Thirteen

45.5K 2.6K 50
                                    

Sudah seminggu ini Arka di rawat di rumah sakit. Setelah Dokter Deven menyatakan jika Arka sudah pulih dan diperbolehkan untuk pulang, Rio langsung mengemasi baju Arka, Vania, dan juga dirinya setelah mengurus administrasi.

"Biar aku bantu" ucap Vania yang akan mengambil alih koper yang dipegang oleh suaminya.

"Tidak usah, aku bisa sendiri. Kamu jaga Arka saja" tolak Rio membuat Vania mengurungkan niatnya untuk duduk di samping suaminya.

Vania menatap suaminya diam, sedangkan Rio terus memasukkan pakaian mereka dalam koper tanpa menatap istrinya sama sekali.

Vania akhirnya lebih memilih mengalah daripada nantinya berujung perdebatan antara dirinya dan Rio.

Selama perjalanan, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Arka sendiri tertidur dalam pangkuan Vania, mungkin dia masih lemas karena hanya tidur selama sembilan hari ini.

Sesampainya di perkarangan rumah, Rio langsung turun dari mobilnya dan membantu menggendong Arka yang masih terlelap.

Napas Vania tercekat berada begitu dekat dengan suaminya seperti ini. Ia rindu ucapan sayang suaminya, pelukannya, ciuman di keningnya, tawanya, dan semua tentang Rio.

Vania diam menatap Rio yang lebih dulu berjalan memasuki rumah dan mengabaikannya sendiri tanpa mengajaknya masuk juga.

Vania mengedarkan pandangannya di setiap sudut rumah yang telah ia tinggalkannya lebih dari seminggu. Bukannya kotor tapi ini malah lebih bersih dari sebelumnya, barang-barangnya pun tertata dengan rapi.

"Setiap tiga hari sekali ART di rumah Mama ke sini untuk membersihkan rumah" ucap Rio yang mengerti apa yang tengah dipikirkan Vania. Vania mengalihkan pandangannya ke arah suaminya lalu menganggukkan kepalanya mengerti.

Rio merebahkan tubuhnya seraya menatap langit-langit kamar. Ia ingin mengistirahatkan tubuh serta pikirannya yang lelah karena sembilan terakhir ia sangat jarang tidur karena harus menjaga Arka yang sedikit rewel.

Rio memilih tidur di kamar bawah setelah tadi ia menemui ibu-ibu komplek yang kompak menjenguk Arka.

Di kamar lain, Vania menatap pintu kamar yang tak kunjung terbuka. Entah mengapa ia merasa suaminya selalu berusaha menghindar dari dirinya.

Tak mungkin juga jika suaminya terus marah hanya karena Arka. Ia telah berulang kali mencoba mengajak Rio berbicara tapi tetap saja gagal.

Vania mengerjapkan matanya berulang kali mencoba memfokuskan penglihatannya. Ia terkejut melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.30, ternyata ia sudah tidur tiga jam.

Vania mengalihkan pandangannya ke arah sampingnya, nyatanya Arka tak ada di sampingnya. Vania memakai sandalnya seraya mengikat rambutnya dan berjalan ke arah pintu.

Ia berjalan keliling ruangan tapi sama sekali tak melihat keberadaan Arka dan juga suaminya.

"Kemana mereka?" gumam Vania seraya celingukan mencari dua orang yang begitu ia cintai.

Vania berbalik arah ke arah kamar. Ia lebih baik mandi dan juga shalat lalu setelah itu mencari mereka kembali. Ia tak mungkin meninggalkan shalat kecuali ada hal yang memang mengharuskannya untuk tak melaksanakannya.

"Rio" panggil seorang perempuan membuat Rio langsung mengalihkan pandangannya.

"Akhirnya ketemu juga" ucap perempuan itu dengan napas terengah-engah membuat Rio mengernyitkan dahinya.

"Ada apa kamu kesini? Dan kamu tahu alamat ini dari mana?" tanya Rio bingung.

Perempuan itu berdecak kesal, "Apa gunanya punya mulut kalau tidak tanya?" ketus perempuan itu membuat Rio terkekeh pelan dibuatnya.

"Hai, Arka. Nice to meet you" ucap perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah Arka yang berada digendongan Rio. Sebenarnya tadi Rio mengajak Arka berjalan santai keliling komplek mumpung sore ini tidak terlalu panas.

Arka menatap papanya bingung karena mendengar perkataan tante yang ada di depannya, "Tante Evelyn bilang, senang bertemu denganmu" jawab Rio menjelaskan. Arka hanya diam dan tetap tak mengerti.

"Anak kamu ganteng juga ya" ucap Evelyn seraya sedikit mencubit pipi Arka membuat Arka langsung mengalihkan pandangannya.

"No" ucap Arka seraya menutupi kedua pipinya membuat Rio langsung tertawa. Sedangkan Evelyn menatap Rio bingung.

"Dia bilang apa?" tanya Evelyn bingung.

"Dia bilang, jangan cubit pipi Arka" jawab Rio seraya terkekeh pelan.

Evelyn berdecih pelan, "Dasar papa sama anak sama saja"

Dari balkon, Vania menatap suaminya bersama seorang perempuan yang pernah ia lihat di rumah sakit kala itu bersama suaminya.

Vania dibuat iri karenanya. Bersama perempuan itu Rio tampak begitu bahagia, sesekali tampak tawa dari wajah suaminya.

"Siapa dia?" gumam Vania pelan seraya tetap memperhatikan mereka.

Vania langsung menutup pintu balkon ketika suaminya tanpa sengaja memergokinya sedang memperhatikan mereka. Vania berjalan cepat ke arah kamar seraya meruntuki kebodohannya.

"Untuk apa kamu mengintip? Apa itu sekarang jadi hobi barumu?" tanya Rio yang baru memasuki kamar mereka membuat Vania menatapnya gugup.

"Ah, tidak. Siapa juga yang mengintip?" elak Vania seraya mengalihkan pandangannya dari suaminya.

"Terserahmu" ucap Rio seraya membalikkan badannya tak peduli itu memang benar apa tidak.

"Tunggu" titah Vania membuat Rio menghentikan langkahnya.

"Si......siapa wanita tadi?" tanya Vania sedikit takut.

Rio mengernyitkan dahinya, "Hanya teman" jawab Rio santai seraya membuka pintu lalu keluar dari kamar mereka tanpa peduli apa yang akan ditanyakan istrinya lagi.

-----------------

Vania menepuk pelan paha Arka agar Arka cepat terlelap. Arka mengerjapkan matanya pelan seraya tetap meminum asinya.

Vania menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi suaminya tak kunjung masuk ke kamar mereka. Padahal biasanya jam segini Rio sudah bersiap untuk tidur.

Vania mengancingkan bajunya setelah memastikan Arka sudah nyenyak dalam tidurnya. Vania mengambil guling dan meletakkannya di samping kanan Arka dan bantal di samping kiri Arka. Ia ingin mencari keberadaan suaminya.

Vania menekan saklar menghidupkan lampu di ruang keluarga tapi ia tak menemukan keberadaansuaminya. Vania lalu berjalan ke satu persatu ruangan tapi tetap saja tak mendapati Rio.

Vania menekan kenop pintu di satu kamar yang belum ia masuki. Ia melihat hanya ada kegelapan dan hanya diterangi lampu balkon yang tak terlalu terang di kamar ini karena terhalang tirai.

Ia memfokuskan pandangannya ke satu objek yang ada di atas kasur. Ia berjalan pelan menghampiri seseorang yang ternyata suaminya yang sudah terlelap tidur.

"Untuk apa Kak Rio tidur di sini?" batin Vania bertanya.

Vania menatap wajah tampan suaminya, ia menggerakkan tangannya bermaksud mengelus puncak kepala suaminya. Tetapi gerakannya kalah cepat sampai ia tak sadar jika sekarang ia sudah di bawah kungkungan seseorang karena terlalu terkejut.

Vania memperhatikan wajah Rio yang berada begitu dekat dengannya di kegelapan kamar, "Vania" panggil Rio pelan lalu mencium bibir Vania dalam.Vania yang masih belum sadar atas keterkejutannya hanya bisa memejamkan matanya menikmati ciuman suaminya.

"Please, kali ini saja" pinta Rio setelah melepaskan ciumannya. Vania yang tersadar lalu mengaitkan kedua tangannya di leher suaminya dan menariknya mendekat ke arahnya.

Vania langsung mencium bibir suaminya membuat Rio tersenyum. Walaupun seperti itu Rio membalas ciuman Vania. Rio memejamkan matanya begitu pun dengan Vania meresapi kerinduan di antara mereka.

"I love you" gumam Rio pelan lalu mencium Vania kembali.

----------

Gimana nih pendapat kalian tentang part ini? Jangan lupa vote and comment ya biar akunya juga semangat ngetiknya. Love you

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang