Part 23 | Diven

127 22 0
                                    

Eve merintih karena kedinginan. Dia merasa tangan nya yang kian membeku. Tentu saja dia akan langsung melepas jabatan nya, namun sial. Laki-laki itu malah terus memegangi tangan Eve, membuat Eve tidak bisa terlepas walau sudah berusaha. Karena bagaimanapun, laki-laki itu mempunyai kekuatan yang lebih dari nya.

"Lepas!!" teriak Eve sembari menarik-narik lengan nya. Namun tetap saja, laki-laki itu malah tersenyum puas ke arah Eve.

Eve sempat menatap nya sebentar, mencoba menganalisis apa arti dari senyuman sialan itu. "Lepas!! Seharus nya aku tau sejak awal, jika kau tidak lah ingin membantu ku.. Lepas! Apa mau mu..," Eve semakin memberontak. Sekilas, laki-laki itu memiringkan kepalanya. Dia menatap heran kepada Eve, dan apa yang baru saja di katakan nya barusan.

"Sudah-sudah, aku tidak berniat seperti yang kau pikirkan. Aku hanya sengaja tadi..," ungkap nya yang langsung saja melepas tangan Eve.

Telapak tangan Eve kini terasa, sangat dingin. Mungkin berada di kisaran sepuluh derajat je bawah. Entahlah, intinya Eve kini terus memegangi tangan nya yang juga mulai kedinginan.

"Kenapa kau sangat dingin?" tanya Eve karena heran. Pandangan nya menatap lekat ke arah mata laki-laki itu. Eve mengira-ngira, ternyata warna mata nya masih belum berubah. Masih terlihat samar warna keunguan di mata kiri nya.

"Kau tidak perlu tau kenapa!" tegas laki-laki yang di ketahui bernama Diven itu. Saat sadar bahwa Eve sedari tadi menatap ke arah mata kiri nya, Diven langsung menutup nya dengan jari-jari tangan nya yang terlihat panjang dan tentu nya putih.

Eve terbelalak. Begitu sadar nya laki-laki itu saat Eve tidak sengaja menatap matanya. Tapi semua itu memang sudah pasti.

"Ahaha, begitu ya.. Yasudah, ayo lanjutkan, aku harus segera menemui Ryan..," kata Eve karena dia tidak ingin berlama-lama untuk membahas hal yang tidak penting.

Diven menatap Eve sebentar, namun tatapan nya sinis dalam artian menganggap apa yang di katakan Eve tidak lah mudah untuk di mengerti. Diven langsung mengambil langkah terlebih dahulu. Eve masih terdiam, setelah itu mengikuti dari belakang. Namun kali ini dia memberanikan diri untuk berada di samping laki-laki itu. Lagi-lagi dia mendapat tatapan tidak suka dari Diven.

"Tadi, kau bilang nama mu Diven kan?" tanya Eve, membuat suasana menjadi runyam. Karena sungguh, Diven muak dengan pertanyaan Eve.

"Iya," kata nya.

"Um.. Apa kau tau apa artinya?" tanya Eve lagi, seakan seluruh pertanyaan nya tidak akan pernah berhenti begitu saja.

Diven mendengus kesal. Namun sebisa mungkin dia tahan. Karena tujuan nya kali ini hanya perlu membantu gadis ini, setelah itu selesai. Dan dia pun terbebas.

"Aku tidak tau." jawab nya singkat sambil terus melangkah ke depan, yang sebenarnya Eve sendiri tidak tau dirinya akan dibawa kemana.

"...begitu ya, kau tidak tau arti nama mu. Um.. Nama belakang mu apa?"

Untuk kesekian kali nya Eve bertanya, membuat kesabaran Diven seakan hancur. Sebelum berbalik, laki-laki itu sempat menahan emosi nya. "Forest...," jawab nya dengan tekanan.

"Tunggu, mengapa aku mengatakan nya pada mu." Diven bingung saat dia berbalik, untuk kedua kali nya Eve, menabrak. Karena memang sepanjang perjalanan Eve selalu fokus pada akar yang berada di bawah nya.

Eve menaikkan bahunya serta membuat mimik di wajah nya, seakan dia tidak tau tentang apa yang di katakan laki-laki itu padanya.

"Kau- berhenti bertanya pada ku.. Dan jaga jarak mu," jelas nya lagi.

Eve hanya diam dengan kedua matanya yang melebar karena pernyataan yang di berikan Diven pada nya. Sebenarnya Eve tidak terlalu menghiraukan, Eve hanya mencari referensi baru. Karena dia tidak ingin jika hanya diam saja tanpa ada suara apapun. Walaupun sebenar nya Eve merupakan pribadi yang tidak mudah dekat dengan siapapun. Namun entah kenapa dia merasa terbuka saja pada laki-laki yang kini diketahui tengah menolong nya mencari Ryan.

AIR BLAZE [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang