Seminggu telah berlalu. Keadaan desa Welyn semakin membaik dengan adanya bantuan dari pihak istana serta warga sekitar. Saluran air telah di buat untuk mengatasi masalah kekeringan desa Welyn. Perlahan keadaan warga yang sakit pun mulai pulih. Desa yang semula tampak mati kini mulai hidup dan ramai kembali. Semua penduduk desa Welyn sangat berterimakasih atas kebaikan istana dan desa sekitarnya. Mereka semakin memuji dan mencintai Daniel sebagai raja.
Siang itu hari sangat tenang. Lily dan suaminya duduk di ruang tahta. Setiap minggu mereka selalu meluangkan waktu untuk menerima kedatangan para penduduknya yang ingin menyampaikan masalah ataupun memberi hadiah. Lily sangat menyukai saat seperti ini. Ia bisa bertemu dengan rakyatnya. Mendengar keluhan mereka. Atau menerima banyak hadiah dari para wanita maupun anak-anak.
Mendadak terdengar suara langkah kaki bergegas mendekati kursi tahta mereka. Lily mendongak dan melihat salah satu ksatria berjalan mendekat. Ia mengerutkan dahi menatap wajah pucat pria itu.
Ksatria itu terus melangkah melewati deretan penduduk yang menanti gilirannya untuk maju dan deretan prajurit yang berjaga di sisi lain. Semakin dekat Lily bisa melihat wajah pria itu yang tampak kalut dan sedih.
"Yang Mulia...."ujarnya seraya membungkuk kepada mereka.
"Ada apa, Walter? Kau baik saja?"tanya Daniel heran.
Pria yang bernama Walter mendongak lalu kembali menunduk. Raut wajahnya terlihat sendu. Perlahan ia berjalan menaiki tangga lalu mendekati Daniel yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya. Walter membungkuk dan membisikkan sesuatu pada Daniel. Lily hanya menatap mereka dalam diam meski sebenarnya ia pun penasaran apa yang terjadi. Lily semakin cemas ketika melihat perubahan raut wajah Daniel. Suaminya tampak terkejut dan sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Tangannya mencengkeram tepi kursi dengan erat.
"Kau yakin?"tanya Daniel dengan suara bergetar.
Walter mengangguk seraya menunduk kembali.
"Apa Joseph dan Edmund sudah mengetahui hal ini?"tanya Daniel kembali.
"Belum, Yang Mulia."
"Sampaikan hal ini pada mereka."pinta Daniel.
"Baik, Yang Mulia."sahut Walter seraya bergegas undur diri.
Lily merasa sesuatu yang buruk telah terjadi. Ia tak tahu apa itu tapi yakin cukup untuk membuat Daniel menjadi pucat. "Ada apa, Daniel?"
"Kita harus pergi."ujar Daniel beranjak berdiri. Ia memerintah prajurit untuk menghentikan pertemuannya dengan para penduduk. Lalu menoleh pada Lily. "Mari, Lily."
Lily menatap Daniel. Ia bisa merasakan jantungnya berdebar. Tapi ia berdiri dan menyambut uluran tangan suaminya. "Ada apa? Kita hendak ke mana?"tanyanya saat Daniel mengajaknya keluar.
Daniel hanya diam sambil terus melangkah. Lily bisa merasakan ketegangan yang sedang di alami suaminya. Rahangnya tampak mengeras sementara tangannya bergetar. Lily merasa Daniel seperti sedang menahan perasaannya. Ia tak berani bertanya kembali dan hanya berjalan mengikuti Daniel.
Mereka berjalan mengarah ke pintu depan. Lily melihat beberapa prajurit yang berjaga. Ia semakin heran menatap wajah para prajurit itu yang tampak sendu. Seorang prajurit bahkan ada yang menitikkan air mata. Lily mengerutkan dahi. Ia bisa merasakan dadanya berdebar kencang. Ada sesuatu yang terjadi, batinnya.
Ketika tiba di luar, Lily melihat kereta dengan isi yang aneh di dalamnya. Sesuatu berwarna hitam dan putih emas berada di sana. Mata Lily menangkap sesuatu yang ia kenal. Lambang kerajaan Alma. Meski sudah terkena noda hitam tapi ia mengenalinya. Lily mengerutkan dahi seraya teringat dengan kereta kuda yang dinaiki ayah ibu Daniel saat pergi untuk berlibur. Mereka pun menggunakan kereta kuda berwarna putih serta emas. Refleks ia membekap mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Lily (Princess Series #3) (Tamat) cetak
FantasyLanjutan dari cerita The Lost Princess & Princess Lily Putri Lily berhasil selamat dari kekangan Raja Ragnar. Tapi ia harus kehilangan pria yang dicintainya. Lily menerima menikah dengan Pangeran Daniel, seperti permintaan terakhir Thomas. Ia pun ke...