Chapter 11; Sins

439 106 59
                                    

"Jimin, kau tahu apa kesalahanmu?"

Jimin mengangkat kepalanya, posisinya yang bersimpuh membuat ia harus mendongak untuk menatap sosok di hadapannya–Azriel, pemimpin para malaikat maut yang dalam pandangan kurang ajar Jimin–hanya seorang pria tukang malas-malasan yang nasib percintaannya kelewat menyedihkan. Sudah lima ribu tahun lamanya mengejar cinta Ariel–adik termuda dari Michael, namun tidak kunjung membuahkan hasil.

"Aku tidak tahu," Jimin menjawab dengan ekspresi datarnya yang biasa, ia bahkan berani untuk menatap Azriel secara langsung di mana hanya golongan tertentu yang bisa melakukannya. Azriel terlahir dengan imej yang mengerikan, dia adalah yang paling diwaspadai setelah Lucifer. Nyawa manusia baginya hanya mainan, satu ayunan sabitnya dapat menarik nyawa seribu orang sekaligus.

"Aku tidak punya kesalahan." Lanjut Jimin.

Hening...

Deretan Malaikat Maut bawahan langsung Azriel nampak kehilangan kata, mereka berdiri kaku di tempat mereka, berjejer kanan dan kiri di dalam aula dengan Azriel yang duduk di singgasananya.

"HAHAHAHAHAHAHA!" Keheningan itu dipecahkan oleh tawa membahana dari Azriel.

Jimin memutar bola matanya malas.

Setelah Azriel berhasil menghentikan tawanya dengan sedikit usaha, ia pun kembali memandang Jimin.

"Jiwa-jiwa itu lari dan kau tidak bisa menemukannya, itu bukan salahmu?" Meskipun nada yang digunakan Azriel terkesan sangat santai, namun itulah yang paling menyulitkan para bawahannya, mereka tidak tahu kapan pria itu serius dan bercanda, keduanya sama rata. Jika salah menanggapi, malaikat pencabut nyawa pun bisa berakhir dicabut nyawanya.

"Aku akan mendapatkan mereka,"

"Kau bukan lagi pemburu jiwa,"

"Ini baru satu hari,"

"Lalu kau akan mengabaikan tugasmu?"

"Tidak ada yang butuh penanganan khusus, aku bisa meminta junior bimbinganku melakukanya,"

"Dia gagal dalam misi pertamanya, dia belum resmi,"

"Aku mengambil semua tanggung jawab, dia bisa tetap resmi bertugas sesuai rencana,"

"Sangat beresiko. Kau harus tetap mengawasinya,"

"Aku tidak-"

"Deal?"

"Deal,"

"Baiklah, selesai. Kau bisa pergi."

Jimin langsung berdiri, ia membungkuk singkat kemudian berjalan keluar dari aula utama kastil tempat Azriel tinggal. Kastil itu terletak di pusat Surga tingkat pertama, tidak begitu besar dan suram, sangat mengherankan apakah itu bangunan yang berada di surga atau di neraka. Meskipun terkesan biasa saja, kastil tersebut terkenal sebagai pusat pemerintahan yang paling sulit diakses, paling rahasia dengan keamanan tingkat tinggi karena informasi-informasi tentang kelahiran, kematian dan juga reinkarnasi bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan topik pembicaraan di meja makan.

Azriel seperti biasa, tidak bertele-tele dan langsung pada poin yang akan membuat dirinya menang. Dia tidak suka dibantah namun, dia senang dengan jenis bawahan yang suka membantah karena dia paling semangat kalau urusan berdebat.

Azriel hidup seperti makhluk tanpa keinginan dan ambisi, dia malas dan bosan sehingga seleranya kadang berada di luar jangkauan. Sangat mengherankan dia mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Satu-satunya hal masuk akal dari dirinya adalah jatuh cinta pada Ariel yang dicintai oleh seluruh surga. Meskipun tetap mengejarnya setelah ditolak tak terhitung jumlahnya, membuatnya tetap tidak masuk akal.

Angel with Black WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang