𝓢𝔀𝓮𝓮𝓽𝓮𝓼𝓽 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓢𝓸𝓾𝓻
» Matanya masih berat sejak ia pertamakali mencoba membukanya sesaat setelah mendengar jam weker miliknya berdering terasa begitu kencang dan mengagetkannya. Hari ini adalah satu hari sebelum hari terakhir ujian besok. Ia sendiri tidak tahu kenapa matanya bisa seberat ini, walaupun sudah disiram air beberapa kali.
“Kenapa, kecapean?” Bukan ibunya yang bertanya, melainkan ayahnya yang sudah duduk di mejanya. Saking pulas tidurnya, alarm pertamanya pagi-pagi terlewati tanpa kesadarannya sedikitpun, makanya hari ini kemungkinan ia kesiangan sedikit.
Maksudnya, ini kan hari ujian. Kalau hari biasa jam segini juga masih terbilang pagi.
“Gitu, nurun kamu. Gara-gara kebanyakan baca gak inget waktu kan jadi gini.” Protes ibunya sambil mengolesi roti milik suaminya. Wonjin sedaritadi belum mulai menyentuh makanannya, masih sibuk menguap.
“Bukannya gak suka, tapi daripada kamunya yang sakit. Sekali-kali dong dengerin eomma. Sekarang kita dirumah cuma ada kamu, Seungjin udah di Seoul, jangan buat eomma khawatir gini deh.”
Kenyataannya, berkali-kali Wonjin menuruti apa yang ibunya inginkan.
“Mm, iya-iya eomma. Lagian Wonjin cuma kecapean, ini bukan sakit,” Ralat anak itu.
“Tuh, giliran di nasihatin kamu malah ngeyel begini.”
Yaudah ayuk berangkat sekolah aja langsung, salah apa Wonjin. —Wonjin dan hatinya part kesekian kalinya.
Wonjin buru-buru menegakkan badannya dan memegang roti tawar sebagai sarapannya, tidak lupa ia olesi selai cokelat kesukaannya dan mulai makan dengan lahap. Agar tidak banyak dikomentari ibunya.
Setelah menyelesaikan sarapannya, ia kemudian bangkit dan berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
Sebenarnya, ayahnya menawarinya tumpangan pagi ini, tapi ia menolak secara halus. Bukannya tidak mau, tapi Wonjin tau kalau kantor ayahnya berlainan arah dari rute sekolahnya. Masa ia biarkan ayahnya memutar demi ke sekolahnya dulu. Lebih baik ia naik bus kesana kan.
“Eh, ini kebanyakan uangnya appa,” Ia membagi dua uang sekolah yang diberikan ayahnya lebih banyak dua kali dari hari biasanya.
“Gapapa, anggap aja itu bonus,” Wonjin mengangkat alisnya dan membuka mulutnya seperti huruf O lalu mengangguk kecil.
“Makasih kamu keliatan nurun appa juga, ga cuma nurun eomma.”
Ha? Harusnya Wonjin tanya nih, semalam ibunya kasih tonton ayahnya acara apa di tv. Tumben-tumbenan jadi begini bicaranya.
“Udah sana kamu berangkat aja, nanti kesiangan. Nanti juga bisa-bisa eomma gemes pengen ndusel-ndusel kalian berdua.”
Oh, Wonjin mengerti. Sifat normalnya pasti menurun dari ayahnya, dan kegemasan dan lain-lain menurun dari ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓢𝔀𝓮𝓮𝓽𝓮𝓼𝓽 𝓽𝓱𝓪𝓷 𝓢𝓸𝓾𝓻 | 함 원진
FanfictionDi hari pertama Wonjin pindah ke sekolah baru, ia malah terlambat bersama laki-laki badung lain yang langganan terlambat demi menggoda Saera, wakil ketos yang lebih disiplin dari guru konseling sekolahnya. "Maaf soal kunciran tadi, habis lo cantik...