09. Sarjana Pendidikan Tata Boga

377 22 0
                                    

07.00 WIB

         Aku menatap pantulan diriku dari cermin. Sangat cantik. Tak ada salahnya aku memuji kecantikan sendiri. Memang benar-benar cantik dari biasanya. Kebaya warna dusty, jilbab senada, riasan sederhana karyaku.

"Giska.. sudah selesai dandannya?" suara bunda terdengar dari luar.

Aku tersenyum. Melangkahkan kakiku ke luar kamar. Mendapati bunda dan ayah yang sedang duduk berdua di meja makan.

"Selamat pagi, ayah, bunda."

"Cantik banget anak ayah. Udah cocok jadi pengantin, hehehe..." pujian dari ayah dan yang terakhir kupikir itu semacam--- ejekan yang menyakitkan.

"Ayah... Cocok jadi sarjana dong, masa pengantin." Aku memberengut kesal. "Kan nggak ada pasangannya," lanjutku dengan nada memelan.

"Abis diwisuda nanti cari pasangan." Bunda ikut menyahut.

"Bunda.." aku melipat kedua tangan diatas meja.

Harusnya ayah dan bunda berkata begini, "Wahh.. putri ayah cantik sekali. Kelihatan dewasa dan cocok jadi sarjana." Dan bunda akan menyahut, "Giska.. anak bunda yang cantik. Seorang chef yang hebat." Nyatanya apa? Mereka malah membahas jodoh. Menyebalkan! Sudah tau aku baru saja patah hati.

"Iya-iya, anak bunda yang paling cantik nan baik. Jangan cemberut, ah nanti nggak ada cowok yang mau loh!" Bunda oh bunda. Bisakah tidak mengatakan hal sepahit itu kepada anakmu?

"Hahaha.. sudah-sudah. Ayo, kita berangkat! Nanti telat lagi." Ayah menengahi. Kami berangkat bertiga. Kak Argi akan datang dari rumahnya. Hari ini Billa juga akan wisuda bersamaku.

Mobil mulai melaju. Aku duduk di bangku depan, bunda dan ayah dibelakang dan pak Harto yang menyupir. Jika kalian bertanya dimana Arzen, pagi-pagi tadi dia sudah pergi bersama Yulia. Entah kemana makhluk itu pergi.

30 menit berlalu. Sampailah kami di gedung serbaguna yang terletak di samping universitasku. Sudah banyak teman-teman yang sampai. Tak kusangka aku sudah sedewasa ini. Akan lulus dari perguruan tinggi.

Mataku mengamati sekitar mencari keberadaan teman-temanku.

"Hallo, Gis!" Sapa Wildan dengan gaya khasnya.

"Hai..!"

"Kamu dateng sama siapa aja? Nih, kenalin sepupuku. Namanya Mawar." Kakaknya cantik dan normal.

Aku mengulurkan tangan, "Giska." Dia menyambut uluran tanganku dan menjawab, "Mawar."

"Eh, Gis. Lihat deh, aku pakek blush on baru loh! Cucok nggak?" Bulu tengkukku bergedik ngeri. Melihat makhluk ini mengedipkan matanya beberapa kali.

"Cucok abis! Aku duluan ya, Wil, Mbak!" Segera mungkin aku berjalan pergi. Jika lebih lama lagi aku disana, Wildan akan menceritakan merk blush on barunya, harganya, kelebihannya, dan lain sebagainya. Dia lebih cocok menjadi perias daripada chef.

"Kak Argi!" seruku.

"Wahh.. siapa nih?"

"Cantik banget, ya??? Sampai kakak pangling gitu...." Aku bergaya dengan mengarahkan kedua jari telunjukku ke pipi. Sok manis, imut-imut gitu.

Salam Untuk Arzen [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang