[36] Kenyataan yang lagi dan lagi kembali menampar

5.2K 857 345
                                    


Uwuw, balik lagi hehe. Sesuai janjiku, kalao nyampe 300vote dan 250komen langsung lanjoedd, votenya udah nyampe ya, komen nggak papa lah, dimaafkan wkwk. Gak nyangka ternyata secepet ini ya hiks🤧

~SELAMAT MEMBACA~

~~

"Maafkan kami, Pak. Kami tidak bisa melakukan apapun untuk Dennies selain mengeluarkannya dari sekolah. Andai saja berita ini belum tersebar, kita pasti bisa memberikan keringanan untuk Dennies, tapi—"

"Dennies harus mendapatkan hukuman seperti anak lain, Pak. Walaupun saya Ayahnya, saya tidak ingin karena jabatan dan kaitan saya dengan sekolah ini, dia jadi diperlakukan istimewa. Seseorang yang bersalah memang harus dihukum, termasuk Dennies." Sejenak, Richard mengalihkan tatapannya pada Dennies yang nampak duduk di sebelahnya sambil menunduk. "Terima kasih untuk semuanya, Pak, kami permisi." Lanjut Richard kemudian bangkit dari duduknya.

Dennies tak banyak berkata-kata, ia hanya diam sambil menunduk saat ayah dan kepala sekolahnya membicaran perihal kasus yang tengah menyudutkan Dennies di dalamnya itu. Melihat sang ayah yang bangkit, Dennies ikut bangkit. Namun, sekalipun, ia masih belum bersuara.

Ya, inilah kenyataannya. Kenyataan pahit yang lagi dan lagi harus Dennies terima dalam hidup. Semua yang berkaitan dengan Dennies telah hancur. Nama baiknya, citra dirinya, pandangan orang lain terhadapnya, dan kini, pendidikannya, semuanya telah terenggut. Tidak ada hal yang tersisa lagi di hidupnya. Ayahnya, orang yang Dennies harap bisa melindungi dirinya dan melihat Dennies dari sudut yang tidak bisa dilihat orang lain pun, kini ikut berpartisipasi dalam merenggut hidupnya.

"Ayo, Nies."

Dennies hanya mengangguk, mengikuti sang ayah yang kini berjalan keluar dari dalam ruangan kepala sekolah yang sedari tadi mereka tempati.

Saat pertama kali keluar dari ruang kepala sekolah itu, hal pertama yang Dennies lihat adalah para siswa nampak berjejer di depan ruang kelas mereka sambil menatap Dennies. Tatapan yang lagi dan lagi membuat Dennies merasakan terpojok karenanya. Semua orang, menatapnya dengan tatapan mencemooh. Walaupun cukup jauh, bahkan Dennies juga mendengar bisik-bisik mereka yang membicarakan Dennies di dalamnya.

"Kalian, kanapa di luar? Cepat, masuk ke dalam kelas masing-masing!"

Semua murid yang tadinya berjejeran di depan kelas mereka itu, sontak berlarian masuk ke dalam kelas mereka. Bentakan Pak Rusdi selaku kepala sekolah, membuat mereka tidak punya pilihan lain selain melarikan diri.

"Maafkan para siswa, Pak." Pak Rusdi nampak menundukkan kepalanya, meminta maaf pada Richard yang nampak sekali tidak nyaman dengan suasana tadi.

Mendengar itu, Richard hanya mengangguk sambil memaksakan senyum tipis di bibirnya. "Tidak papa, Pak," ucapnya, kemudian menatap Dennies. "Cepat bereskan barang-barang kamu, ayah tunggu di mobil."

"Dennies bawa motor, Yah." Ucap Dennies pelan masih sambil menunduk.

"Kalo gitu kamu pulang sama Ayah, motor kamu biar supir yang bawa."

Mendengar itu, Dennies hanya mampu mengangguk patuh. "Iya, Yah."

~~

"Nah, itu dia datang."

"Yakin sih gue, bakalan dikeluarin dia."

"Ya harus lah, orang make narkoba, yakali nggak dikeluarin."

DENNIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang