Pt. 18

1.5K 199 23
                                    

Dilanda kebingungan yang sama pemuda itu ikut melontarkan pertanyaan. “Kau juga,kenapa disini? Bukannya seharusnya kau mengikuti acara bodoh itu?”

“Kami sudah akan pulang tapi aku terkunci disini. Eh? Busnya!” Baru tersadar, Si Son kelabakan berlari menuju tempat kendaraan itu terparkir, tapi nihil. Ia tak menemukannya kedua mini bus tersebut. Kenapa bisa ia ditinggalkan begitu saja?

“Ah, bagaimana ini?”

“Jadi itu busmu?” Laki-laki itu bergerak santai mendekati Raena. Tanpa jawaban, ia sudah bisa menebak apa yang terjadi. “Hei bodoh, bagaimana bisa itu terjadi?” Ia bersidekap, setengah mengejek.

Raena yang sedari tadi hanya celingukan, belum percaya ia benar-benar ditinggalkan kini tak bisa menahan lagi untuk tak menjawab suara berat menyebalkan yang menyapa telinga tanpa permisi. “Hei, tuan kurang kerjaan! Kau juga,kenapa kau berada disini hah? Berada didekat toilet wanita, cih, kau mau mengintip, ya?”

Ia melepas jalinan lengannya, menatap tak percaya kearah sang gadis. Benar-benar tak tahu terimakasih. “Kalau saja tak ada aku, kau kira kau bisa keluar secepat ini?”

Raena merotasikan bola mata sambil tersenyum miring. “Mengakulah kau itu memang mesum, Tuan Kim.”

“Terserah kau mau bilang apa.” Taehyung memilih tak menanggapi ucapan Raena. Pemuda itu segera memutar langkah kearah taksi yang sedang diperbaiki.

“Hei! Kau belum menjelaskan kenapa kau tepat berada disini?”

Taehyung memilih tak langsung menjawab meski mengetahui Raena telah mendekat mengekori langkahnya. “Jawab aku,” kini jaketnya telah ditarik begitu saja.

Tersudut situasi, Taehyung tersendat-sendat menjawab, “Itu karena—“

Jemput Raena. Ada hal penting yang harus ia ketahui.

“Karena apa?” Raena semakin mendesak.

“Karena aku tahu kau itu ceroboh. Lihat? Kau bahkan terkunci dikamar mandi dan bus meninggalkanmu. Bagaimana jika aku tak ada, siapa yang akan menolongmu?”

Si Son terpaku tak percaya. “Kau pikir aku bodoh? Bagaimana itu bisa menjadi alasan.” Pandangan Raena kini menyorot saudara tirinya itu. Ada yang aneh disini.

“Jawab saja—“

“Nanti akan kujelaskan. Intinya aku menyelamatkanmu dari situasi buruk’kan? jadi anggap saja sebagai bayarannya jangan banyak bertanya.”

“Hei, bagaimana—“
Raena pada akhirnya memilih diam melihat sosok Taehyung berlalu tanpa menggubris ucapannya. Lelaki itu menghampiri seseorang yang sedari tadi berada didepan taksi,  sedang mengutak-ngatik kendaraan tersebut.

Namun, meski menyerah atas desakan keingintahuan Si Son memilih kembali mendekati Taehyung, Ia lalu berucap, “Baiklah, jika kau memang tak ingin menjelaskan kenapa kau berada disini. Tetapi aku hanya minta sekarang antarkan aku pulang.”

Laki-laki bermarga Kim itu kini menghela napas, memijat pelipisnya. “Tentu, jika taksi ini sudah bisa berjalan. Kau lihat? Ia mogok.”

Dan kepala Raena serasa benar-benar ingin meledak. Lalu seakan titik terburuk belum mereka temukan, sang supir taksi mendekat dengan segaris wajah bersalah. “Maafkan saya. Saya rasa taksinya benar-benar mogok. Jadi mungkin kalian lebih baik menaiki transfortasi lain. Saya dengar didaerah sini bus masih beroperasi.”


●♤●


Raena tak tahu harus bicara apalagi, karena kini dirinya dan Taehyung sedang duduk disebuah bangku kayu, mirip dengan halte hanya saja seperti sudah tak sering digunakan. Cahaya matahari yang kemerahan telah menyambut mereka, pertanda malam hampir menyongsong.

“Mengapa bus itu tidak datang juga?”

Entah sudah berapakali Taehyung mendengar ucapan itu terlontar menyapa telinganya. Tapi, ternyata pilihannya untuk diam saja tak menghentikan bibir Raena untuk melontarkan kata-kata itu lagi.

“Apa kau tak dengar kata supir taksi itu tadi? Dia bilang didaerah sini bus itu ada meskipun jarang. Jadi kita hanya bisa menunggu.”

Ya, tentu saja ia ingat. Raena mendengus, ia hanya tak sabaran menunggu seperti ini, bahkan ia tak menghitung sudah berapa menit berlalu ia habiskan untuk duduk disana. Dan entah apa seseorang didalam mini bus yang ia tumpangi telah menyadari dia hilang atau tidak.

“Apa tak ada kendaraan lain yang bisa kita tumpangi?”

Taehyung kini menoleh, “Jika sudah ada, maka kita tak akan duduk di halte tua ini sekarang, nyonya banyak bertanya. Kita sudah menunggu dan tak ada kendaraan lain yang memungkinkan kita tumpangi. Apa kau mau naik mobil pribadi seseorang yang tak kau kenal? Jika iya, coba saja,daritadi sudah banyak yang lewat.”

Raena memutar bola matanya sebal. Seharusnya ia sadar bahkan sangat sadar bahwa beradu mulut dengan Taehyung hanya akan membuatnya semakin emosi. Tetapi, nyatanya dari waktu ke waktu ia selalu mengulangi kesalahan dengan memulai atau meladeni ucapan pemuda itu. Sialan. Mengapa ia selalu terjebak dalam situasi yang sama?

Untungnya, setelah penantian yang cukup panjang akhirnya hal yang ditunggu-tunggunya sedari tadi muncul juga. Sebuah bus nampak dari kejauhan. Dengan cepat mereka berdiri dan melambaikan tangan agar bus itu berhenti. Setelahnya dengan tergesa diselubungi perasaan lega mereka memasuki bus dan duduk disalah satu kursi.

“Ah, akhirnya.” Ucap Raena sambil bersandar pada kursi bus. Taehyung yang menatapnya hanya menggeleng. Dasar tak sabaran.

Namun, kini pikirannya telah kembali terfokus akan ucapan sang ibu—alasannya menjemput Raena, yang jika saja taksi yang ditumpanginya tak mogok maka seharusnya mereka tiba dirumah lebih awal untuk sesuatu yang terasa genting meski sang ibu belum menjelaskan lebih lanjut.

Ini tentang ayahnya sendiri. Jadi bawa dia pulang lebih cepat.’ [♤]












A/N : Hallo, aku mau buat tantangan nih, kalo sampai 30+ komen sebelum jam 12 aku bakal langsung publish pt. 19 :) Tapi please jangan komen next atau stiker aja ya😌☺

Eglantine || DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang