Sore yang lumayan panas itu, ketua BEM, organisasi di kampus mereka sengaja mengumpulkan seluruh anggotanya untuk membicarakan soal study banding yang setiap tahun memang diselenggarakan oleh seluruh mahasiswa di kampus tersebut. Berhubung Ervin adalah ketua divisi hiburan, dan kebetulan dia sudah semester enam, maka ia ditunjuk oleh sang Presiden BEM untuk menjadi Ketua pelaksana event tersebut.
Alasannya simple sih, kenapa si Nantha—Presiden BEM—memilih Ervin, karena, kan, cowok macam Ervin itu memang tanggung jawab sekali dalam hal seperti ini. Yang lebih penting, sih, karena Ervin itu anak dari Direktur perusahaan besar industri di Indonesia, siapa tahu, acara ini dibiayai olehnya, hehe.
Si bodoh Ervin memang tidak pernah ber-negative thinking, jadi, ketika ia ditunjuk, ya, oke-oke saja.
"Oke, sambil menunggu presiden kita, gua bakalan ngebuka pertemuan hari ini dengan satu teori yang gua denger dari si Regan tahun lalu. Kalian pernah denger teori relativisme ga? Yang menjelaskan bahwa semesta ini selalu dinamis, kayak perasaan gua ke Naura, kadang berubah-ubah gitu," cowok yang memiliki tahi lalat di bagian bawah mata bagian kanannya itu celetuk asal sehingga membuat teman-teman BEM-nya menghela napas malas—kecuali adik-adik tingkatnya yang mengagumi cowok narsis itu terang-terangan, mereka akan selalu memuja dan memuji apa pun yang sedang cowok itu lakukan.
"Lha, ngomong apaan si lu, nyet, gombal yang sangat menjijikan. Si Naura mah mau aja dibegoin si Ervin, heran gua."
Yang barusan nyinyir itu adalah Fahri, wakil divisi kedisiplinan. Cowok itu adalah salah satu teman karib Ervin, yang satu fakultas dengannya. Nyinyiran frontal ini tentunya selalu keluar dari mulut teman Ervin—jika penyakit gombal cowok itu sedang kumat—tapi cowok, gak mungkin kalau itu cewek, yang ada para gadis itu klepek-klepek duluan kalau lawan bicaranya itu si Ervin.
Oke, ada cerita sedikit. Jadi, Naura adalah mantan Ervin—teman satu angkatannya, di Fakultas Sastra Indonesia—yang baru minta putus padanya seminggu yang lalu. Bro, Ervin itu ga pernah mutusin pacar-pacarnya. Ada juga dia yang diputusin. Siapa sih yang mau pacaran sama dia ketika lu jadi pacarnya tapi dia malah gombalin cewek lain di depan lu? Apalagi ketika cowok itu menceritakan tentang perempuan lain di depan lu?
Emang bangga sih, bisa pacaran sama kunyuk itu. Tapi, ya, itu, resikonya. Kurang ajar sekali bukan?
Si empu yang mendapat nyinyiran seperti itu tertawa saja, dan pura-pura menampilkan wajah cemberutnya pada Fahri yang sudah malas sekali menonton gombalan basi dari kawannya itu.
Sedangkan anggota BEM yang notabene-nya adik tingkat Ervin semakin menggila di belakang sana, ada yang berteriak; "Kak Ervin kenapa ga pacaran sama aku aja?" atau; "Kak Ervin imut banget sih, jangan gitu ah! Aku kan baper, huwaa!"
Dan pastinya akan mendapat teguran dari si Fahri; "Berisik lu pada! Masih juga gantengan gua!" sewot cowo berbadan besar itu.
"Huu, sirik aja lu sama gua Ri," itu Ervin yang balas ucapan Fahri.
Tiba-tiba saja, pintu ruangan ber-AC itu terbuka, dan menyodorkan seonggok manusia bertubuh tinggi yang berjalan masuk ke dalam ruangan.
"Eh, Bang Nantha! Baru dateng lu? Jadi Presiden itu sibuk banget ya?" tanya Ervin sok perhatian, ketika cowok itu menggeser tubuh Ervin agar turun dari podium.
"Berisik lu, kampret. Mending dengerin ceramah dari gua, sono duduk!"
Si Nantha itu memang punya perangai keras, tegas juga, tapi dia tanggung jawab, kok, dalam memikul jabatannya. Nantha itu benci sekali dengan orang yang banyak bacot, seperti Ervin yang popular di kalangan kampus ini contohnya. Kendati, dia selalu minta bantuan apa pun kepada Ervin, karena mereka berdua memang satu fakultas. Ditambah juga Ervin memang orang yang sangat loyal, siapa pun yang minta bantuannya pasti ditolong, termasuk diminta untuk menjadi pacarnya sekali pun, haha, bodoh memang.

KAMU SEDANG MEMBACA
GANJIL [local fanfict]
Hayran KurguSesuatu yang tak genap; abnormal; ajaib; sinting. Yang kita tahu, Tuhan menyukai hal ganjil. Apa dalam hal asmara juga harus demikian? Haruskah ada orang terasakiti dari takdir dua insan yang lain? Haruskah ada kata mengalah? Lantas, Saka lebih baik...