Bab 10

16 6 1
                                    

“Amira, bangun yuk. Kita akan sarapan pagi bersama.”

Ibu Amira membangunkan anaknya yang sedang tertidur pulas. Hari libur telah membuatnya harus beristirahat lebih lama dari hari biasanya. Lama baginya untuk membuka mata takkala kantuk saat ini sedang menyerang. Ibu dengan sabar membangunkan Amira dengan lemah lembut.

“Nak, bangun yuk. Ibu merindukan kita sarapan bersama-sama dan Ibu juga sudah membangungkan Ayahmu.”

“Tumben Ibu ada waktu? Biasanya Ayah dan Ibu sibuk terus sampai nggak sempai ngurusin aku.”

“Ibu dan Ayahmu ada waktu libur makanya bisa kumpul kaya gini.”

“Syukurlah Bu. Jarang-jarang lho aku bisa kumpul sama kalian berdua.”

“Ya inilah kesempatan kita buat bisa ngumpul bareng, canda bareng dan curhat.”

“Iyadeh, aku mau.”

Ia lalu segera bersiap-siap menuju meja makan. Amira sangat bahagia bisa berkumpul bersama keluarganya entah untuk kesekian kalinya. Dia ingin bisa berkumpul dan mengobrol hangat bersama kedua orang tuanya.

“Nak, kami ada kejutan buat kamu,” Ucap Ayah.

“Apa itu yah?” Tanya Amira.”

“Buka aja dulu ntar kamu akan tau sendiri,” Jawab Ayah.

“Iya Ayah,” Balas Amira.

Lalu Amira membuka sebuah kotak berwarna pastel kesukaannya. Setelah dibuka, terdapat sepaket buku novel yang isinya berjumlah 5 buku. Hatinya sangat bahagia menerima kejutan itu dari kedua orang tua yang sangat ia sayangi.

“Makasih Ayah dan Ibu. Kalian berdua adalah orang tua terbaik buat aku.”

“Iya, sama-sama. Lain kali belajar yang rajin dan kembangkan hobi menulismu itu.”

“Pasti Ayah, aku akan selalu seperti itu.”

“Baguslah Nak kalau begitu.”

Ibu kemudian datang membawa makanan khas Jawa, Rawon. Amira menjadi tambah bahagia karena hari itu merupakan hari spesial baginya, berkumpul bersama keluarga disaat hari libur seperti ini.

“Ibu sudah bawa makanan kesukaan kamu nih, Rawon. Makan yang banyak dan habiskan semuanya.”

“Siap Ibu. Aku akan habiskan semua ini.”

“Nah gitu dong, Nak.”

Ia memakan masakan rumahan itu dengan lahapnya. Penuh cinta dan kasih sayang dituangkan didalam masakan itu, makanan yang membuatnya menjadi merasa bahwa hari ini sungguh spesial baginya karena sudah lama mereka tidak berkumpul bersama.

“Tok... Tok... Tok... Assalamu’alaikum.”

Suara ketukan pintu dari seseorang memecah suasana bahagia tersebut.

“Wa’alaikumussalam,” Jawab satu keluarga kecil itu.

“Buruan buka pintunya gih,” Perintah Ibu.

“Iya Bu,” Balas Ayah.

Ayah kemudian membuka pintu dan ternyata orang itu adalah Iswan yang kemarin tak sengaja bertemu dengan Amira. Amira sangat tak menyangka telah kedatangan Iswan dirumahnya.

“Oh, Nak Iswan. Mari silahkan masuk.”

“Iya pak.”

Aayah mengajak Iswan duduk di sofa dan Iswan pun menyampaikan maksud dari kedatangannya tersebut.

“Maaf Pak sebelumnya menganggu waktu keluarganya. Jadi gini, kondisi ekonomi diperusahaan kita semakin bagus dan kita banyak mendapatkan banyak saham dari perusahaan lain.”

“Wah, bagus sekali itu Nak. Kamu memang hebat telah mengelola perusahaan ini dengan baik.”

“Enggak juga pak, malahan saya semakin gugup dan canggung dalam melakukan pekerjaan ini.”

“Kenapa gugup dan canggung? Santai aja Nak, pekerjaan itu harusnya dinikmati saja jangan dianggap beban gitu.”

“Bapak ini ternyata benar juga.”

“Oh, jelas dong Nak Iswan.”

Sementara itu, Amira sangat ingin bertemu dengan Iswan tetapi ia malu untuk menghampiri mereka berdua yang sedang berbicara tentang bisnisnya.

Ibunya yang melihat hal itu langsung menghampiri anaknya yang cemas karena ada sesuatu.

“Kenapa kamu Nak?”

“Hmm... Nggak papa Bu, cuma cemas aja sih.”

“Cemas kenapa Nak?”

“Ibu nggak usah tau deh soal itu.”

“Terserah kamu lah.”

Ibu pergi meninggalkan Amira yang sedang cemas tentang bagaimana caranya ia menghampiri dan berbicara dengan Iswan.

“Aku harus berani kesana sebelum Kak Iswan nanti pulang.”

Dia memberanikan diri menghampiri 2 orang pria yang sedang berbicara itu.

“Ayah, kok ada Kak Iswan disini?”

“Kamu kenal ya sama dia?”

“Aku nggak sengaja ketemu dan kenalan sama dia pas ditaman kemarin.”

“Wah, bagus tuh. Kamu bisa lebih mengenalnya kalau begitu.”

“Apaan sih ayah, aku cuma anggak dia kakak aja nggak lebih.”

“Lain kali, sifat cuekmu tolong diubah ya biar kita nggak canggung begini,” Ucap Iswan.

“Tuh. Si Iswan sudah bilangin sama kamu bahwa kamu tuh harus ubah sifat menjadi lebih baik lagi,” Ucap Ayah.

“Ayah iiih, aku baru aja kenal dia masa diejek kaya gini sih.”

“Siapa tau kalian berdua cocok,” Bisik Ayah.

“Ayah ini ngomong apa sih? Aku nggak paham.”

“Nanti Ayah jelaskan setelah kamu sudah cukup dewasa."

“Terserah Ayah deh, aku mau ke kamar dulu.”

“Eh, kamu nggak mau ketemu sama Iswan.”

“Kapan-kapan aja.”

Amira berlari menuju kamarnya dan ia sangat takut serta perasaan jadi tegang waktu bertemu dengan Iswan.

“Kok aku jadi gini ya sekarang? Apakah aku suka sama dia ya? Entahlah.”

Sementara itu, Ayah dan iswan membahas Amira.

“Maafkan anakku ya tadi, Nak Iswan.”

“Nggak papa kok Pak, lagian wajar kok kalau dia takut kaya gitu.”

“Apa mungkin dia suka sama kamu ya? Hahaha saya jadi tertawa mendengarnya.”

“Nggak tau Pak, itukan tergantung perasaan dia. Kalau saya sih suka aja sama wanita itu. Dia cantik serta sopan orangnya.”

“Lebih baik kamu dekati dia saja, siapa tau dia jadi suka sama kamu.”

“Tapi restunya Pak?”

“Tenang saja, saya sudah merestui kalian berdua.”

“Makasih Pak. Oh iya, saya mau pulang dulu.”

“Iya, sama-sama. Hati-hati dijalan ya, Nak.”

“Iya Pak.”

*****

Situasi Hati (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang