?" tanya febi

"lo ke sekolah naik apa? ngumum?" tanya sigit

"tadi pagi di anterin ayah, kayanya sekarang naik bis deh" jawab febi

"rumah lo dimana?" tanya sigit

"di jalan sudirman" jawab febi

"bareng gue sama eli aja kita searah" ucap sigit

"serius?" tanya febi

"serius, gue bawa mobil. rumah eli di jalan jawa, lewatin sudirman jadi ayo sekalian gue anter" ucap sigit

"serius nih gapapa?" tanya febi

"serius feb, buruan naik panas nii" ucap eli yang kini sudah berdiri di samping pintu penumpang depan.

"masuk deh buruan, kalo tu ceu eli udah ngamuk lu abis di gas ama dia, eli kalo ngamuk bisa lebih serem dari rifa" ucap sigit

"aku denger ya sigit..." ucap eli dari dalam mobil

"udah buruan masuk, masuk... eli dah mode galak" ucap sigit mendorong febi ke pintu belakang mobil yaris merah miliknya

febi membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil diikuti oleh sigit, tanpa menungu lama mereka bertiga sudah memecah jalanan kota bandung. di perjalan kini febi baru sadar tenyata sigit dan eli begitu dekat dan bisa febi simpulkan mereka sudah mejalin sebuah hubungan.

"makasih ya udah nganterin gue, git li.. hati hati di jalan" ucap febi saat menyapa eli dan sigit dari kaca pintu samping eli

"okey santai besok besok juga kalo mau nebeng pergi bareng tinggal pc gue bro" ucap sigit menonggol dari depan eli.

"iya santai aja gue gapapa ko" ucap eli

"okey, makasih ya sekali lagi, entar gue kabarin lagi yaa" ucap febi

"okey, kita pergi ya feb bye" ucap eli

dan mobil sigitpun kembali maju meninggalkan febi di depan gerpang rumahnya. febi menarik nafas kasar, dirinya harus kembali ke rumah yang begitu membuat febi muak tapi bagaimana lagi febi harus menerima semuanya termasuk menerima kenyataan bahwa kini dirinya sudah berubah jadi sosok seorang lelaki tampan dan berada.

"febi pulang..." ucap febi masuk ke dalam rumah

diluar febi melihat mobil ayahnya yang dapat febi simpulkan bahwa kini ayahnya ada di rumah dengan sang bunda.

"sudah pulang sayang?" tanya suara wanita di ruang tv

ibu berwajah cantik keturunan jepang yang sedang berjalan ke arah febi itu adalah bunda febi, sedangkan lelaki tegap berwajah tampan yang begitu mirip dengan febi itu ayah febi. shani dan vino namanya. vino adalah seorang propesor penemu begitu juga dengan shani kedua orang tua febi memiliki kemampuan di bidang yang sama hanya saja yang berbeda adalah ayah vino penemu di bidang elektronik, seperti robot, dan alat alat elektronik lainnya sedangkan bunda febi adalah penemu sains, berbau obat obatan dan insyinyur astronomi. sunguh keluarga yang bisa di bilang berada dan sempurna namun tidak untuk febi. keluarga ini menurut febi adalah keluarga yang benar-benar jauh dari kata harmonis, karna begitu banyak kepalsuan yang telah di taruh di dalam sebuah Keluarga ini.

"gimana sekolahnya bagus ga?" tanya bunda mengusap pipi febi

"bagus bunda" jawab febi

"nyaman?" tanya bunda lagi

"nyaman bunda" ucap febi

"bunda, febi lelah boleh febi masik ke kamar febi?" tanya febi melepaskan tangan bundanya yang masih betah mengusap pipi febi

"boleh sayang, naik aja nanti bunda buatkan makanan paforit kamu yaa" ucap bunda

"iya bunda makasih" ucap febi naik ke anak tangga

febi berjalan tanpa berniat sedikitpun menyapa ayahnya, bagi febi vino bukanlah sosok ayah untuk febi, vino hanya di pandang oleh febi sebagai sosok workaholic dan bucin yang meridoi segala hal untuk keberlangsungan hidup sang istri termasuk mengorbannkan anak nya.

febi memang bahagia saat mengetahui sang bunda bisa sembuh dari depresinya namun apakah jalan ini yang terbaik yang harus keluarga ini ambil? mereka seolah mengorbankan masa depan seseorang untuk keberlangsungan hidup yang lainnya. dalam keluarga ini febi merasa kian tertekan saat harus menyadari dirinyalah yang harus berkorban demi keberlangsungan hidup sang bunda. dan febi juga merasa begitu sedih saat menyadari kematian saudara kembarnya itu tak di akui oleh sang bunda. yang febi takutkan hingga akhirnya sang bunda tidak akan menyadari bahwa febi yang berada di hadapannya itu adalah sosok anak gadis belianya bukan lah sosok seorang febi anak lelaki nya yang telah meninggal karna sebuah insiden kecelakaan yang di sebabkan sang ayah.

i am not a boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang