[21] Care?

7.5K 1.1K 108
                                    


Maaf buat Typo...

~~~

"Turun."

Dennies menuntun Kenzie untuk memasuki rumah. Jam, masih menunjukkan pukul 7.15, yang artinya mungkin sebagian orang di rumah ini sudah terbangun atau justru masih ada yang tertidur mengingat hari ini hari minggu. Dan ya, Dennies tidak tahu kenapa kemarin Ayahnya libur dari pekerjaannya.

Ckrek.

Dennies membuka pintu utama rumah yang ternyata sudah terbuka. Benar, ternyata sebagian orang di rumah ini sudah terbangun. Dennies sengaja pulang agak siang, karena takut jika ia pulang pagi tidak akan ada orang yang sudi membukakkan pintu untuknya. Terlebih, Kenzie masih begitu terlelap tadi pagi hingga ia tidak tega membangunkannya. Iya, Kenzie tidak mau pulang dan memaksa Dennies untuk mengizinkannya menginap di villa. Katanya, di villa jauh lebih seru. Ia bisa menunggangi Tristan layaknya seorang koboy yang mengendarai kudanya. Jika Tristan tidak juga bergerak, anak itu tak segan untuk memukul pantat sahabatnya. Ck, malang sekali.

Dan pada akhirnya, tidak tega melihat raut wajah Kenzie yang nampak bersedih kala Dennies tidak mengizinkannya menginap, akhirnya pemuda itu berubah pikiran. Tidak apa jika sesekali Kenzie ikut bermain bersamanya.

"Kenzie, yaampun, kamu ke mana aja sayang?" Andini yang melihat Kenzie datang langsung berhambur memeluk cucu kesayangannya itu. Mengabaikan Dennies yang nampak diam melihatnya.

Pandangan Dennies beralih, menatap hampir seisi rumah yang menghela napas lega seolah baru menemukan seseorang yang menghilang berhari-hari. Pun Ayahnya yang nampak tersenyum lega sambil mengelus dadanya. Dan perlahan, tatapan Dennies teralihkan ke arah Isrti dari Ayahnya. Matanya bengkak. Apa ia habis menangis? Sebenarnya, ada apa?

"Kamu nggak papa sayang? Nggak ada yang luka, kan?" Andini memeriksa seluruh tubuh Kenzie, memastikan jika cucunya itu pulang dengan keadaan tanpa lecet sedikit pun.

Dennies mengerutkan alisnya bingung.

"Sayang," Clara berhambur memeluk Kenzie, seolah ia tak ingin kembali kehilangan Kenzie.

"Nies, kamu ajak Kenzie ke mana?" Richard berjalan mendekat sambil menatal lamat-lamat pada putranya itu. Jujur, ia hanya takut jika Dennies sampai membawa-bawa Kenzie, Dennies selalu membahayakan dirinya, dan ia tidak ingin putranya itu membawa-bawa Kenzie yang masih anak-anak.

Kebingungan Dennies perlahan terjawab. Ia mengerti, mereka mengira Dennies membawa Kenzie masuk ke dunianya yang brandalan? Mereka takut jika Kenzie sampai kenapa-kenapa karena ia pergi dengan Dennies? Seolah Dennies adalah seorang penculik yang tobat, kemudian mengajak anak kecil bermain bersamanya? Sekeji itu Dennies di mata mereka, bahkan di mata Ayahnya?

"Lain kali kalau kamu pergi, tidak usah bawa cucu saya!" Andini menatap Dennies tajam, kemudian melempar Dennies dengan sebelah sandal miliknya. "Cucu saya itu masih suci, bukan seorang pendosa seperti kamu!"

Pendosa?

Jadi, seburuk itu Dennies di mata mereka? Dan lagi, sejak kapan presikat seorang yang suci dan seorang pendosa bisa dengan mudah dilabeli oleh manusia yang bahkan perkataannya juga bisa mengundang dosa?

Dennies bingung, sebenarnya ini keluarga macam apa?

"Mamih," Richard memperingati, kemudian berjalan mendekati Dennies.

DENNIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang