01. Kesan Pertama

826 40 7
                                    

Kesan pertama itu penting.
Biar orang tau bagaimana mereka harus menilaimu.

-Giska Si Koki Cantik-

--------------------------------------------------

          Aku menghembuskan nafas berat. Di siang bolong seperti ini bunda malah menyuruhku menjemput seseorang di bandara. Padahal yang ingin kulakukan di siang ini hanyalah tidur di atas kasur sambil menonton video masak dari chef-chef terkenal dunia. Ditemani segelas susu coklat dingin dan semangkuk bakso pedas. Ah, bunda sangat merusak rencana yang telah kususun rapi itu.

Baru akan beranjak dari kasur, suara dering telepon sudah mengganggu pendengaranku. Kulirik sekilas terdapat nama bunda di layar ponsel.

"Halo, Bunda. Assalamualaikum. Iya, ini Giska lagi siap-siap. Bentar lagi juga berangkat ke bandara," Cercahku hampir tiada jeda. Bahkan, bunda belum mengatakan satu patah katapun di seberang sana.

"Giska.. kamu kalo bicara dikasih titik, koma, dong. Bunda pusing dengernya." Bisa kubayangkan bunda pasti sekarang wajahnya sudah memerah.

"Iya, bundaaa.. maafin Giska, ya!" kini aku melambat intonasi bicaraku.

"Kamu cepetan siap-siap. Pasti sekarang Arzen sudah sampai. Jangan lupa bawa kertas karton yang udah ada nama Arzen. Udah disiapin pak Harto kemarin."

"Ih, masak aku berdiri di bandara sambil bawa kertas karton gitu sih, Bun. Malu, ah! Apalagi aku sendirian. Gak mauuu.." elakku. Bagaimana mungkin aku mencari-cari makhluk bernama Arzen itu dengan cara aneh seperti itu.

"Tidak ada bantahan. Bunda lagi sibuk. Hati-hati di jalan ya, sayang.. Assalamualaikum."

Dan belum sempat aku menjawab, bunda sudah mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Lagi-lagi aku menghembuskan nafas berat. Ini hari yang menyebalkan.

***

          Kini aku duduk santai sambil memainkan game di ponselku. Dan di sampingku sudah ada supir taksi online yang membawa kertas karton besar bertuliskan "ARZENDI BIMA SAKTI". Katakan saja aku jahat, karena menyuruh supir taksi online ini mengerjakan tugas yang harusnya kulakukan. Tak masalah, aku sudah membayarnya lebih.

Sudah 15 menit aku menunggu, namun batang hidung makhluk bernama Arzen itu tak kunjung terlihat. Kata bunda dia sudah datang. Tapi, dimana orangnya?.

"Pak, saya mau ke kamar kecil dulu. Nanti kalau orangnya sudah dateng, bapak tunggu saya di mobil, ya." Aku berkata sambil berdiri dari dudukku.

Kulihat pak supir itu mengangguk dan menjawab, "iya mbak."

Sesekali mataku berlari-lari mencari keberadaan Arzen, ya walaupun aku juga tidak tau bagaimana wajahnya sekarang. Terakhir kali aku bertemu dengannya itu ketika aku masih berusia 3 tahun, sedangkan dia 4 tahun. Itupun aku diingatkan bunda jika aku pernah bertemu dengan Arzen.

Arzen itu anak dari sahabat ayah dan bunda yang tinggal di Maroko. Om Satria dari Indonesia dan tante Angela dari Amerika. Dan setelah menikah, keduanya tinggal menetap di Maroko.

'Brukkk...'

Tubuhku terjatuh ke lantai, karena tabrakan yang cukup keras dari seseorang yang entah siapa.

Salam Untuk Arzen [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang