Pt. 3

3.4K 399 30
                                    

Dor! Dor!

Hyung!” Taehyung membuka mata, terengah-engah dengan keringat dingin yang bercucuran dari pelipisnya. Mimpi itu datang lagi.

Ia mengusap pelan wajahnya, mengumpulkan kesadaran juga sejenak mengatur napas lalu sekilas menatap jam yang tergantung pada dinding kamarnya—pukul tiga pagi. Ah, sial. Taehyung mendesah pelan, dosisnya sudah tak mempan.

Masih dipengaruhi mimpi, kepalanya terasa berat bahkan setelah Taehyung berusaha untuk duduk tegak pada kursi di kamarnya. Mimpi itu terasa begitu nyata, meski ia yakin jika dalam keadaan tak tidur ia juga masih ingat detail semua itu, namun jika itu terasa seperti mengalaminya untuk kesekian kali, maka tentu sangat menyesakkan.

Mengalami lagi, saat sang kakak terdengar menyuruhnya untuk bersembunyi dibalik drum-drum besar. Dengan senyum senyap penuh beban ia berkata pasti kembali. Seharusnya ia tahu bahwa Seokjin memang tengah berbohong.

Jadi,ketika sang kakak menerima panggilan mendadak dan seulas senyum pasrah ia perlihatkan sebagai isyarat pada Taehyung yang mengintip untuk segera bersembunyi dengan baik, ia tak akan menurutinya. Bersama Seokjin terasa lebih tak menyiksa meski akhirnya napas direnggut darinya paksa jika itu terjadi. Ah, setidaknya ia pergi dari dunia kejam ini'kan?

Tetapi semua tak bisa diulang lagi. Ia tak bisa berteriak tak terima pada takdir. Saat setelahnya segrombolan orang terdengar datang meski yang pertama sampai didepan kakaknya malam itu adalah seorang lelaki bersurai hitam dengan pistol yang digenggam erat. Rasa sesak mulai  merangkak naik ke dadanya disertai ketakutan yang mencekik. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Namun, malam itu ia malah mendengar bisikan serak laki-laki yang tengah menodongkan pistol kearah kakaknya yang serasa merenggangkan tali yang melilit dada,memberinya perasaan lega tak terduga—berharap masih ada jalan pulang yang lebih baik.

Berhenti disana! jangan bergerak atau kau bisa ditembak.’ Tangan lelaki itu bergetar, perlahan menurunkan pistol. ‘Kumohon Seokjin, serahkan dirimu. Ungkapkan segalanya.Itu adalah jalan yang terbaik.’

Seokjin malah tersenyum getir, mengirimkan kebingungan dan pertanyaan yang serasa akan meledakkan kepala Taehyung. Kenapa? Kenapa kau tak melakukan suruhannya, hyung?

Kubilang kau bisa ditembak!’ Pemuda didepannya kini berteriak panik.

Namun Seokjin tak bergeming, ia perlahan melangkah kebelakang mendekati pembatas gedung.Lalu sekilas menatap Taehyung dengan pandangan mata hangat familiar yang kini setiap kali diingatnya terasa seperti pisau tumpul yang dipaksa menancap didadanya. Sangat menyiksa, hingga jika bisa Taehyung ingin mati saja saat itu juga.

Dan detik berikutnya Seokjin berkata lirih dengan pistol ditangannya yang telah menghadap tepat kearah pelipisnya. ‘Coba saja’ lalu dua tembakan berturut-turut terdengar memekakkan telinga sebelum tubuh Seokjin terjungkal melewati pagar pembatas. Ia bunuh diri.

Taehyung membungkam teriakan dan tangisnya dalam senyap. Apa? Apa yang baru saja terjadi? Kenapa Seokjin melakukan ini? Dia berjanji akan kembali!

Ia ingat malam itu menangis hingga matanya membengkak dan air matanya serasa tak bisa menetes lagi. Dan tahun-tahun berlalu,ia sadar,Seokjin tak bunuh diri. Ia hanya berkorban. Berkorban untuk ambisi ibunya.

Jika kau cukup pintar maka...lindungi sisa aset yang kita punya. Mengorbankan satu aset untuk aset lainnya adalah bayaran yang setimpal.

Mata Taehyung memejam, satu hembusan napas akhirnya membawanya pergi dari bayangan gelap masa lalu. Salah satu mimpi buruk silih berganti yang kadang datang menghampirinya begitu saja.

Melelahkan.

Namun, entah apa yang menggerakkan kakinya, ia melangkah keluar dari kamarnya. Berjalan di lorong, sebelum terhenti didepan sebuah pintu. Tangannya mengambang didepan pintu tersebut, keinginan mengetuk yang dibalut keraguan menjalari sekujur tubuhnya. Kini kepalanya kembali diserang pening luarbiasa, yang perlahan-lahan mengaburkan pandangan mata.

Aku sudah kehilangan kepedulian, Taehyung. Aku tak akan menyesal’

Tidak, kau berbohong!

Taehyung kini menggebrak pintu didepannya. Kakinya serasa lunglai untuk menahan bobot tubuh yang mendadak tak bisa ditahannya lagi.

Kenapa kau tak menghentikan ayahmu, Rae? Keputusan ini salah, sangat salah! Tak akan ada yang bahagia,tak akan ada luka yang sembuh, kau hanya akan dipaksa menghirup udara dunia busuk ini lebih lama.

“Tae?” Mendadak pintu didepannya terbuka lebar. Menampilkan sosok gadis dengan mata gelap dan kekosongan dalam yang terasa tak bisa dijamah. Seberapa besar luka didalam sana?

“Taehyung? Kenapa kau disini?” Raena kembali bertanya dengan kekhawatiran yang kentara melihat sosok Taehyung yang hanya berdiri diam didepannya.

“Kau membuatku gila,” Bisik pemuda itu. “Kenapa Rae? Kenapa kau mencekikku dengan rasa takut ini? Kenapa kau tak mendengar perkataanku?!”

Raena membeku. Suara Taehyung menggema disepanjang lorong. Mata redup itu kini memandangnya sendu. Lalu tanpa sadar Taehyung kembali melangkah, mendekat kearah gadis yang membisu didepannya. Sebelum sedetik kemudian badan tegap itu telah ambruk dalam pelukan refleks Raena “Taehyung!” gadis itu memekik.

“Selamatkan dirimu selagi bisa” Taehyung berbisik lirih sebelum kesadarannya lenyap. [♤]

Eglantine || DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang