Pt. 11

1.8K 239 42
                                    

Taehyung menelan salivanya susah payah. Menahan desisan kekesalan dan segudang umpatan, ingin berteriak sekencang  mungkin—apa yang sebenarnya berusaha kau lakukan?

Namun, bahkan tanpa jawaban balasan dari Taehyung, sang ibu telah masuk begitu saja kedalam kamarnya, meneliti pemandangan kamar putranya dengan seulas senyum.
“Taehyung, ayolah. Kau yakin tidak ingin berbicara dengan ibu?” Wanita itu kembali berucap, bahkan tanpa menoleh. Dengan santai memilih duduk pada kursi yang berada didekat ranjang.

Menyadari ia lagi-lagi tak memiliki pilihan, Taehyung menutup pintu perlahan, berbalik dengan tatapan menusuk. “Apa jika aku berucap, bahkan hanya sepatah kata,maka sesuatu akan berubah? Apa kau bahkan benar-benar ingin mendengarkan perkataanku?”

“Tentu saja tidak, jika kau terus berkata dengan nada sinis seperti itu, Tae.”

Taehyung mendecih, memalingkan wajahnya kesamping. Nada suara terakhir yang begitu ditekankan, sukses membuat perutnya bergejolak mual akan rasa muak. “Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?! Jangan bersikap seperti ini, itu terlalu menjijikan!”Jemari pemuda itu mengepal kuat, hingga serasa menusuk telapak tangannya sendiri.

Sang ibu hanya terdiam, bibirnya mengerut sebelum dengan pandangan sayu, ia bangun dan memeluk Taehyung. Terbelalak kaget, tapi Taehyung hanya membeku, bahkan saat ibunya memeluknya lebih erat lalu membelai surainya, membiarkan sebuah perasaan yang dikuburnya dalam-dalam kembali merangkak naik.

“Maafkan ibu karena membiarkanmu pergi terlalu jauh,”lirihan wanita itu kini semakin menipis. “Jangan bergerak menjauh lagi, Taehyung. Jangan renggangkan lagi hubungan kita yang sudah dibangun ulang meski dengan bersama orang lain. Kau tahu, kita memiliki keluarga sekarang,”

Tenggorokan Taehyung serasa kering, mengirim sensasi sesak diiringi lidah yang kelu. Tak mampu berucap apapun, hanya merasa pandangannya mengabur akibat air mata yang tanpa sadar telah menggenang. Apa yang terjadi? Perasaan apa ini? Apa ia bisa mempercayai semua ini? Bahwa, sang ibu telah berubah? Bahwa, ancaman dan tindakan kejamnya telah luruh menjadi pelukan hangat?

Namun, benak Taehyung tak mampu berdebat lagi, ia melemah dalam perasaan yang menguar tanpa henti—sebuah perasaan rindu akan kasih sayang dari sang ibu. Hingga tanpa sadar dengan mata terpejam, tangan Taehyung perlahan terangkat, membalas pelukan ibunya.

Pandangan mata wanitu itu melembut, diiringi seulas senyum ia kini menepuk-nepuk pelan punggung Taehyung. Menenangkan putranya yang bergetar menahan desak tangis dalam rengkuhannya.

Kau berhasil merubah sikapku, Taehyung. Kau sungguh-sungguh berbeda dengan Seokjin.

●♤●


Si pemalas itu berubah.

Itulah pikiran yang menghantui Raena dariawal ia melihat wajah Taehyung pagi tadi bahkan sesampai perpisahannya dengan laki-laki itu setelah memasuki sekolah. Biar ia perjelas, dengan matanya sendiri ia melihat Taehyung tersenyum. Ya, sebuah senyum bukan seringaian! Luarbiasa. Rupanya keajaiban dunia benar-benar ada.

Meski mungkin jawabannya sudah jelas, tapi ia ingin tahu detail penyebab perubahan sikap Taehyung hanya dalam satu malam. Sangat tak biasa melihat bibir tipis itu membentuk senyum sederhana, juga sikapnya yang menjadi lebih lembut, tidak lagi kaku dengan seulas seringaian berbagai variasi. Apa karena berita bahwa ibu tengah mengandung calon adik mereka? Ataukah suasana keluarga yang mungkin ia rindukan juga?

Perlahan, seulas senyum ringan terpatri dibibirnya. Mungkin Taehyung hanya seorang anak yang merindukan sebuah rumah hangat, sebuah tempat perlindungan dari dunia. Sama seperti dirinya. Yang kini telah menemukan itu kembali. Ia dan Taehyung telah menemukan jalan pulang bersama. Perasaan lega menguar, memenuhi benaknya.

Namun, itu tak bertahan lama karena hari ini Namjoon ssaem telah memasuki kelasnya. Hari ini juga adalah penentuan akhir tentang rencana aneh ketua kelasnya—Jung Hoseok. Bahkan ia belum sempat memikirkan alasan tak ikut yang lebih baik dari pura-pura sakit. Sial, otaknya benar-benar buntu.

“Hei! Raena, bagaimana keputusanmu? kau akan ikut?” Lagi-lagi ia mendengar suara bisikan dari samping bangkunya, entah kenapa ia merasa perasaan aneh bergumul dibenaknya akhir-akhir ini karena sikap laki-laki yang duduk disamping bangkunya.

Beberapa saat berlalu akhirnya ia memilih menengok dan menemukan wajah antusias Jimin. “Maaf Jim, aku masih belum tahu, bagaimana denganmu?”

Sungguh, ia seharusnya tak perlu bertanya balik, itu terdengar sangat konyol tapi bibirnya terlanjur meloloskan kalimat yang ia harap bisa ia tarik.

Masih dengan senyum yang sama Jimin berbisik lagi, bahkan kali ini matanya melengkung sipit yang terlihat terlalu manis. “Tergantung pilihanmu apa,”

Oh, astaga

Ia ingin menggelepar dilantai saking gelinya. Ada apa dengan pemuda itu akhir-akhir ini?

“Ekhem,” Namjoon ssaem berdeham, menghentikan keriuhan kelas yang sebagian besar membahas cara untuk kabur dari rencana tamasya konyol itu. Sedikit bersyukur karena dehaman itu berhasil membuatnya kabur sesaat dari Park Jimin.

“Jadi, hari ini adalah penentuan terakhir rencana liburan singkat kita, aku harap tidak ada yang sedang memikirkan rencana tak masuk akal untuk tidak ikut.”

Raena mendecih. Kenapa laki-laki berkacamata ini sekarang berubah menjadi cenayang?

Namun, didetik berikutnya ia bahkan ingin mengabsen seluruh penghuni ke kebun binatang—mengumpat dengan cara yang lebih terselubung.

Karena kemudian laki-laki bertubuh tegap itu menambahkan dengan santai. “Aku mewajibkan seluruh orang untuk ikut, karena ini akan menjadi salah satu bahan untuk tugas membuat laporan akhir.” [♤]


A/N: Happy 1K readers😭💜

Thank you for your support this far, I’m so grateful and also I’m so sorry for the long period of update :”)

It's really a memorable experience to share my ideas with you through this story.
I hope you're enjoying Eglantine until end😊🎆

Eglantine || DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang