Lily terbangun. Ia menatap keluar jendela dan menduga saat itu masih subuh. Tapi Lily tak bisa tidur kembali. Ia tak bisa tidur sejak mengetahui Daniel akan pergi berperang. Dan hari ini adalah hari keberangkatannya. Lily menoleh dan melihat Daniel masih tertidur lelap. Ia menatap wajah suaminya. Saat tidur, Daniel terlihat damai. Ia memandangi alis mata Daniel yang tebal. Hidungnya begitu mancung dan sempurna. Mulutnya sedikit terbuka, membuat ia seperti anak kecil. Lily menahan tawanya.
Ia baru menyadari suaminya sungguh tampan dan mempesona. Saat bertemu Daniel, ia sama sekali tidak memiliki perasaan apapun padanya. Saat itu ia mencintai Thomas dan masih merasa kehilangan dirinya. Ia merasa tak bisa mengabulkan permohonan Thomas untuk membuka hatinya bagi Daniel. Tapi seiring waktu ia merasa semakin dekat dengan Daniel, dan tanpa di duga Lily mulai menyukai suaminya. Tangannya terulur ingin mengusap wajah Daniel. Sesaat kemudian tangannya berhenti bergerak. Tak ingin Daniel terbangun.
Lily menarik napas. Perlahan ia beranjak bangun. Menoleh untuk memastikan Daniel tak terbangun. Ia berdiri dan mendekati jendela. Membukanya. Sejenak ia menggigil saat angin dingin menyeruak masuk. Lily merapatkan jubahnya.
Ia menatap pemandangan di depannya yang masih remang-remang. Dari tempatnya ia bisa mendengar suara para penduduk yang sudah mulai beraktivitas juga suara hewan ternak. Ia terus berdiri di sana menatap hingga matahari terbit. Memandangi langit dengan warna semburat kekuningan hingga langit biru cerah terlihat. Mulutnya tersenyum memperhatikan semua itu. Sejenak ia bisa melupakan perasaan cemasnya.
Daniel terbangun dan melihat Lily berdiri di depan jendela dengan sinar matahari membuat ia terlihat seperti bidadari. Ia berbaring sambil menatap istrinya. Menatap Lily yang tersenyum dan tampak damai. Perlahan ia duduk dan masih menatap Lily.
Hari ini, gumamnya dalam hati, hari ini aku akan pergi meninggalkan Lily.
Daniel menarik napas. Ia merasa berat untuk pergi. Tapi ia tak mungkin hanya berdiam diri di istana. Ia harus pergi bersama pasukannya. Melindungi wilayahnya. Mempertahankan kekuasaannya. Melindungi rakyat dan keluarganya, terutama Lily.
"Selamat pagi, Lily."bisik Daniel memeluknya dari belakang. Menyebabkan Lily menahan napas karena kaget.
"Daniel, kau sudah bangun?!"
"Apa yang kaupikirkan sampai tak menyadari aku mendekatimu?!"tanya Daniel terkekeh sambil mengecup pipi Lily.
Lily tertawa pelan. "Lihatlah di hadapanmu."
Daniel menatap ke depan. Saat itu matahari sudah tinggi di atas langit biru dan cerah, menyinari padang rumput dengan angin sejuknya. Rumput dan daun di pohon bergoyang mengikuti gerakan angin. Tercium aroma segar pagi hari. Dari jendela ia bisa melihat atap rumah para penduduknya. Terdengar suara kicauan burung serta suara ternak dan dengungan orang berbicara di bawah istana.
"Indah sekali..."bisik Daniel. "Rasanya aku ingin terus berdiri di sini menatap pemandangan ini...."
Ucapan Daniel membuat Lily teringat bahwa hari ini suaminya akan pergi membasmi pemberontak. Rasa cemas kembali melanda dirinya. Ia membalikkan badan. Mendongak menatap Daniel seraya menyentuh dadanya. Ia bisa merasakan debaran jantung Daniel. Lily merasa tak ingin Daniel pergi. Dadanya terasa sesak. Lily memaksa bibirnya tersenyum.
"Daniel, kau harus menjaga dirimu..."
"Ya, Lily."
"Dan...berjanjilah...kau akan pulang...dengan selamat..."
"Aku janji, Lily. Aku pasti akan pulang kemari."ujar Daniel mengecup dahi Lily dan memeluknya.
———
"Joseph, kau harus menjaga istana ini selama aku pergi. Kau pasti tahu apa yang harus kaulakukan."
"Aku mengerti, kak. Kau harus jaga diri."sahut Joseph. Ingin sekali ia menggantikan posisi kakaknya. Tapi Daniel menolak. Anggota dewan pun melarangnya untuk ikut. Mereka tak ingin terjadi sesuatu padanya dan Daniel.
Lily memperhatikan ke dua kakak beradik itu. Ia baru menyadari Edmund tidak ada bersama mereka. Ia melihat ke sekitarnya. Tak ada sosok Edmund. Ke mana pria itu, tanyanya, kakaknya mau pergi dan masakah ia tak ingin mengantar kepergiannya?
"Ada apa, Lily?"tanya Daniel melihat Lily yang tampak mencari sesuatu.
"Oh...aku....kenapa Edmund tak ada di sini?"
Daniel hanya menarik napas. "Adikku memang tak pernah peduli dengan masalah kerajaan. Saat ayah pergi pun ia tak ikut mengantar..."
"Oh...."sahut Lily.
Daniel mendekat dan memegang tangan Lily. "Aku harus pergi."
Lily menelan ludah. Ini saatnya, gumamnya. Ia bisa merasakan matanya mulai panas. Tapi Lily tak ingin menangis. Ia tak mau membuat Daniel khawatir. Tak ingin membebani suaminya. Lily memaksa bibirnya tersenyum meski terasa gemetar.
"Ha...hati-hati dan jaga kesehatanmu, Daniel..."gumam Lily.
"Kau juga harus menjaga dirimu."ujar Daniel mengecup keningnya. "Ingat, jangan pergi sendirian. Dan jika kau butuh bantuan, jangan sungkan untuk meminta tolong pada Joseph."
"Baiklah...."
Daniel menuruni tangga dan mendekati seekor kuda hitam besar yang sudah menunggu. Di belakangnya berbaris iringan prajurit dengan kuda serta senjatanya. Terdapat juga barisan kereta untuk membawa senjata dan bahan pangan selama perjalanan.
Daniel menaiki punggung kudanya yang langsung menghentakkan kaki, tak sabar ingin segera pergi. Daniel menoleh ke arah istana. Menatap Lily berdiri bersama Joseph. Ia melihat Lily sudah berlinang air mata. Daniel ingin sekali segera turun dan menghapus air mata di wajah istrinya. Merasa benci karena dirinya yang sudah membuat Lily menangis.
Daniel menarik napas. Ia melambaikan tangan pada Lily dan Joseph . Lalu menoleh ke samping, ke arah pria yang berkuda di sisi lain. "Ayo kita pergi."
Pria itu mengangguk dan mengangkat tangan. "Semuanya, mari kita berangkat!"serunya.
Satu per satu prajurit mulai berjalan dengan kudanya. Sebagian berjalan kaki mengikuti dari belakang. Diikuti dengan kereta kuda yang membawa barang. Iringan panjang tersebut terus berjalan keluar istana dan hilang dari pandangan mata.
Lily dan Joseph masih berdiri menatap iringan itu. Joseph mendengar Lily yang sudah mulai terisak. Ia tahu wanita itu sudah menahan tangisnya sejak tadi. Dan Lily tak mau menangis di hadapan Daniel. Ia membiarkan Lily meluapkan perasaannya. Hanya berdiri diam di sisinya sementara Lily menangis.
"Kau baik saja?"tanya Joseph setelah Lily mulai tenang.
"Ya...."bisik Lily.
Joseph mengeluarkan sebuah sapu tangan dan memberikan pada Lily. "Usaplah wajahmu. Maaf jika sapu tanganku tidak harum. Kau tentu tahu aku tak mungkin memakai parfum lavender."ujarnya meringis.
Lily menoleh dan tertawa kecil. "Terima kasih, Joseph."sahutnya. Ia menghapus air matanya dengan sapu tangan Joseph.
"Sudah merasa lebih baik?"
"Ya. Terima kasih kau terus menemani aku...."
"Tidak apa. Kau adalah kakakku. Dan Daniel sudah memberikan perintah untuk menjagamu."
"Aku akan baik saja. Lagipula aku tak bisa ke manapun selain di sini."
"Kalau kau merasa bosan, aku bisa mengajakmu keliling desa di luar."ujar Joseph. Lily menatapnya dengan mata melebar semangat. "Dengan pengawalanku tentu saja...."
"Benarkah?! Aku sudah lama tak keluar sejak mengunjungi desa Welyn."ujar Lily.
Joseph terkekeh melihat Lily yang semangat kembali. "Ya. Kurasa tak masalah asalkan kita pergi dengan para pengawal."
"Oh aku ingin sekali, Joseph."
Joseph tertawa. "Besok aku harus pergi ke desa Layton. Tak jauh dari sini. Kau bisa ikut denganku jika mau."
"Tentu saja aku mau!"sahut Lily.
To be continue.....
Pendek & datar ya kayaknya 😅😅😅😅
Kalo nemu typo info ya....aku ga smpt cek lagi krn bisa makin lama up ntar
Happy reading
See u at next part....
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Lily (Princess Series #3) (Tamat) cetak
FantastikLanjutan dari cerita The Lost Princess & Princess Lily Putri Lily berhasil selamat dari kekangan Raja Ragnar. Tapi ia harus kehilangan pria yang dicintainya. Lily menerima menikah dengan Pangeran Daniel, seperti permintaan terakhir Thomas. Ia pun ke...