𝓢𝔀𝓮𝓮𝓽𝓮𝓼𝓽 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓢𝓸𝓾𝓻
» Tadinya, Saera ingin mengambil kuncir rambutnya dari Wonjin, tapi sudah waktu pulang sekolah begini, anak laki-laki itu bahkan belum terlihat batang hidungnya di kelas. Padahal tasnya pun masih di bangkunya. Memang sih, tadi ada jam mata pelajaran yang kosong, tapi anak itu malah pergi keluar kelas.
Kayanya Wonjin lupa minggu depan ada ujian, bukannya belajar, ia malah kabur dari kelas kan.
Tidak masalah sih kalau ia tidak meminta kuncirannya kembali, toh dirumahnya juga banyak ikat rambut polos yang sama persis dengan yang diambil. Tapi, buat apa juga ikat rambutnya ditahan oleh Wonjin dia kan laki-laki.
“Hah hah, untung belum pulang, maaf ya. Ini kuncirannya.” Bagai pucuk di pinta ulam pun tiba, padahal gak lagi diomongin -cuma dipikirin- Wonjin sudah datang ke kelas. Sudah begitu, dia kelihatan lelah seperti habis lari-larian.
“Kenapa capek gitu?” Tanya Saera memastikan. Dicari-cari pun nggak ada anak ini, begitu muncul Wonjin kelihatan ngos-ngosan seperti habis berurusan sama anjing tetangga.
“Tadi habis dari perpus pinjem buku,” Saera mengangkat satu alisnya, tak yakin kalau ceritanya hanya berakhir sampai situ juga.
“Terus ketemu sama Mahiro sama temen-temennya, katanya dia minta kunciranmu.” Wonjin membenarkan posisi tasnya terlebih dahulu.
“Terus ku bilang aja gak bisa. Aku yang simpan aku juga yang kembalikan. Terus kabur, eh mereka malah ngejar.” Wonjin mengakhiri ceritanya, dan sekarang mulai memakai sepatunya. Di sekolah kan ia pakai sendal selop.
“Kau pasti beritahu mereka kalau kunciranmu ada di aku kan?” Saera mrngangguk kecil.
“Maaf,” Wonjin menaikkan kedua alisnya.
“Apasih, gak perlu minta maaf kali. Kan memang aku yang mengambil kunciranmu”
Saera megangguk lalu berlanjut membenarkan tali sepatunya. “Kau masih dikejar mereka?”
“Kayanya enggak. Mau pulang bareng?” tawar Wonjin.
“Boleh deh, ke kelasnya Mingyu dulu ya.” Wonjin tersenyum kecil lalu mengangguk, membiarkan ia berjalan bersisian dengan Saera keluar kelas sambil menyisir rambutnya kebelakang yang basah habis kejar-kejaran.
Wonjin ngapain sih kayak begitu :) —Saera
Wonjin memberhentikan langkahnya, soalnya Saera juga jalannya daritadi menunduk terus disebelahnya.
“Mingyu kelas berapa?” Tanya Wonjin.
“2-3.”
“Kita kelewatan tau, kau lagi sakit? Daritadi juga nunduk terus.” Saera dengan cepat berbalik dan mengangkat kepalanya, lalu dengan cepat berjalan balik arah karena kelas sahabatnya terlewat.
Ia malu! Tentu saja, bisa-bisanya jalan gak pakai mata. Cuma gara-gara gak mau Wonjin ketangkap matanya. Hari ini kan laki-laki itu lagi aneh, terus mengutuknya jadi batu sedari pagi. Saera akhirnya berjalan sambil memukul-mukul kepalanya.
“Udah, jangan dipukulin nanti kepalanya sakit.” Wonjin menahan tangan Saera dengan menggenggam pergelangannya. Tuhkan!
Mingyu keluar, dengan beberapa teman sekelasnya juga. Mereka malu-malu sepertinya kalau berhadapan dengan Saera, pengecualian dengan Mingyu sendiri. Anak itu yang tadinya ingin menyapa, begitu melihat tangan Wonjin jadi urung.
“Asik, kayanya traktiran nih!” Malah seperti itu kalimat yang muncul.
» “Gak percaya tuh, kalau gak ada hubungan apa-apa,” Oceh Mingyu setelah mereka dapat duduk di bus sepulang sekolah.
Mereka bertiga duduk sendiri-sendiri, Saera buru-buru memakai earphonenya dan Wonjin sudah tenang duduk sambil menamatkan buku bahasa Jepangnya.
“Berisik Gyu.” Protes Saera yang memang duduknya di belakang Mingyu, sedangkan Wonjin duduk di belakang Saera di posisi pinggir.
Mingyu menoleh ke belakang, melihat sahabatnya sibuk menguncir rambutnya. Padahal hasilnya pun tetap nggak rapi, biasanya juga Saera menguncir rambutnya pagi-pagi, sekarang di bis ia malah menguncir rambutnya.
“Tadi pagi gak dikuncir, padahal kuncirannya ada.” Begitu lontar Mingyu, Wonjin mengangkat pandangannya dari buku lalu melirik ke Saera.
“Tadi pagi ilang,” Jawab Saera sekenanya. Dan Mingyu malah mengangguk saja.
“Gerah?” Saera menengok kebelakang lalu mengambil ancang-ancang agar kuncirannya tidak kembali di ambil oleh Wonjin. Sedangkan Mingyu sudang anteng dengan ponselnya.
“Mau gerah atau gak gerah, ini punya aku ya! Jangan ngambil kunciran orang sembarangan!”
Anehnya, Wonjin malah melanjutkan acara baca bukunya, tidak juga mengambil kunciran Saera.
“Galak.” Gumam Wonjin bercanda yang masih dapat di dengar Saera.
“Emang, baru kenal?” Balas Saera dengan gumaman yang ia sengajakan. Pura-pura bergumam sendiri sambil memasang earphone kembali.
Wonjin melirik, perempuan di depannya ini memang benar-benar bisa dengan gampangnya mengambil perhatian seluruhnya.
Ia menggeleng kecil sambil tersenyum, ia ingin membalasnya dengan ucapan gemas namun ia urungkan.
» Selesai mandi dan membereskan buku belajar, Wonjin memegang ponselnya. Ada yang ingin ia lakukan namun masih tidak yakin.
Wonjin memutuskan untuk menyalakan ponselnya dan membuka room chat line dengan seseorang.
Wonjin
Maaf soal kunciran tadi |Habis lo tambah cantik |
kalo dikuncirHah gila banget deh! Ia mau tarik pesan tapi kesannya ga cowok banget gitu. Yaudahlah biarin aja.
“Wonjin, siap-siap ya anter hyung.” Wonjin mengerutkan keningnya, siap-siap buat apa? Lagian ini sudah malam. Seungjin juga berangkatnya besok kan.
“Wae eomma?”
“Anter Seungjin ke stasiun, dia beli tiket buat malem ini soalnya.” Jelas eommanya.
Wonjin bangkit dari duduknya dan keluar pintu kamarnya untuk ke kamar sebelahnya, kamar hyungnya.
“Katanya besok hyung?” Tanya Wonjin yang kepalanya sudah menyembul di pintu kamar Seungjin yang tidak tertutup. Wajahnya biasa saja melihat hyungnya yang baru saja mengepack barang-barangnya masuk koper. Memang, kebiasaan.
“Salah baca jadwal keberangkatan, udah sono lu siap-siap aja.”
“Hiih kebiasaan. Untung gue belum tidur, kayak Taeeun lu hyung.”
Hm, hai✨
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓢𝔀𝓮𝓮𝓽𝓮𝓼𝓽 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓢𝓸𝓾𝓻 | 함 원진
FanfictionDi hari pertama Wonjin pindah ke sekolah baru, ia malah terlambat bersama laki-laki badung lain yang langganan terlambat demi menggoda Saera, wakil ketos yang lebih disiplin dari guru konseling sekolahnya. "Maaf soal kunciran tadi, habis lo cantik...