[17] Sebuah Kesalahan

8.2K 1K 154
                                    

2505 kata, hampir 3000 kata woeeXD

SEMOGA SUKA♥
Bole dong kasih vote dan komennya~

Tepat waktu, yang kemaerin udah nyampe target kan? Wkwk.

~~~

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

"Mabro, baru sehari gak ketemu aja udah rindu berat nih gue."

"Wih, motor baru nih, mantap!"

"Bolelah gue pinjem buat balap besok."

Dennies membuka helm yang dipakainya, ia turun dari motornya setelah itu. Seulas senyum tipis terlihat dari bibir merahnya saat di depan sana semua anak-anak Hypernova sedang duduk di pelataran villa depan milik Danu. Mata Dennies menerawang, menatap dengan saksama villa di hadapannya. Cukup bagus dan bahkan sangat layak untuk ditinggali oleh Adnan dan Bi Arum nanti.

"Udah mulai?" tanya Dennies sambil ikut menimbrung duduk di samping Tristan yang asyik menyesap rokoknya. Ia tak menghiraukan ucapan teman-temannya tadi.

Pandu menoleh kemudian mengangguk. "Gimana, betah nggak tinggal sama Bapak lo?" tanyanya, "Itu motor lo baru? Dibeliin siapa? Babeh lo?"

Dennies tak berniat menjawab, ia hanya mengangkatkan bahunya acuh sebagai jawaban. "Bukan, Om gue," pada akhirnya ia menjawab juga.

"Gue tebak, Om lo pasti sebelas dua belas sama lo, ngaku?" Pandu menujuk Dennies dengan mata menyipit.

Dennies hanya mengangkatkan kedua alisnya. "Suka balap aja," jawabnya malas. "Suka juga gue bikin keluarga Ayah gue kesel," ia tersenyum sinis pada akhir kalimat. Lebih baik bikin kesel, dari pada bikin sakit hati!

Melihat itu, Adnan mengerutkan keningnya dalam sambil menatap Dennies dengan tatapan curiga. "Jangan buat aneh-aneh di rumah Om Richard Kak, kasihan," tegur Adnan. Ia paham betul dengan sifat Dennies yang mungkin akan berbuat aneh bahkan terkesan brandalan untuk mendapatkan perhatian dari Ayahnya. Sejauh ini Adnan berusaha menegur Dennies jika ada sesuatu hal yang tidak baik yang sekiranya sudah atau bahkan akan dilakukan oleh Kakaknya. Tapi itu saat mereka masih tinggal bersama, tidak saat mereka terpisah. Adnan jadi sedikit cemas.

Adnan juga paham, jika apa yang Dennies lakukan pasti selalu memiliki alasan dibaliknya. Hanya saja, mengenai alasan Dennies kurang terbuka untuk selalu memberi tahukannya.

"Bagi rokok," Dennies mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jaketnya, ia memberikannya pada Danu, lengkap dengan koreknya. Entahlah, rasanya selalu menyakitkan jika Dennies bertatap muka dengan Ayahnya, dan rokok belakangan ini mampu mengurangi rasa sakit itu. Ya, Dennies bahkan sudah lupa berapa batang rokok yang sudah ia habiskan hanya untuk mengurangi rasa sakitnya. Tapi cukup membantu, Dennies akui.

"Dendam aja lo, gak baik lho, dosa," Tristan ikut mengambil rokok yang Dennies keluarkan. Cowok itu, kemudian menyalakan korek api ke ujung rokoknya dan kemudian menatap Dennies. "Tapi gue paham sih, Allah maklumi kali," Tristan nyengir sambil membuang asap rokok dari mulutnya.

DENNIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang