Pt. 2

3.8K 425 58
                                    

Raena merasa hentakan kakinya telah bergema di sepanjang perjalanan pulang dari sekolah. Sungguh, ia tak mampu menghilangkan kekhawatiran ganjil yang diselimuti kekesalan tak terjelaskan akibat tidak melihat keberadaan Taehyung selama hampir seharian. Ia pasti sudah tertular pikiran miring.

“Ah, tidak-tidak.” Raena menggeleng. Mungkin ucapan Jimin benar bahwa ia sedang dimasa periode, bukannya mengalami pergeseran otak yang membuatnya memiliki pemikiran tak masuk akal.

Namun, amarahnya yang susah payah diredam mendadak ingin meledak lagi kala melihat siluet Taehyung didalam rumah melalui jendela. Manusia menyebalkan itu akhirnya terlihat juga.

Raena kini mempercepat langkahnya dan menerobos langsung pintu depan yang dibukanya kasar. “Darimana saja kau? Jangan katakan kau bolos.” Dadanya naik turun, perlahan mengatur ketenangan.
Taehyung berbalik lambat dibarengi kepulan asap dari benda yang terselip pada dua jarinya. “Sejak kapan kau begitu peduli? Juga paling tidak, aku punya alasan yang lebih baik dari membolos jika ingin menghindari sekolah. Aku tidak sekentara itu untuk menjadi siswa brandal.”

Tangan Raena mengepal sempurna. Tidak, bukan karena jawaban Taehyung, melainkan benda yang kini dihisap pemuda itu. “Buang benda itu atau aku akan menendangmu dari rumah ini!”

Taehyung tergelak. Ia mengetukkan puntung rokok pada asbak, menjatuhkan bekas-bekas putih disana. “Kukira kau tak senaif ini, Rae... ayahmu juga melakukan ini’kan? Bahkan lebih, kau tahu apa itu,”

“Aku tahu, diamlah.”

Kini punggung lebar pemuda itu telah bersandar pada sofa. “Lalu?”

Rahang Raena mengeras. “Lalu setidaknya ia tak memperlihatkan pemandangan seperti ini didepanku.”

“Kau semakin lucu saja,” Taehyung menukas, kali ini dengan segaris senyum tak berarti pada wajahnya. “Semua orang perlu mencari ketenangan. Dengan rokok, seks atau mungkin...obat-obatan lainnya? Kau sangat tahu apa itu’kan?”

“Diamlah. Jangan berlagak tahu segalanya.” Raena menjatuhkan kotak-kotak yang diberikan segrombolan gadis yang menemuinya di sekolah pada lantai. “Jangan juga memperjelas bahwa kau ingin mati perlahan didepan mataku. Dunia ini luas, kau bisa cari tempat dan orang tanpa kepedulian.”

Raena menghentak langkahnya menuju tangga lantai dua, meninggalkan Taehyung dengan kepulan asap yang berpendar pada ruang tamu.

Mendadak kehilangan hasrat untuk menghisap rokok tersebut, si Kim malah tersenyum getir.

Jadi kau masih memiliki kepedulian setelah semua ini?


●♤●


Taehyung meremas kertas- kertas beraneka warna juga berhias stiker-stiker bunga dan hati merah yang hampir membuatnya muntah. Terlepas dari isi surat itu yang menggelikan bahkan bentuk-bentuknya terlihat seperti kerajinan tangan gagal. Bahkan rasanya anak sekolah dasar dapat membuatnya lebih baik.

Jam yang menggantung pada dinding ruang tamu telah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Dan tentu bukan itu masalahnya, si Son keras kepala itu tak kunjung turun sejak petang tadi menghentak permukaan ubin tangga menuju lantai dua.

Semoga saja ia tak mati kelaparan di kamarnya

Taehyung hendak melenggang menuju kamar miliknya sebelum langkahnya mendadak terhenti.

‘Jaga aset kita.’

Perkataan ibunya kembali terngiang, layaknya rekaman rusak yang terputar berulang-ualng. Jadi setengah mengumpulkan niat, Taehyung kembali menuruni anak tangga, menyambar beberapa bungkus batang coklat yang Raena jatuhkan bersama surat-surat konyol tadi. Segera setelahnya, ia kembali menaiki tangga menuju lantai dua.


●♤●


Kelopak mata yang telah susah payah ia pejamkan lagi-lagi harus terbuka saat ketukan di pintu kamarnya terdengar beberapa kali. Bahkan Raena baru saja akan mencapai dunia mimpi kalau saja ketukan menjengkelkan itu tak terdengar.

“Hei Rae! Aku tahu kau tidak tidur jam sepuluh malam. Jangan berlagak sembuh dari insomniamu.”

Raena sukses mendecih.

Dasar penguntit

Namun, daripada disambut ketukan lebih keras dan kata-kata bijak khas Taehyung yang cukup menyakiti gendang telinga ia memilih membuka pintu kamarnya. Menemukan pemuda itu berdiri sambil menggenggam beberapa batang coklat.

Ah, coklatku

“Ada apa?” Raena segera memutus atensinya pada coklat menggiurkan yang tengah dibawa Taehyung.

“Jangan membawa barang-barang sampah kerumah.” Taehyung menyodorkan coklat batangan tersebut kepada Raena. “Terlebih, aku benci makanan manis, jika kau lupa.”

“Ini dari fansmu. Kuharap kau sudah membaca surat-surat penggemarmu, karena barang-barang itu telah memberatkan tasku.”

“Itu resikomu sendiri, sudah kubilang jangan membawa sampah ke rumah.”

Raena seakan kehilangan kata-kata. Adu mulut dengan laki-laki didepannya ini memang selalu panas bahkan  ia merasa dapat merebus air dengan kata-kata Taehyung yang menyengat.

“Kalau begitu jangan menabar pesona murahan, jadi kau tak akan mendapat sampah begini, dan merepotkanku untuk menjadi kurir pengantar barang dari fansmu!” Raena menyambar coklat dari genggaman Taehyung, segera berbalik meninggalkan sosok pemuda  yang temaram disinari lampu dari kamarnya itu.

Namun, Taehyung belum beranjak. Ia memilih menatap punggung Raena yang berjalan kearah meja sebelum atensinya teralihkan pada bingkai foto yang terpajang pada nakas disamping tempat tidur gadis tersebut. Yang menampilkan seorang wanita dan seorang laki-laki, tak lupa Raena juga ada disana, berusaha menampilkan senyum terbaik yang malah terlihat lucu. Taehyung tersenyum kecil.

“Hei, untuk apa kau masih disini?”

Menyadari pertanyaannya tak digubris, Raena kini berjalan cepat lalu segera menutup pintu kamarnya.

Taehyung tak berusaha berucap lebih atau menahan pintu didepannya agar tidak tertutup. Ia melemparkan diri kedalam kubangan ingatan masa lalu yang dikirimkan sosok dalam bingkai foto tadi.

‘Berhenti disana, jangan bergerak atau kau bisa ditembak.’

‘Coba saja.’ [♤]

Eglantine || DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang