"TAK INGIN KAU PERGI"

24 1 0
                                    


Di pantai itu,
Ada satu yang tak pernah diragu,
Membuat ku merasa ingin menunggu,

Disatu sore yang riuh akan canda gurau,
Namun aku terdiam termangu,
Ketika kulihat seseorang tengah duduk dipinggir pantai beralaskan sepotong kayu ,
Ah, apa itu benar kamu?
Yang saban hari membuatku rindu,
Ketika waktu sulit memberi temu,

Dibarisan burung pantai yang asik berkicau,
Kau duduk membaca buku,
Dengan hati yang sempat terbelenggu,
Sebelum kau kembali hilang berlalu,
Aku menghampirimu dengan malu,
Dan kau menyapaku dengan lugu,

Semoga ini bukan bagian dari mimpiku,
Didalam tidurku,
Setelahnya saat kesepian memastikan atas kepergianmu,
Kusadari bahwa hilangmu adalah luka yang sebenarnya tak ingin kusentuh,
Sepertimu akupun ingin bahagia,...
Kamu yang pernah menjadi harapku, meskipun kamu sanggup mengutarakan padaku, atas doa yang kau panjatkan. Agar mendapat seorang yang lebih baik dariku tak mengapa..... aku memang lemah.
Tak sekuat kamu, tak akan mampu aku untuk menyakiti hatimu.
Dengan melupakanmu....
Kasih sayangmu.....
Biarkan waktu yang akan menjawab ketulusan cinta yang aku punya,
Dari tangisanku kini.... yang tak lagi kau mau peduli.

Pada saat itu ada banyak puisi yang terlahir oleh sore,
Ada ribuan sajak yang tercipta oleh senja,
Ada ratusan bait-bait puisi yang tertulis oleh lembayung,
Dan selalu ada kamu... kamu... kamu... disetiapnya,
Aku ingin turut serta bersama penyair agung,
Bersama sore, lembayung, senja, jingga; agar bisa menjadikannya lebih indah pada setiap katanya,
Aku mencobanya dengan duduk disebuah dermaga yang tak lagi asing pada puisi seorang penyair,
Keretek siap... korek ada... kopi turut hadir; berharap dapat menemani mencari beberapa kata,
Ku mulai memandangi senja,
Perlahan ku perhatikan lembayung,
Ku pandangi warna jingga,
Namun tak ku dapati "kamu" pada sore itu,

Sisa ampas kopi mulai terlihat,
Puntung rokok mulai berserakan,
Senja perlahan menghilang,
Jingga mulai memudar,
Dan kata-kata tak juga kunjung hadir.

Seberapa banyak yang kau baca adalah sebanyak yang ku tulis.
Dan juga adalah seberapa banyak aku meluangkan waktu untuk menyatukan aksara-aksara untuk menjadi satu puisi utuh. hanya berharap dapat menyentuh dasar hatimu,

Walau ku tau jika pada akhirnya hanya akan menjadi kumpulan kertas yang kau tumpuk dipojokkan penuh debu, dan kau hanya akan menjadi perempuan bertubuh puisi yang tak bisa ku baca dengan jelas,

Suatu saat aku akan mengajakmu melihat-lihat ombak menabrak karang , lalu memintamu menulis puisi, biar kau tahu bagaimana kata-kata dikepala seorang yang jatuh cinta begitu riuh beriak.

Aku berhenti pada satu titik lamunan tersadar akan jalan menujumu bukanlah hal yang mudah, lelah.... bosan... serta kebingungan. sudah menjadi hal yang lumrah ku temui dalam setiap langkah yang ku jejakan.

Menujumu perlu mempunyai pemahaman luas agar tak tersesat pada kecemasan yang menghilangkan rencana pada belantara kekecewaan.
Kan ku teruskan langkah mencoba memberanikah diri akan hal-hal yang menakutkan dalam perjalanan menujumu; sebisa ku, semampu ku semoga kau masih berdiri dalam kesendirianmu diujung sana ketika langkah ku berhenti pada titik yang ku tuju, dengan harapan aku dapat berhenti dikamu atau mungkin semesta memintaku berhenti dari kamu.

Tetapi Ragamu masih enggan menampakan diri, dan langkah masih membawa untuk bersinggah penuh lelah, akankan hatimu menjadi rumah? Menjadi tempat menetap.

Masih saja kepalaku mengeja mimpi-mimpi yang penuh tanda tanya, diantara kata seandainya yang tak kunjung menemui makna, dan aku masih tak seberani menafsirkan mimpi-mimpi tentangmu yang belum tampak, mungkin dibeberapa sempat kita pernah menjadi dua orang yang saling sapa.

Kini,.... Entah kita makin jauh untuk saling menemukan, atau mungkin sangat dekat untuk saling menyadari. Aku berjalan sendiri dan kamu entah langkah siapa yang sedang mengimbangi.

Bagaimna suara tangis pada sebuah kepergian? Selain hanya ada serpihan-serpihan sunyi yang tak menemui usai. Ketika perginya yang tak taakan pernah menemui pulang, ketika perginya akan kehilangan arah pulang saat mencoba singgah dibeberapa tempat, dan ketika perginya bukan untuk pulang pada tempat yang sama.

Pada sebuah kata pergi selalu terselip kata harapan untuk pulang, entah berharap atau diharapkan.

Senja menuju kenangan,
Ada seorang penulis duduk dipasir memandang ombak menyentuh mata kakinya yang buta,
Bukan, dia bukan penulis dia hanya sedang gemar merangkai kata indah menjadi sebait puisi,
Tidak, tidak semua yang ia tulis terangkai indah, terkadang menjijikan untuk beberapa orang,
Tak selamanya menjadi indah....
Tapi sajak-sajaknya selalu tertuju untuk satu orang....

_SQA.😎

Lamongan, 12 juni 2019. 22:16

"kASIH YANG HILANG"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang