7. Semakin Dibunuh, Semakin Tumbuh

53 11 4
                                    

Hallo selamat siang!!  Gak kerasa cerita ini udah di part 7 aja. Sebelum baca, boleh dong minta ⭐ nya!!
Hehe, terimakasih readers yang budiman.

🌺🌺🌺

Sudah seminggu, Sandi tak mendengar kabar kekasihnya, Renata. Segala cara telah dilakukannya, menelfon, sms, berkunjung ke rumahnya, mengunjungi kantornya, bahkan menemui teman teman terdekatnya pun sudah ia lakukan.

Tapi, nilih. Seakan semua bersekongkol menyembunyikan Renata darinya. Rena seakan menghilang bahkan terkesan mengindari Sandi. Pagi pagi butapun sudah Sandi usahakan untuk bertamu ke rumahnya. Namun jawaban ibunya tetap di dua kalimat yang sama

"Maaf nak Sandi, Rena semalam tidak pulang"

"Maaf nak Sandi, Rena sudah berangkat"

Saat Sandi mengunjungi kantornya pun jawaban yang diberi resepsionis selalu sama

"Mbak Renanya sedang tidak bisa diganggu pak"

Seakan menutup semua akses darinya. Sandi semakin bingung, apa kesalahannya tempo lalu yang lupa menjemput Rena sebegini fatalnya?

Padahal Rena sudah memaafkan Sandi lewat pesan singkat yang dikirimnya.

Me,
Rena tolong maafkan saya. Apa sebenarnya salah saya sehingga kamu menghindari saya? Tolong jawab ren, saya tersiksa tanpa kamu.

Send! Bahkan itu pesan ke 302 yang dikirimnya, dan tetap sama. Tidak dibalas!

Sandi benci mengakui hal ini, tapi tanpa Rena hidupnya sungguh hampa. Sekelibat memori muncul diingatannya, saat ia dan Rena masih memakai seragam putih abu abu.

Hari itu SMA Pancasila sedang mengadakan jam pelajaran tambahan di jam pulang sekolah untuk para siswa kelas 12 yang akan menghadapi ujian nasional.

Sandi, dengan badge warna hijau di lengan seragam kirinya yang bertuliskan XII IPA 2 berjalan menuju kantin, bermaksud membeli minuman untuk menghilangkan dahaganya. Sesampainya ia di depan kelas 11 ipa 3 tiba tiba Rena muncul dari dalam ruang kelas itu, Sandi yang terkejut langsung terjungkal ke belakang.

Rena tertawa puas melihat pacarnya itu memasang mimik muka keterkejutan yang sangat lucu menurut nya.

"Nih" ucap Rena memberikan tas kresek berwarna biru

"Buat aku?"

"Iyalah, ini jadwal kakak kelas bimbingan kan? Ya masa aku ngebiarin pacar aku kelaperan?"

"Makasih Ren" ucap Sandi senang

"Dimakan loh! Awas kalo gak dimakan!" ancamnya memelototi Sandi sambil berjalan dengan langkah kaki kebelakang

"Pasti, eh kamu mau pulang?"tanya Sandi sedikit berteriak

"Enggak. Aku di ruang osis, nunggu pacar selese bimbingan, terus pulang bareng deh. Dadaaah" jawab Rena sedikit berteriak sambil menoleh kebelakang melambaikan tangannya pada kekasihnya itu,

Sandi membuka matanya, tidak sehari atau dua hari ia bersama Rena, mungkin jika bisa diibaratkan kenangan-kenangan yang sudah ia dan Rena lalui bisa terbangun menjadi sebuah kastil yang megah. Sandi sangat rindu Renata.

Ting! Satu notifikasi muncul di ponsel Sandi, dengan gerakan cepat ia menjangkau ponsel yang tak jauh darinya, satu pesan masuk. Mungkin ini dari Rena-batinnya bersemangat. Namun saat dibukanya,

Mama

Mas, kata Dea kamu hari ini longgar. Bisa ndak temenin mama makan siang?

Ah, sial Sandi sungguh ingin menjerit frustasi sekarang, dan baru saja ia akan membalas pesan bundanya satu notifikasi pesan muncul lagi. Ada setitik harapan cerah, mungkin itu dari Rena. Dan lagi-lagi sialan! Bukan dari Rena, tapi dari nomer yang tidak di kenalnya,

+62822********

Kayaknya mama lo bakal nyusun rencana pertemuan lo lagi deh sama gue
gue saranin lo jangan nurut kali ini biar gue aja yang makan siang sama mama lo. Please Om.
Stella JS (ella) lo bisa save nomer gue, gak papa kok

Sandi membaca pesan kedua dengan mimik muka heran, ajaib sekali calon yang dipilihkan mamanya,

Untuk saat ini Sandi malas meladeni mamanya, ia dan Ella juga sudah saling sepakat untuk tidak menerima perjodohan laknat ini.

Me,
Maaf ma. Sandi harus makan siang sama salah satu klien.

Send! Setelahnya Sandi menyimpan nomor asing itu dengan nama, Gadis Barbar. Sandi tersenyum puas, mengingat percakapannya dengan Ella tempo lalu saat ia mengantarkannya pulang,

"Gini ya om. Lo pikir Cuma lo aja pihak yang dirugikan di perjodohan sialan ini? Gue juga! Lo pikir cuman lo doang yang punya pacar! Se'nyebelinnya gue, tetep aja gue juga punya pacar. Udah laku gue nih!" bentak Ella pada Sandi yang sedang fokus menyetir,

"Lalu apa rencanamu?" jawab Sandi enteng tanpa mengalihkan fokusnya pada jalanan di depannya,

"Gini, gimana kalo tiap pertemuan yang disusun mateng sama nyokap lo atau nyokap gue. Salah satu diantara kita harus ada yang gak dateng dengan alesan apapun. Dengan gitukan otomatis tuh nyokap nyokap kita nyerah sendiri lihat perjodohan yang gak ada ujungnya ini. So? Wdyt?"

"Wdyt?" ucap Sandi yang kali ini menolehkan kepalanya ke arah Stella

"What do you think, bego!"

"Ehh jaga gaya bicara kamu ya anak kecil!"

"A.. apa? Anak kecil? Gue udah 24 tahun he!"ucap Ella kesal sambil memukul lengan Sandi

"Bahkan kamu terlalu muda untuk takaran umur itu" kali ini Sandi menoleh lagi dan ekspresinya itu sungguh Ella muak untuk melihatnya

"Terserah! Terus gimana?!"

"Baik saya setuju"

"Deal" ucap Ella dengan senyum lega sambil menyandarkan lagi punggungnya di kursi penumpang tepat di sebelah kiri Sandi.

🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺

Selesai juga untuk part ini,

Hope you Like and enjoy this part.

With love,
Matcha!

Sidoarjo, 9 Juni 2019

It Was Fault WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang