𝓢𝔀𝓮𝓮𝓽𝓮𝓼𝓽 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓢𝓸𝓾𝓻
» Ini akhir pekan, laki-laki berbalut kaus putih lengan pendek dan training bawahan itu lebih memilih mengisi waktu luangnya dengan lanjut membereskan barang-barang perabotan rumahnya. Keluarga mereka tidak mempunyai pembantu atau bawahan, jadi butuh beberapa lama untuk benar-benar membuat barang pindahan tertata di tempat barunya.
“Tumben,” Begitu lontar kakak laki-lakinya, Ham Seungjin. Wonjin sudah lelah habis lari pagi keliling komplek lalu beres-beres, jadi ia tak termakan oleh tawaran ribut dari hyungnya yang berupa kata-kata ejekan untuknya.
“Lo udah makan?” Seungjin kembali bersuara, membuka percakapan diantara keduanya di ruang tengah.
“Belum, nanti habis ini gue mau keluar nyari makan. Eomma sama appa juga lagi keluar jadi gak bisa siapin sarapan pagi-pagi.” Begitu jawabnya.
“Bagus—”
“Gue gak terima titipan ya, kalo lo mau cari makan keluar sendiri! Punya badan kok gak gerak.”
Kira-kira beginilah ekspresi Seungjin sekarang ☺. Beginilah kalau punya adik laki-laki. Pedas, banyak sambel.
“Haah, yaudahlah. Nanti kalo lo keluar pintunya gausah dikunci, pagernya juga, tutup aja.” Seungjin berlalu ke lantai atas kamarnya sambil menggaruk rambutnya. Kakak laki-laki itu bahkan sudah tertolak sebelum menyatakannya. [Seperti kisah cintanya siapa? :Readers]
Wonjin buru-buru menyelesaikannya, sekarang bahkan barang-barang sudah terlihat rapi di tempatnya. Ia jadi merasa kalau ia tak mau pindah ke tempat lain lagi kalau begini merepotkannya.
Ia mengusak rambutnya dengan gerakan ke atas kepala, mengambil dompet dan ponselnya lalu bergegegas keluar, perutnya sudah lapar minta diisi. Sebelum tepat ia keluar pintu rumahnya, ia menengok ke lantai dua dari bawah, melihat tak adanya tanda-tanda kehidupan disana. Wonjin menggelengkan kepala, ia menutup pintu lalu keluar pagar dan menyelopnya.
Tak tahu pasti, hyungnya sedang bersiap untuk keluar atau— kembali tidur di kamarnya.
Ia berjalan kaki mencari makan, dia kan orang baru disini, mana tau tempat yang buka pagi-pagi menjual sarapan.
“Wonjin!” Sebuah seruan membuatnya menengok tanpa dramatis scene, ia tahu suara itu. Lee Eunsang. Dahinya mengerut, tumben si pemilik rambut merah ini berteriak.
“Kau habis lari pagi? Tapi ini kesiangan tau,” Sahutnya setelah sudah berada di salah satu sisi Wonjin, dan suaranya kembali melembut, seperti Eunsang yang biasanya. Lelaki apel itu memakai kaus hitam panjang bawahan training dan bando kepala didahinya.
“Udah dari tadi sih, sekarang mau cari makan. Sendirinya?”
“Sama, nyari makan. Yaudah bareng aja, sekalian. Omong-omong, kau tinggal di komplek ini?” Keduanya berjalan beriringan, menyamakan langkah agar sejajar untuk berbincang.
Wonjin mengangguk, “Di komplek D.” lanjutnya memperjelas.
“Wah, belum pernah ketemu yang lain?” Dahi Wonjin mengerut, yang lain maksud Eunsang ini siapa? Masa teman sekolahnya, kan dia baru disini jadi tidak punya teman selain teman-teman yang ia temui di sekolahnya.
“Aku kan masih baru kenal teman—”
“Dongpyo, Junho, emm siapa lagi ya kiranya, ah! Yunseong juga di komplek ini,”
Wah, Wonjin jadi sadar kalau Gwangju itu orang-orangnya tidak banyak. Pantas ia sering bertemu orang yang dikenalnya. Kemarin pun bertemu Saera dan Mingyu di rumah makan tteok, sekarang malah jadi tau kalau ia satu komplek dengan orang yang disebut Eunsang tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓢𝔀𝓮𝓮𝓽𝓮𝓼𝓽 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓢𝓸𝓾𝓻 | 함 원진
FanfictionDi hari pertama Wonjin pindah ke sekolah baru, ia malah terlambat bersama laki-laki badung lain yang langganan terlambat demi menggoda Saera, wakil ketos yang lebih disiplin dari guru konseling sekolahnya. "Maaf soal kunciran tadi, habis lo cantik...