#16 - Janji yang Nyaris Terlupakan

17 6 1
                                    

Sesampainya di rumah, Raka buru-buru masuk ke dalam kamar, lalu menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Kalau orang bilang lelaki adalah makhluk yang tidak bisa baper, pendapat itu salah salah besar. Buktinya, Raka sendiri adalah pemuda yang mudah sekali terbawa perasaan. Ya, meski tak ia tunjukan terang-terangan, sih. Malu, soalnya.

Pemuda itu lalu mendudukkan dirinya. Sebelah tangannya kemudian terjulur ke atas nakas dan mengambil salah satu pigura foto dari sana. Raka tersenyum kecil sambil memandangi foto itu. Ia ingat betul kalau foto itu diambil di depan salah satu air terjun sesaat sebelum mereka berdua mengalami kecelakaan.

Raka tertawa kecil saat memori silam kembali terputar di ingatannya. Saat itu, mereka baru duduk di bangku kelas empat dan tengah mengikuti study tour yang sekolah mereka selenggarakan.

Sebenarnya, alasan kenapa mereka berdua bisa kecelakaan karena keisengan Raka sendiri. Waktu itu ia mendengar dari Jun kalau Cibodas terkenal dengan air terjunnya. Karena program study tour yang diselenggarakan tak ada jadwal untuk mengunjungi air terjun, dengan rasa pede yang luar biasa Raka pergi ketika jadwal makan siang tiba.

Pada awalnya, ia pergi seorang diri. Namun, baru lima menit berjalan, ia akhirnya sadar jika Suri tengah mengikutinya. "Kamu ngapain ngikutin aku? Balik sana, nanti pada nyariin kamu," katanya setengah risih.

"Kata Mama Dian, aku nggak boleh jauh-jauh dari Raka. Nanti kalau Raka kesasar dan nggak bisa balik, gimana?" ucap Suri takut-takut.

Raka menggerung kesal. Dia kan sudah besar, kenapa pula ibunya memberi tugas Suri untuk mengikutinya ke mana-mana? Memangnya Suri nanny-nya? Ia tahu sih kalau mamanya sering berpesan untuk saling menjaga satu sama lain karena ikatan mereka sebagai saudara sepersusuan, tapi kan Suri bukan saudara kandungnya, jadi tidak usah terlalu ribet, lah. Toh, Suri cuma tetangganya.

"Ya, udah, kalau kamu mau ikut. Tapi inget, jangan jauh-jauh dari aku," balas Raka sambil melangkah pergi dengan Suri yang masih mengikutinya dari belakang.

Beberapa saat berlalu, mereka berdua akhirnya sampai di sebuah jembatan kecil yang di bawahnya terdapat aliran air yang sangat deras. Raka sangat berterima kasih pada mas-mas yang tadi mau menunjukan arah padanya. Dari tempatnya berdiri sekarang, ia dapat melihat banyak orang-orang yang berlalu-lalang dengan keadaan baju basah. Itu artinya mereka sudah dekat! Tanpa menunggu lama, Raka pun mulai berlari menyusuri jalanan berundak-undak yang dipagari semak-semak tinggi.

"Raka, jalannya hati-hati!" Suri mengingatkan ketika Raka ketika bocah itu berlarian di lintasan menanjak yang penuh bebatuan licin. Bagaimana kalau sampai dia jatuh terpeleset dan terluka?

"Suri! Lama banget sih kamu! Ayo, nanti keburu mereka tahu kalo kita kabur," seru Raka sambil menarik lengan Suri.

Setelah puluhan menit berjalan, sayup-sayup terdengar bunyi gemuruh air dari kejauhan. Raka langsung berteriak girang dan makin semangat memacu langkah.

"Waaahh!!" Raka kegirangan saat melihat arus air yang jatuh dari atas tebing. Meski di sana ramai dipadati wisatawan, tapi hal itu tak menyurutkan semangatnya. Ia pun dengan segera dengan berburu spot-spot yang menurutnya keren lalu mengabadikannya lewat kamera ponsel.

"Raka, jangan jauh-jauh, dong!" seru Suri was-was. Pasalnya, Raka malah nekat pergi ke tengah dengan melompati batu-batu besar yang sangat licin. Suri sampai kesusahan saat mengkutinya.

"Bagus, kan? Bagus, kan? Nggak nyesel kan kamu ikut aku?" tunjuk Raka jumawa pada aliran air terjun di belakangnya.

Suri ngos-ngosan, tapi tak bisa dipungkiri kalau dia juga ikut senang melihat indahnya pemandangan air terjun. Jujur saja, ini pertama kali baginya melakukan perjalanan yang memacu adrenalin dan menguras energi seperti ini.

Two RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang