Part 37 | Kendali Eve

79 17 0
                                    

"Ark..," Eve tergelincir begitu saja saat berada di ujung jalan yang sebenarnya sejak tadi tidak ia perhatikan. Ia terlalu sibuk menatap Diven.

Sontak saja sahabat lainnya yang berada di bawah menoleh karena suara teriakkan itu. Diven yang berada di dekatnya tidak mungkin hanya diam. Dia langsung menarik tubuh Eve agar tertatih. Perlahan Diven menuntunnya untuk membantu Eve menuruni sebuah tanah yang tidak begitu tinggi. Disana, mereka berhenti sejenak hanya untuk membersihkan kaki maupun wajah. Sungai itu tidak kotor, bisa dikatakan terlalu jernih. Mungkin karena tidak pernah ada seseorang yang menyentuhnya kecuali mereka.

Eve harus menyeimbangi dirinya ketika hendak melewati bebatuan sebagai penghubung jembatan sungai itu.

Awan tampak semakin cerah, itu menunjukkan bahwa mereka hampir sampai ke tempat tujuan. Mereka terus menelusuri pegunungan demi pegunungan. Baik bersalju maupun tidak. Tanpa makanan, minuman berasa, atau apapun lainnya yang bisa di makan. Namun tampaknya mereka kuat menahan semua itu. Apakah semua itu telah di atur?

"Ini lumayan jauh, kita berdiam disini bagaimana?" tanya Ryan sambil menatap sekitarnya.

"Setuju, aku suka melihat pemandangan dari atas sini, sangat indah," sahut Kevin sambil menatap ke ujung sana yang menunjukkan sebuah perairan.

"Eve, apa kau butuh sesuatu?" tanya Rose sambil merangkul bahu Eve.

Eve menggeleng, akhir-akhir ini, dia lebih banyak bergerak daripada menyahut apa yang Rose tanyakan.

Emelie langsung terduduk di bawah pohon. Sebelumnya dia mengambil salah satu daun yang entah darimana. Perhatian Eve langsung tertuju pada Emelie. Rasanya dia mulai mengingat kembali kejadian saat bersama Ryan.

Eve tersenyum membayangkannya, sampai saat dia berbalik. Ryan sedang berdiri menatap lurus ke arahnya.

Sial! Sepertinya Eve sangat malu, selain Ryan yang pasti sudah tau soal apa yang ia pikirkan. Belum lagi saat dia tersenyum dan berbalik yang ternyata disana ada Ryan yang tengah menatapnya. Apa laki-laki itu berpikir sesuatu?

"Diven, aku ingin bicara."

Suara itu membuat Eve menoleh, suara yang tidak asing. Suara Rose. Pertanyaan besar tentang apa yang Rose katakan. Untuk apa gadis itu membawa Diven ke tempat yang jauh dari mereka. Apa yang akan mereka bicarakan?

Sialnya, Eve malah memperhatikan itu. Dan sejak tadi Ryan masih belum beralih. Dia juga sama memperhatikan Rose dan Diven yang berlalu, sekaligus Eve yang tampaknya sangat penasaran dan hendak pergi.

"Eve..," panggil Ryan ketika Eve hendak akan menyusul mereka. Eve memang selaku melakukan hal seperti itu tanpa berpikir panjang. Untung saja Ryan menahannya. Jika tidak. Aoa Eve bisa dikatakan sebagai seorang penguntit?

Eve segera menoleh dan menatap Ryan yang berjalan mendekatinya. Tunggu, tetibanya Eve malah memundurkan langkahnya sedikit saat Ryan mendekatinya. Memang sih saat itu Ryan terlalu dekat. Namun rasanya aneh saja jika tiba-tiba seseorang menjau. Seperti ada hal yang aneh saja.

"Ada apa?" tanya Eve.

"Boleh aku melihat kertas dan peralatan lain di kotak itu?" pintanya yang sudah mengulurkan satu tangan nya.

Eve langsung mengerti, yang Ryan maksud adalah kertas AIRBLAZE dan juga Kompas dan Peta kecil yang berada di dalam kontak antik. Entahlah, Eve menyebutnya begitu.

Eve langsung berlari agar tidak terlihat di depan Ryan tentang dimana dia menyimpannya.  Setelah itu dia kembali dan membawa tiga barang yang di sebutkan tadi.

Ryan menatapnya sesaat, sampai akhirnya dia memegang sebuah peta kecil dan membukanya. Namun sayang, dia tidak menemukan apapun diasana. Ryan langsung mengembalikan benda itu. Setelah itu dia beralih ke kompas, sama hal nya dengan yang tadi. Tak ada hasil apapun. Ryan langsung memberi pada Eve dengan kesal. Membuat Eve tentu saja bertanya-tanya soal itu.

"Ada apa?"

"Kurasa hanya kau yang bisa memakainya," jawab Ryan kesal. Padahal dia ingin sekali menggunakan benda mungil itu.

"Ada apa?" tanya Emelie yang langsung datang menghampiri karena penasaran.

Eve hanya menunjukkan benda yang masih dia genggam. Sementara Ryan, tampaknya dia masih kesal. Namun kesal dalam artian yang tidak begitu sampai kadarnya.

Emelie meraih salah satu benda itu. Mencoba mencari tau apa yang salah. Sama hal nya dengan Ryan, tak ada gambar apapun di peta itu. Semuanya tampak buram.

"Loh.. bukan kah ini peta? Iya kan?" tanya Emelie memastikan. Sejak tadi matanya sama sekali tak bisa lepas.

Eve mencoba untuk melihatnya. Kini dua orang sahabatnya malah kesak karena benda yang ia bawa. Apa ini kesalahannya? Tentu saja bukan. Pertama, yang meminta benda itu untuk di ambilkan adalah Ryan. Jadi, mungkin Ryan yang salah. Atau, tidak keduanya.

"Aku melihat ada pegunungan disini, terlihat jelas. Apa kalian tidak lihat?" ucapnya sambil menunjuk salah satu gunung yang ada di bagian peta itu.

Namun saat mereka melihatnya kembali. Mereka tidak melihat apapun, sama sekali buram. Tak ada sedikit pun kata atau gambaran bahwa kertas kecil itu adalah peta.

"Mengapa kalian tidak bisa melihatnya?" tanya Eve bingung sambil menatapi lagi gunung yang baru saja ia lihat pertama kali. Sebelum nya memang tidak ada. Ya, tidak ada.

"Melihat apa?" Kevin datang dari belakang Eve. Membuat mereka kaget saja karena nada bicaranya yang terdengar keras.

"Wah..., aku ingin lihat dong..," ucapnya girang, seperti telah lama menunggu untuk melihat benda yang kini tengah di pegang Eve.

"Tunggu, buram?" Kevin mengucak matanya. Siapa tau ada yang salah karena dia tidak pakai kacamata. Namun tetap saja. Benda itu memang sudah alih fungsi hanya Eve yang dapat melihatnya. Eve sendiri pun tidak tau mengapa bisa begitu.

Eve langsung melihat kompas di tangan satunya. Kompas itu seperti menuju ke arah barat. Tepat ke arah depan nya saat ini. Ryan yang melihatnya langsung meraih benda itu, namun apa yang terjadi. Jarum kompas itu berbanding terbalik. Menunjuk ke arah Timur. Ryan bingung, dia menatap Emelie sekilas yang sejak tadi juga memperhatikan. Sedangkan Eve, dia memperhatikan Kevin yang masih mengucak matanya dan sesekali juga menatap Ryan.

Emelie mengambil kompas kecil itu. Sama hal nya, jarum malah menunjuk ke arah Utara kali ini.

"Eve, sepertinya ini rusak," Ryan menyodorkan kompas itu yang tadi dia ambil lagi dari Emelie.

Eve menatap bingung sambil meraih benda itu. Dia kembali mencobanya. Dan ya, masih tetap mengarah ke Barat. Dia menatap Ryan heran.

"Masih sama," ucapnya, yang tentu membuat Ryan bingung.

"Menunjuk ke arah mana?" tanya Emelie.

Saat itu Kevin memberhentikan menatap peta itu, dia beralih saat sesuatu mencuri perhatiannya. Terutama ucapan Emelie tadi yang mampu membuatnya menoleh.

"Barat," jawab Eve.

"Apa sebelumnya masih sama?" tanya Eme lagi karena masih sulit du mengerti.

Eve hanya mengangguk. Dia kembali menatap barangnya. Kevin juga tampaknya sudah mulai menerima dan menyadari jika peta itu memang tidak bisa dia lihat sama sekali.

AIR BLAZE [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang