Stefy berjalan dengan terburu-buru sambil membawa tumpukan map serta kertas ditangannya. Salah Stefy, dia tadi terlambat bangun padahal dia harus menghadiri acara rapat direksi yang perusahaan Dave adakan. Ini semua gara-gara Dave, bisa-bisanya dia bulan madu disaat seperti ini. Jadinya tugas dan kerjaan Stefy menumpuk.
Bruk
Tak memperhatikan jalan, Stefy menabrak lelaki bertubuh jangkung yang ada dihadapannya. Bokongnya mendarat mulus dilantai yang dingin.
"Aw!" kata Stefy berusaha untuk bangkit dan memaki siapapun yang ada di depannya saat ini.
"Kau!" kata Stefy melihat pemuda yang tak lain adalah Paul tengah berdiri dihadapannya sekarang.
Paul hanya diam, "Kenapa kau menabrak ku?" tanya Stefy.
"Kau yang menabrak ku." Paul justru menuduh balik Stefy.
"Jelas-jelas ini salahmu. Lihatlah, apa yang kau lakukan. Aku harus segera rapat dan sekarang bahan yang akan aku jadikan rapat berserakan seperti ini."
"Aku tidak peduli. Selama ini kau berusaha mencari perhatianku, 'kan? Aku yakin, ini juga alasanmu agar aku menabrakmu dan kau bisa mendekati ku. Terlihat seperti wanita murahan." kata Paul menatap sinis Stefy.
Stefy ternganga, ini pertama kalinya Paul berbicara panjang lebar padanya. Tapi kenapa justru kalimat pedas yang keluar dari mulutnya. Ingin rasanya Stefy menangis, tapi dia tak punya banyak waktu.
"Kau pikir kau siapa? Bisa-bisanya kau berbicara seperti itu tentangku. Aku tidak menyangka ternyata pria dingin seperti mu mempunyai lidah yang tajam." Stefy kesal bahkan teramat kesal pada Paul.
Memang selama ini Stefy selalu mengganggu Paul, tapi sekarang situasinya berbeda. Stefy tidak punya waktu untuk bercanda. Dengan muka merah padam yang menandakan dirinya benar-benar marah, Stefy melihat ke arloji yang dipakainya. Gotcha! Dia sudah terlambat lima belas menit. Ketahuilah, dalam dunia perbisnisan tak ada kata terlambat untuk satu menit, apalagi dirinya yang sudah terlambat lima belas menit.
Paul mengangkat bahu hendak meninggalkan Stefy. Namun, setetes air mata yang keluar dari mata indah Stefy menghentikan pergerakannya. Stefy berusaha menutupi air mata itu dengan membalikkan badannya tapi Paul sudah terlanjur melihatnya. Seketika rasa bersalah muncul dalam diri Paul. Stefy bukan cengeng. Hanya saja, dia menjunjung tinggi sikap profesional, baginya pekerjaan adalah hal yang tak bisa diremehkan meski terkadang dia suka bercanda dengan Dave selaku atasannya. Stefy menangis karena memikirkan kemungkinan rapat ini akan ditunda atau mungkin dibatalkan karena ketidakhadiran dirinya, ditambah lagi dia sedang datang bulan yang mengakibatkan dirinya menjadi lebih sensitif.
Stefy berjongkok dan mulai memunguti lembaran-lembaran kertas yang berserakan itu. Saat ini keadaan lobi sunyi karena semua sudah sibuk dengan kerjaannya masing-masing, hanya beberapa orang yang terlihat berlalu-lalang namun tak menghiraukan keadaan Stefy dan Paul.
"Hei, kau menangis?" tanya Paul.
Stefy pura-pura tuli, tak mendengar Paul. Dia malah melanjutkan pekerjaannya. Air mata tadi cepat-cepat Stefy hapus karena masih ada Paul, dia kira Paul sudah pergi. Dia tidak mau Paul menilainya gadis manja.
"Kau tak menjawab pertanyaanku? Aku—aku ingin meminta maaf padamu. Ok fine, aku salah. Maafkan aku." Stefy tetap tak memperdulikan Paul.
Paul berjongkok disamping Stefy dan mulai ikut memunguti kertas itu tapi Stefy segera menghentikan pergerakannya Paul. Stefy mencekal lengan Paul.
"Kau tak perlu membantuku. Percuma juga, rapat itu pasti sudah dibubarkan. Terimakasih kau telah memberitahu padaku kalau selama ini aku terlihat seperti wanita murahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The DANGEROUSEST Wedding [ SUDAH TERBIT ]
RomanceDISKON EBOOK EDISI 6-30 APRIL 2021 Plak! Lagi, tamparan itu kembali menjalar dipipinya. Ia menangis bukan karena rasa sakit akibat tamparan itu tapi karena takdir yang selalu menertawakannya. "Kau hanya seorang pembantu yang kebetulan merangkap jad...