Raka menguap lebar. Nyaris seminggu setelah keluar dari rumah sakit yang bisa dikerjakannya cuma makan, tidur, atau main laptop. Sehari-hari pun dunianya hanya sebatas kamar dan rumahnya saja. Sungguh sangat membosankan.Apalagi dia belum mendapat ponsel baru,ditambah ibunya melarang dirinya memegang laptop, alhasil ia kesulitan berkomunikasi dengan teman-temannya. Untungnya, mulai hari Senin ini ia bisa bersekolah kembali, meski konsekuensinya nanti dia akan terjebak di kelas dari pelajaran pertama sampai jam pulang.
"Raka! Udah siap belum?" tanya Suri sambil melongok ke dalam kamar. Di tangannya ada sepasang sepatu milik Raka dan juga sandal. "Nih, lo pakai sepatu apa sendal?"
"Pakai sendal aja, biar nggak ribet," jawab ibunya Raka yang baru saja memasuki kamar sambil menenteng tas sekolah anaknya.
"Ya, udah. Nih, cepet pakai. Papa Bimo lagi manasin mobil, tuh," ujar Suri sembari meletakan sendal jepit milik Raka ke dekat kakinya.
"Iya, bawel." Raka misuh-misuh sambil berusaha memungut sendalnya. Sang ibu yang melihat anaknya kesusahan pun langsung membantu.
Setelah semua persiapan selesai, sang ayah bergegas membantu Raka untuk berjalan menuju mobil yang telah terparkir di luar. Suri yang melihatnya dari belakang pun tertawa, karena sungguh, Raka masih belum luwes berjalan menggunakan kruk. Berkali-kali pemuda itu nyaris terpeleset karena menempatkan ujung kruk terlalu jauh atau ia yang tak sengaja menyenggol lutut kirinya yang masih dipasang gips.
"Mama Dian, nanti Mama juga ikut anterin Raka sampai kelas, ya?" tanya Suri.
"Iya. Nanti Papa Bimo juga bakal bantuin, kok. Nggak mungkin kan kamu mapah Raka yang gede begini? Nanti kalau jatuh, kamu jadi gepeng gara-gara ketiban badannya," kelakar Mama Dian sembari memukul pelan pundak Raka.
"Aduh, Mama! Raka nanti beneran jatoh, nih!" omelnya kesal. Sementara Suri terkikik gemas melihat interaksi ibu dan anak itu.
.
.
.
Sesampainya di sekolah, Adnan yang terkaget atas kedatangan Raka seketika mengembangkan senyum girang. Akhirnya dia jadi jomlo lagi karena teman semeja kini sudah kembali. "Gue seneng banget lo masuk hari ini," katanya sambil menangis lebai. Teman-teman sekelasnya yang kebetulan sudah datang pun langsung mengerubungi mereka.
Raka melirik jijik dan langsung menghindar saat Adnan ingin memeluknya. Melihat tingkah dua remaja lelaki itu, Mama Dian sontak tertawa.
"Adnan, tolong jagain Raka, ya. Kalau ada apa-apa langsung kasih kabar." Mama Dian kemudian menatap teman-teman Raka yang berada di sekelilingnya satu per satu. "Untuk kalian, terima kasih sudah mau mendoakan Raka, jadi Raka bisa cepet sembuh. Saya mau titip Raka sama kalian. Tolong jaga dia di kelas ya," pintanya seraya meletakkan sebuah bangku plastik yang nantinya digunakan sebagai tumpuan kaki Raka. Omong-omong, kakinya belum boleh ditekuk, jadinya dia harus membawa bangku itu ke mana-mana. Raka bilang dia jadi mirip kakek-kakek dan Adnan setuju akan hal itu.
Di lain pihak, karena Papa Bimo merupakan orang yang tak banyak bicara. Ia pun hanya mengangguk-angguk saja ketika istrinya berpetuah panjang lebar.
"Siap, Tante!" balas teman-teman sekelas Raka kompak.
"Nah, kalau gitu, kami permisi dulu, ya," ucap Mama Dian sambil merangkul lengan sang suami lalu keduanya pun berjalan meninggalkan kelas.
"Ka, gue juga mau ke kelas gue dulu, ya!" seru Suri. Adnan yang tak menyadari keberadanya pun memekik tak percaya.
"Eh, gue nggak sadar kalau ternyata lo ada di sini juga! Badan lo kecil, sih, jadi—eh, sorry, sorry!" Adnan berjengit kaget dan buru-buru menghindar ketika Suri berniat untuk meninjunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Regrets
RomanceAda dua hal yang membuatku menyesal. Pertama, jatuh hati padamu. Kedua, terjebak dalam kelemahan diri sendiri. ----- Suri hanya ingin membalas perlakuan Sinta terhadap Raka (sahabat masa kecilnya) karena Sinta telah mencampakkan Raka tanpa kejelas...