Bab 5

16 15 3
                                        

Hari-hari Amira dilalui dengan indah dengan kehadiran dari seseorang yang bernama Fajar, Pacarnya. Kisah mereka selalu bahagia tanpa adanya pertengkaran dan kesedihan. Mereka berdua saling mengerti akan sifatnya masing-masing, walaupun banyak yang tidak setuju dengan hubungan mereka karena sekelas tetapi Fajar dan Amira yakin bahwa cinta san kasih sayang itu akan selalu ada.

Setiap hari Fajar selalu mengantar Amira dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Semua hal itu dilakukan karena perasaan sayangnya kepada wanita yang telah membuatnya nyaman serta bahagia.
"Makasih ya sudah ngantarin aku ke rumah."

"Santai saja kali kan kamu pacarku."

"Tapikan aku nggak enak selalu diantarin terus."

"Aku kan pacarmu masa kamu kaya nggak enak gitu sama aku?"

"Ya aku nggak enak aja."

"Nggak usah tapi-tapian! Aku akan selalu mengantarmu Ok."

"Iya-iya. Aku mau."

"Begitu dong."

Lalu Fajar pun pulang dan Amira masuk ke dalam rumahnya.

*****

"Kok aku jadi rindu sama dia padahal sudah ketemu disekolah."

Amira merasa rindu dengan Fajar, itulah rasa yang selalu muncul setelah ia masuk ke dalam rumah seusai pulang sekolah. Suasana kamar sepulang sekolah terasa sepi, ia coba membuka Handphonenya dan Mengetik sebuah pesan untuk pacarnya.

Amira : Sayang, aku rindu. Kapan kita bisa ketemu lagi dan jalan bersama?

Pesan itu terkirim dan dibaca langsung oleh Fajar. Fajar pun membalas pesannya tersebut.

Fajar : Kamu ini aneh-aneh aja sih. Kan kita sudah ketemu disekolah masa kamu mau minta kita ketemu lagi terus jalan-jalan?

Amira : Iyadeh, maaf ya.

Fajar : Iya.

Ia mengerti bahwa Fajar pasti sibuk untuk Les Bahasa Inggris dan kegiatan lainnya. Amira pun tak terlalu bisa mengekangnya karena pacarnya pun butuh kebebasan seperti teman-temannya yang lain.

*****

Seseorang mengetuk rumah Amira pada sore hari. Suasana rumahnya sepi dan kelihatan sedang tidak ada orang. Pintu pun terbuka dan keluarlah Amira dari rumah tersebut.

"Eh, kamu Fajar. Mari masuk ke dalam rumahku."

"Iya Amira."

Didalam rumah mereka berdua berbincang-bincang tentang pelajaran. Ditengah pembicaraan, Fajar meminta Amira untuk membantunya mengerjakan tugas dari ibu guru.

"Eh, Amira. Aku boleh minta tolong nggak sama kamu?"

"Boleh, emangnya mau minta tolong apa?"

"Kerjain tugas aku bisa nggak? Kan kita berdua sekelas juga kan."

"Hmm boleh deh kamu kan pacarku."

"Makasih Sayang."

"Iya, sama-sama."

"Oh iya, aku pulang dulu ya soalnya masih ada urusan."

"Iya, hati-hati dijalan."

"Oke deh sayang."

Fajar lalu pulang dan Amira menerima telepon dari temannya, Farah.

"Hallo, Assalamu'alaikum Amira."

"Wa'alaikumussalam, Ada Apa Farah? Kok kamu tumben banget telepon aku?"

"Jadi gini, aku mau nanya nih."

"Tanya aja nggak papa, nggak usah sungkan juga kali."

"Kamu tadi disuruh sama si Fajar kan buat ngerjain tugas dia?"

"Iya, emangnya kenapa?"

"Hmm, kamu nih jangan mau disuruh sama dia."

"Emangnya kenapa, nggak boleh? Kan dia pacarku."

"Iya, aku tau itu tapi dia itu cuma memanfaatkan kamu aja. Kamu kok nggak nyadar sih?"

"Nggak mungkin kan dia sayang sama aku."

"Cuma kata doang kan bukan pembuktiannya."

"Yang pastinya aku lebih percaya dia daripada kamu."

"Ya sudahlah kalau kamu nggak percaya, aku tutup telepon aja."

Kemudian suara telepon itu terputus.

"Kenapa sih Farah itu? Heran deh aku sama dia."

*****

"Huh, lelahnya."

Buku-buku yang berisi tugas pelajaran itu tergeletak dimeja dan semuanya sudah dikerjakan termaksud tugas rumah Fajar. Amira kemudian berpikir tentang perkataan dari sahabatnya Farah.

"Iya, aku tau itu tapi dia itu cuma memanfaatkan kamu aja. Kamu kok nggak nyadar sih?"

Kata-kata itu terus terpikirkan olehnya, ia yakin bahwa Fajar itu baik dan tak akan membuatnya kecewa.

Disaat itu juga dia tertidur dan mendengarkan suara banyak orang yang menyalahkan Fajar.

"Kamu harus sadar, bahwa dirimu hanya dimanfaatkan sama dia. Dia nggak tulus mencintai kamu, pergilah dan lepaskan Fajar."

Seketika Amira bangun dari tidurnya dan dia bingung terhadap kejadian yang baru saja dialaminya.

"Ya allah, ada apa ini? Kok aku jadi gini sih? Ah, sudahlah. Aku nggak usah terlalu mikirin itu."

*****

Situasi Hati (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang