"Seorang sahabat tidak akan pernah rela melihat temannya disakiti."
🥀
Aletta melangkahkan kakinya di koridor sembari membawa tumpukan buku yang akan ia bawa ke ruang guru.
Tampaknya, guru sejarah yang ia sebut sebagai macan itu memiliki dendam padanya, hingga terus-menerus memberikan pekerjaan untuknya.
"Gak puas apa, kemarin ngasih tugas sebanyak itu," dumelnya, "Hobi kali, ya, bikin orang kecapean. Padahal lagi free-time gini, masih aja. Anak-anak lain nikmatin free-timenya, eh gue malah dikasih kerjaan bejibun. Dasar macan."
Tiba-tiba ada seseorang yang mengambil alih sebagian buku-buku itu. Aletta menoleh dan mendapati kehadian Regan.
"Ngeluh mulu, kerjaan lo," ujar Regan, memancing dengusan dari Aletta.
"Abisnya, ngerjain gue mulu itu macan."
"Yang ada lo kali yang ngerjain dia terus," balas Regan.
Aletta cengengesan.
"Ini buku-bukunya mau dibawa ke ruang guru?"
"Iya."
Setelah mereka mengantarkan buku-buku tersebut ke ruang guru, Regan mengajak Aletta ke taman belakang dan duduk di salah satu kursi taman.
"Lo kenapa gak di kelas?" tanya Aletta.
"Bolos."
Aletta mengangguk-ngangguk. Yah, sebelas-dua belas dengan dirinya, tukang bolos.
"Kok gue gak pernah liat lo, ya?" tanya Aletta, masih bingung dengan Regan yang memang jarang terlihat di sekitar sekolah.
"Mungkin pernah, tapi lo gak sadar kali."
"Hm. Mungkin, sih," sahut Aletta, "Ah! Tapi kenapa kita harus satu sekolah, sih?!" Aletta berseru, tidak terima dengan kenyataan.
"Heh, emang kenapa kalo satu sekolah sama gue? Gak suka?!" sentak Regan.
Aletta menatap Regan takut-takut, "Lo galak gini, siapa yang suka coba?"
Regan mendengus. Rasanya setiap berbicara dengan cewek itu, ia selalu mendengus kesal dan marah-marah. Emang dasarnya aja, itu cewek bikin orang emosi terus.
"Lo kelas berapa, sih?" tanya Regan.
"Sebelas."
"Panggil gue Kakak!" suruh Regan.
Aletta menatap Regan dengan jijik, "Ogah!"
"Gak sopan banget, sih, lo."
"Bodo. Lo tuh gak cocok di panggil Kakak, tau?"
"Kurang ajar, dasar. Jangan-jangan, lo ke semua Kakak kelas, gak sopan kayak gini, ya?" tuduh Regan.
"Gak, lah. Cuma ke lo doang." Aletta membantah tidak terima.
"Pilih kasih banget."
"Gak peduli. Orang galak kayak lo harus dipilih kasihin."
Regan mendorong kepala Aletta kasar. "Untung gue baik."
Aletta menepis tangan Regan kesal. "Sakit! Baik dari mana, coba." Aletta memukul bahu Regan keras, sebagai balasan. "Jadi cowok tuh gak boleh kasar ke cewek tau!"
"Cewek gak sopan kayak lo emang pantes buat dikasarin. Gak sadar, ya?" Regan mengikuti kata-kata Aletta tadi.
"Itu mulut kalo ngomong disaring dulu, kenapa, sih?" protes Aletta.
Regan mengedikkan bahu cuek. "Males."
Kali ini, Aletta yang medengus.
Regan memasangkan earphone ke telinganya tanpa membagi salah satu bagiannya pada Aletta.
Aletta menarik bagian kiri earphone secara asal lalu memasangkan pada telinga kanannya. "Bagi-bagi, napa. Pelit amat."
Regan melirik Aletta kesal melihat sikapnya yang tidak ada sopan-sopannya, tapi Regan tidak mengatakan apa-apa.
Lagu 'Ever Enough' milik A Rocket to the Moon mengalun di telinga mereka.
"Lo suka band A Rocket to the Moon?" tanya Aletta.
"Lumayan. Lo?"
"Suka. Lagu-lagunya keren, liriknya juga bagus," jawab Aletta.
Regan mengangguk-ngangguk.
Biasanya, Aletta akan memanfaatkan free-timenya dengan mencari Devano di sekitar sekolah atau rooftop. Jika Devano tidak berkeliaran, mungkin Aletta akan memperhatikan cowok itu dari luar kelas. Tapi kali ini berbeda, ada sedikit perubahan, mungkin karena saat ini ada Regan.
Mereka tetap pada posisi itu, mendengar satu persatu lagu mulai berganti, sampai jam istirahat berdering.
Aletta melepaskan earphone dari telinga kanannya kemudian menaruh di telapak tangan Regan dengan asal. Lalu ia bangkit berdiri.
Regan menatap Aletta bingung. "Mau ngapain?"
"Nyamperin jodoh gue. Dah, galak!" Aletta segera berlari ke kantin, meninggalkan Regan yang menatapnya kesal.
"Heh!"
🥀
"Kak Vano!" panggil Aletta dari kejauhan ketika melihat Devano yang sedang mengantri untuk membeli baso.Devano menoleh dengan muka malas ketika melihat Aletta. Aletta segera menghampiri cowok itu.
"Nitip pesen, dong. Kalo antri lagi panjang, males," pinta Aletta.
"Gak."
Aletta memajukan bibir bawahnya. "Ayo, dong. Cape, nih, kalo ngantri lagi. Please, ya?" Sebenarnya tak apa jika Aletta harus mengantri panjang lagi, tapi kadang-kadang ia ingin dantrikan dan dipesankan makanan oleh Devano. Aletta tahu jika ia meminta seperti itu, Devano tidak akan mau, maka hanya ini satu-satunya cara.
"Hm," sahut Devano akhirnya.
"YES!" seru Aletta senang, mengundang tatapan dari murid-murid yang lain. Sedangkan yang ditatap hanya nyengir, merasa tidak bersalah.
"Nyusahin." Meski berkata seperti itu, Devano tetap memesankan makanan untuk Aletta.
Aletta tersenyum kecil. "Aku duduk di sana, ya." Cewek itu menunjuk meja paling ujung, tempat teman-temannya Devano berkumpul.
"Nih." Devano menaruh semangkuk baso di hadapan Aletta.
Arief, Rian, Genta, dan Tara melongo melihat sikap Devano yang mendadak berubah menjadi manis.
"Wah, wah, ada apaan, nih?" tanya Arief lebay.
"Kok lo mendadak manis gini, sih? Jadi serem. Kerasukan, lo?"
"Lo kenapa?"
"Let, Devano beneran gak papa? Gak kesurupan atau apa, gitu?"
Devano mendengus kesal, sedangkan Aletta tertawa.
"Udah, ah, jangan kayak gitu," ujar Aletta.
"Serem beneran, abis. Lo pelet dia, Let?" tanya Arief polos.
"Enak aja, lo kira gue cewek apaan!" bantah Aletta sebal.
"Jangan-jangan, Devanonya kita udah mulai lope-lope gitu, ya, sama Aletta?" Rian membentuk hati di tangannya.
"Gak. Berisik, lo pada."
"Tuh, kan! Dinginnya balik!"
"Makan, woi, udah!" ujar Genta.
Akhirnya tidak ada lagi yang bertanya tentang sikap Devano yang mendadak seperti itu. Semuanya asyik mengobrol seperti biasa, ditambah lelucon-lelucon tak berguna dari Rian dan Arief.
Diam-diam, Tara tersenyum tipis.
Tolong, jangan sakitin Aletta lagi, batin Tara.
🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
HSS [1] If I Can
Teen Fiction❝Bahkan jika aku dapat memutarbalikan waktu dan memilih untuk jatuh cinta padamu atau tidak, aku akan tetap memilih pilihan pertama. Meskipun aku tahu resikonya adalah patah hati.❞ Copyright © 2017