Chapter 2; Hell Princess

1.3K 246 133
                                    

Suasana Neraka, seperti biasa selalu seperti itu, dengan 'langit' berwarna merah gelap diselingi kilat-kilat menyambar berwarna hitam, aura mencekam dan juga kegelapan berada si setiap sisi karena iblis tidak butuh cahaya untuk melihat dengan jelas. Mereka bahkan cenderung membencinya, seperti sebagaimana ketentuannya.

Di depan pintu lapisan pertama Neraka di mana para roh diseleksi untuk ditempatkan di mana mereka akan di hukum, Neraka lapis pertama, dua, tiga, empat, lima, enam atau tujuh?

Roh-roh itu berbaris, menunggu giliran untuk dihitung dosa mereka sehingga penempatan penghukuman bisa ditetapkan sekaligus berapa waktunya. Wajah mereka resah dan ketakutan, ada bayang penyesalan yang mendalam atau kemarahan tak wajar.

"Berdoa saja kau tidak ditempatkan di Neraka lapis ke tujuh." Jimin berujar singkat dan datar pada roh yang di antarnya ke depan gerbang Neraka. Si malaikat maut itu membiarkan roh tadi diseret dua penjaga gerbang untuk masuk. Bentuk mereka hitam besar dengan wajah mengerikan dan mata yang nyalak. Para roh manusia itu akan ketakutan dan mencoba kabur dari para penjaga gerbang, kadang kala, Jimin atau Malaikat maut yang lain harus turun tangan untuk mendapatkan roh itu kembali dan memaku mereka di barisan.

Malaikat maut adalah satu-satunya jenis malaikat yang bisa menginjakkan kali di Neraka meskipun hanya sampai di Neraka lapisan ketiga, tapi meskipun seperti itu, urusan mereka tidak membuat harus pergi sedalam itu, jadi tidak ada yang pernah pergi lebih dari lapisan Neraka pertama.

Semakin dalam lapisannya, semakin berat pula siksaan yang para roh itu dapatkan. Apalagi di Neraka lapis ketujuh, di sana juga menjadi tempat tinggal para iblis bangsawan atau iblis tingkat tinggi, terutama Lucifer dan keturunannya.

Di Neraka lapis ketujuh, di sanalah istana Raja Iblis itu berada.

Di 'aula perhitungan' di depan gerbang Neraka lapis pertama para Hakim Neraka itu, terlihat bosan dengan buku tebal nan besar di hadapan mereka.

"Aku lelah," salah satu dari ketiganya berujar lalu menutup buku itu dengan kasar.

"Kapan kita akan istirahat?" Lanjutnya kesal.

"Ey, kau lupa ini baru tahun ketujuh? Masih ada tiga tahun lagi sebelum pergantian sesi," teman sesama hakim di sebelah kanannya berujar dengan santai, nampak tekun membaca buku besarnya kemudian memanggil nama salah satu roh untuk ia hitung dosannya dan menanyakan beberapa alasan untuk dipertimbangkan, prosesnya akan singkat jika si roh mampu berkerja sama dan akan lama jika si roh terlalu banyak basa-basi atau malah mengelak dari dosanya sendiri.

Begitu seterusnya, tak ada habisnya karena ada saja orang yang mati setiap hari.

Dan mereka hanya bertiga.

Ah, sial.

"Aku bersumpah setelah shift-ku selesai, aku akan ke dunia manusia dan bersenang-senang," ujar si hakim di tengah dengan nada berapi-api. Memang, iblis tetaplah iblis, hanya ada kesenangan di otak mereka.

"Sebaiknya kau buka bukumu lagi, tidak ingat jika Yang Mulia Raja akan berkunjung dan mengecek pekerjaan kita?" Si hakim sebelah kiri nyeletuk dan membuat kedua temannya mengerang bersamaan.

"Aku harap Raja datang bersama istri atau putrinya," lagi, si hakim tengah berujar dengan nada penuh harap.

"Mungkin saja dengan memandang Ratu atau Putri, aku akan bersemangat kembali," Lanjutnya dengan ekspresi aneh.

"Hentikan khayalan mesummu itu, dasar iblis,"

"Kau juga iblis bodoh!"

.

.

.

Di Neraka lapis ketujuh, tepatnya istana sang Raja Neraka. Sosok satu-satunya putri di antara puluhan putra Lucifer adalah yang paling mencolok. Terlebih, dia adalah anak pertama dan lahir dari rahim sang Ratu.

Angel with Black WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang