Chapter 10; Soul Hunter

405 108 57
                                    

Menjadi Malaikat Pemburu jiwa berarti menghabiskan waktu untuk berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Tidak ada rumah atau tempat tinggal tetap, mereka bergerak sesuai jiwa-jiwa pelarian yang harus mereka tangkap.

Di markas pusat, malaikat-malaikat maut yang bertugas mendeteksi keberadaan jiwa yang lari memberikan instruksi, membuat mereka yang bekerja di lapangan dapat menentukan arah mana yang harus mereka ambil.

Di saluran komunikasi Malaikat Maut, Jimin tengah berbincang dengan rekannya dari Malaikat Pemburu Jiwa. Minhyuk, salah satu Malaikat Pemburu Jiwa yang bertugas di markas pusat bagian pelacakan jiwa.

"Jimin, kau bisa menyerahkan ini pada kami,"

"Hantu-hantu yang mengacau itu mungkin tanggung jawab kalian. Tapi roh baru yang melarikan diri, aku harus menangkapnya dengan tanganku sendiri,"

"Kau yakin?"

"Kau meragukan kemampuanku?"

"Hahaha tidak tentu saja. Aku bahkan masih berharap kau akan kembali pada kami. Markas terasa sangat sepi setelah kau dipindahtugaskan,"

"Seolah aku pembuat lelucon atau apa. Sudahlah, aku harus bergerak sekarang,"

"Kau butuh bantuan?"

"Aku akan menghubungimu jika iya,"

"Baiklah, semoga berhasil Jimin!"

"Ya, terima kasih."

Jimin memutuskan saluran komunikasi di kepalanya dan pandangan datarnya pun terarah pada Lucia yang berdiri dengan ekspresi tanpa dosa di wajahnya.

"Kau yakin ini tempat yang benar? Bagaimana bisa mereka pergi sejauh ini?" Lucia bertanya dengan pandangan menyeluruh pada sekitar, di mana gedung-gedung pencakar langit tidak lagi terlihat sejauh mata memandang.

Lucia memperhatikan ekspresi Jimin dan dengan kilat menarik kacamata Jimin kemudian meleburkannya.

Gadis itu tampak tersenyum senang, kelihatan sangat puas dan Jimin pun hanya mendengus kesal dan melanjutkan perjalanannya. Meskipun kacamatanya di lepas, tidak akan ada manusia yang melihatnya karena tempat ini terlalu tidak manusiawi, tidak ada makhluk fana yang cukup berani kemari kecuali untuk hal-hal tertentu yang tidak perlu dijelaskan.

Seperti yang dikira, Lucia langsung menyusulnya.

"Kau bahkan tidak ragu sama sekali," dapat Lucia simpulkan bahwa pria itu benar-benar murni bertindak sendiri.

"Ah, aku lupa. Kau kan mantan Elit Pemburu Jiwa,"

Jimin hanya meliriknya.

"Aku tidak bodoh, kemampuanmu terlalu berlebihan untuk ukuran Malaikat Maut biasa."

Lucia memang tidak tahu sebanyak itu tentang Malaikat maut, karena mereka bahkan adalah golongan malaikat yang paling tertutup. Tapi sangat mudah mengambil kesimpulan itu dilihat bagaimana dengan mudahnya Jimin memisahkan rantai pengikat jiwanya menjadi beberapa bagian untuk mengingat roh-roh yang dia tangkap. Tidak ada Malaikat Pencabut Nyawa yang melakukan hal tersebut semudah menginjak rumput liar, selain mereka yang berasal dari para Elit Pemburu Jiwa.

Elit Pemburu Jiwa sangat sedikit yang mengetahuinya, apakah itu Iblis atau Malaikat, mereka tidak benar-benar mengetahui bagaimana organisasi itu selain mereka yang berada di organisasi itu sendiri. Lucia bisa tahu karena bagaimanapun juga, dia adalah putri dari Raja Neraka. Ayahnya mengetahui seluk-beluk tiga dunia dan dapat dengan enteng menceritakan kisah rahasia selayaknya dongeng pengantar tidur belaka.

Lucia mulai pegal berbicara dengan Jimin yang benar-benar irit bicara. Seolah harus dipancing dulu amarah pria itu agar suaranya keluar.

Jimin bahkan terus mengabaikan keberadaannya di saat mengejar sembilan jiwa yang kabur itu.

Angel with Black WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang