| 5 | THE ODDITY

18 10 18
                                    

A/n : VOTE KOMEN nya mbae😚

*****

"Ada rasa yang tak sama. Dan, aku sudah biasa."

***

Suasana kelas masih menyisakan ketegangan, meskipun bel istirahat sudah berdering sejak tadi.

Jelas saja, hasil nilai ulangan harian minggu kemarin dibagikan dan hasil dari semua pelajaran tampak mengecewakan. Meskipun sudah berkali-kali dinasihatin oleh guru, insaf nya cuma sebentar. Setelah itu, kembali malas belajar.

"Ahh gila ini sih. Nyokap kalau lihat nilai gue bisa ngamuk seharian." keluh Keyna sambil mengerucutkan bibirnya. Kertas bekas coret-coretan menjadi pelampiasan emosinya, ia meremuk-remukkan kertas itu lalu melemparkannya ke depan kelas.

Aku tertawa pelan mengingat perkataannya minggu lalu saat menjadikan kertas perumpaan untukku.

Ternyata kini dia membuktikannya. Selain menjadi tidak terpedulikan, kertas pun bisa menjadi pelampiasan emosi seseorang.

Aku pun melihat hasil rekap nilai ujian harian Keyna yang didominasi angka 9. Kecuali, untuk pelajaran matematika dan fisika yang hanya mendapat nilai 6.

"Masih mending ini. Ini juga baru ulangan harian, nggak usah dibawa pusing." kataku sambil menepuk pelan bahunya, lalu aku bergegas merapikan barang-barangku diatas meja, karena perutku sudah meronta-ronta minta diisi makan.

Keyna mendengus kasar, "sayangnya gue tuh nggak bisa sesantai lo Rys, yang cuek banget jadi orang." lalu ia mengambil rekap nilai ulanganku dari selipan bukuku. "Nih lo liat. Nilai bahasa Indonesia lo cuma dapet 45 Rys. Dan, lo sesantai ini?" tanyanya.

Kurebut kembali kertasku dari tangan Keyna dan menaruhnya kedalam tasku tanpa menanggapi ucapannya.

Kudengar helaan napas Keyna. "Dengan nilai bahasa lo yang nggak ada kenaikan gini, bagaimana bisa lo ngebuktiin ke nyokap lo, kalau lo itu bisa menjadi penulis yang produktif Rys?"

Tanganku yang tengah meletakkan buku kekolong meja otomatis terhenti gerakannya setelah mendengar ucapan Keyna.

Lalu aku pun menatap matanya, "berhenti buat menghubungkan antara nilai bahasa dengan menjadi penulis Key,"kataku. "Karena kedua hal itu nggak saling berkaitan. Nilai bahasa bukan buat bukti kalau seseorang adalah penulis yang produktif."

Melihatku berbicara dengan ekspresi yang lebih serius dari sebelumnya, Keyna pun langsung menanggapi, "Rys, bukan gitu. Maksud gue—"

"Satu lagi." Selaku. "Mau serendah apapun nilai bahasa gue, nyokap gue nggak akan pernah peduli, selagi nilai yang lainnya bagus. Lo tau sendiri, nyokap nggak akan pernah mendukung segala sesuatu yang berhubungan dengan penulis."

"Rys—"

"Jadi, gue minta sama lo nggak usah membahas hal ini lagi." Kataku akhirnya, dan kemudian pergi keluar kelas meninggalkan Keyna.

"Krystal!" Keyna memanggilku, namun tidak kutanggapi.

"Dia itu kenapa sih? Kok jadi sensi gitu bawaannya?" Akhirnya Keyna menyusulku keluar.

Karena, dia selalu tahu. Jika aku bersikap seperti ini pasti ada sesuatu yang salah. Dan dia juga selalu tahu,

Aku tidak mau sendiri menghadapinya.

Fairy LiopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang