Di Pantai Ini, Nanti ..

5 0 0
                                    

Halo!
Perkenalkan, namaku Mydas!
Kalian pasti sudah mengenalku, berani jamin, deh. Nama lengkapku Chelonia Mydas. Apa? Masih belum kenal juga? Haha baiklah, kalian biasa menyebutku Penyu Hijau. Iyaa .. Yang banyak muncul di film itu. Sudah ingatkah? Nah, ini adalah kisahku dan saudara-saudaraku. Tentang sebuah naluri serupa janji, yang mengikat Kami semua.

- - -

Trik. Tik. Hore! Sebentar lagi berhasil! Krek .. Ah .. Akhirnya! Setelah perjuangan lama, Aku bisa juga memecahkan cangkang telurku. Sekarang tinggal bagaimana mengeluarkan tungkai dan badanku. Ukh, sulit juga! Lelah rasanya. Sambil beristirahat, Aku memutuskan untuk mengamati keadaan di sekelilingku.

Waah .. Dimana ini? Gelap, namun hangat! Di sekitarku banyak terdengar suara cangkang yang dipecahkan juga!

"Halo!" lirihku berkata.
"Ada seseorang di sana?"

Kenapa tidak ada yang menyahut ya? Ah, tapi Aku masih penasaran.

"Haloo!" Kataku lebih kencang. Wah, tungkai depanku bisa keluar! Senangnya!
Crik. Trek. Eh, suara itu?

"Halooo... Apakah kamu sedang memecahkan cangkang telur juga, sepertiku?" teriakku kini.

"Hai! Apa kamu sudah bisa keluar?"

Akhirnya ada yang menjawab! Suaranya seperti teredam sesuatu, ah, mungkin itu yang membuat di dalam sini terasa gelap.

"Belum, baru kepala dan sirip depanku saja." jawabku, sambil mencoba menghentakkan kaki belakang. Krek! Ah, sepertinya hampir bisa.
"Apakah kamu sama sepertiku?" tanyaku lagi.

"Iya .. Ukh. Yes! Tungkai belakangku bebas!" terdengar suara cangkang pecah berbarengan dengan dia berbicara.

"Apakah di dalam sini hanya ada Kita berdua?" iya, sungguh Aku penasaran!
"Namaku Mydas, namamu siapa? Sebenarnya kita dimana? Apakah kita, ukh, ya! Akhirnya tungkai belakangku bebas dua duanya! Eh, apakah kita, bisa keluar dari sini?"

"Wow, wow, satu-satu, dong!"
Tik. Tcik. Krek!
"Aah .. Akhirnya tungkai depanku bebas! Well, Mydas, sebenarnya hampir semua jawaban pertanyaanmu bisa kau tanyakan pada dirimu sendiri. Kalau namaku, sih, Kacchua."

"Tanya pada diriku sendiri, maksudmu bagaimana, Kacchua?"
Astaga, cangkang telur ini cuma membungkus badanku saja! Aku merasa seperti memiliki dua karapas.

"Iya, tanya pada dirimu sendiri. Kita dimana, kita harus kemana, dan kita harus berbuat apa. Namanya Naluri. Dia akan menjawab semua pertanyaanmu." pungkas Kacchua sambil terengah. Nampaknya Dia sedang berusaha keras untuk keluar.

"Hmm .. Baiklah. Aku akan coba." Mydas pun terdiam.

"Ah! Kacchua! Aku tahu jawabannya!!" tiba-tiba Mydas berteriak sambil menendang lepas cangkang telur terakhir. Agak heran, mengapa sekarang rasanya lebih terang, ya?

"Halo. Akhirnya bangun juga, Kamu." sahut Kacchua, diiringi suara kekehan Penyu lainnya.

"Kalau sudah bangun, sini keluar, mataharinya cantik sekali. Ah iya, perkenalkan, Aku Tartala." ajak sebuah suara lain.

Ah, keluar? Benar juga. Naluri itu tadi mengajarkanku untuk menggali ke atas. Menyingkirkan kegelapan ini. Baiklah. Hup! Uwaah! Cahaya apa ini? Cantiknyaa ..

"Hey, kamulah Tartala?" tanyaku pada Penyu berbadan besar. Yah, setidaknya, lebih besar dariku dan Kacchua. Di karapasnya terdapat selarik tanda hitam panjang, seolah membelah tulang cembung itu menjadi dua. Ah iya! Aku tahu kini. Kami adalah anak-anak Penyu yang baru menetas. Manusia memanggil kami Tukik. Sekarang kami baru saja keluar dari lubang pasir, tempat Ibu kami meletakkan telur-telurnya. Waah, dunia sangat indah! Aku mengerjap. Itu .. Di ujung sana, apakah yang berkilat-kilat itu tujuan Kami berikutnya?

30 Hari Menulis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang