"Untuk pertama kalinya, ia tak butuh dicintai. Karena dia tahu, dia tidak akan pernah dicintai oleh siapapun."
🥀
Setelah selesai makan malam, Aletta mengajak Devano untuk ke halaman belakang villa yang cukup luas.
"Mau ngapain?" tanya Devano bingung karena Aletta yang tiba-tiba mengajaknya ke taman belakang.
"Lihat bintang. Ayo, duduk." Aletta duduk di rerumputan.
"Gak ada kerjaan." Tapi Devano tetap melakukan apa yang Aletta ucapkan.
"Waktu kecil, kalau Papa sama Mama sibuk sama kerjaan, aku sama Kak Aldo suka lihat bintang abis itu diitung, deh, bintangnya."
"Oh," sahut Devano singkat tanpa menoleh sekalipun ke arah Aletta selama cewek itu bercerita.
"Dulu aku suka sedih, soalnya Papa sama Mama gak pernah ada waktu buat aku dan buat Kak Aldo. Makanya, Kak Aldo suka ngajak aku ngitungin bintang, katanya biar aku gak sedih lagi. Kalo ngitungin bintang, aku suka lupa waktu, jadi gak sedih lagi. Kak Aldo juga bilang, aku baru boleh sedih lagi kalau aku udah beres ngitungin semua bintang."
"Emang bisa ngitung semua bintang?" tanya Devano bingung.
Aletta tertawa, "Ngak. Gara-gara itu, aku jadi coba buat gak sedih lagi, soalnya aku tahu aku gak bisa hitung semua bintang dan aku juga gak mau langgar ucapan Kak Aldo."
"Lo bego."
"Kenapa?"
"Harusnya lo bisa sedih kapan pun lo mau."
Aletta tersenyum tipis, ia menopang dagunya lalu menatap Devano. "Kok gitu?"
"Karena itu perasaan lo. Gak ada yang boleh atur perasaan lo selain diri lo sendiri."
"Termasuk perasaan aku ke Kakak?"
Devano terdiam, "Itu pengecualian."
Aletta tertawa. Ia senang karena bisa mengobrol sepanjang ini dengan Devano tanpa ada satupun kata dari mulutnya yang menyakitinya.
"Hitungin bintang, yuk, Kak."
"Gak."
"Ih, ayo. Asyik tau."
"Buang waktu."
"Kenapa?"
"Ngitung bintang itu sia-sia. Buang waktu, tapi gak ada hasilnya," jawab Devano cuek tanpa menyadari bahwa ucapannya menyinggung Aletta.
Aletta kemudian sadar, menghitung bintang itu sama sia-sianya dengan mencintai Devano. Sama-sama tidak ada hasilnya. Tapi tak apa, kedua hal tersebut membuatnya bahagia.
"Iya, ya. Yaudah, gak jadi."
"Lo lagi sedih?" tanya Devano tiba-tiba.
Aletta menoleh, "Kok tau?"
"Kata Kakak lo, kalo gak berhasil ngitung semua bintang, lo gak boleh sedih, kan?"
"Iya."
"Yaudah, ayo hitung bintang."
Hari ini, untuk kesekian kalinya, Aletta lagi-lagi tersenyum. Ia tahu maksud Devano, ia tahu cowok itu tidak mau kalau dirinya sedih.
"Aku sedih, soalnya Kak Aldo jadi kayak Papa sama Mama. Sama-sama sibuk kerja dan sama-sama gak peduliin aku."
Sebenarnya Devano bingung karena Aletta tiba-tiba curhat, tapi ia tidak berniat mengatakan hal yang membuat cewek itu berhenti bercerita. Ia hanya akan berusaha untuk mendengarkan cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HSS [1] If I Can
Ficção Adolescente❝Bahkan jika aku dapat memutarbalikan waktu dan memilih untuk jatuh cinta padamu atau tidak, aku akan tetap memilih pilihan pertama. Meskipun aku tahu resikonya adalah patah hati.❞ Copyright © 2017