Thirty One

46.1K 2.8K 247
                                    

Arka duduk di kamarnya menunggu papanya pulang. Ia sudah tak berniat untuk belajar. Ia penasaran siapa foto perempuan yang menyebut dirinya mama.

Ia ingat saat ia pernah bertanya keberadaan mamanya. Semua orang bilang jika mamanya sudah tak ada.

Suara pintu kamarnya terbuka menbuat Arka mengalihkan pandangannya dari bukunya. Ia tersenyum melihat papanya yang masuk ke dalam kamarnya.

"Papa" panggil Arka seraya turun dari tempat tidurnya dan langsung berlari memeluk papanya.

Rio tersenyum lalu mengangkat Arka dalam gendongannya. Arka memeluk leher papanya seraya menyadarkan kepalanya di bahu papanya. Rio berjalan ke arah tempat tidur Arka lalu mendudukkan dirinya dengan Arka yang masih memeluknya.

"Kenapa, hem?" tanya Rio seraya mengelus punggung Arka.

"Mama Arka di mana?" tanya Arka pelan. Rio menghela napas dalam mendengar pertanyaan yang diajukan anaknya. Ia tahu jika Arka akan bertanya dan ia sudah siap akan hal itu.

"Arka ingin bertemu Mama?" tanya Rio kembali dan diangguki cepat oleh Arka.

"Nanti ya" ucap Rio pelan.

"Janji?" pinta Arka seraya menyodorkan jari kelingkingnya. Rio menganggukkan kepalanya lalu mengaitkan jari kelingkingnya di jari kelingking anaknya.

"Yaudah, ayo tidur! Udah jam delapan" titah Rio seraya menidurkan Arka. Rio memperbaiki posisi tidurnya lalu memeluk Arka sembari mengelus punggungnya.

Arka memang sangat suka tidur dengan posisi ini dan ia akan langsung tidur setelahnya. Rio terus berpikir bagaimana membawa Vania cepat ke sini padahal ia tak tahu sama sekali keberadaan Vania.

"Papa akan melakukan semuanya untukmu, Boy. Papa janji" batin Rio seraya mengelus kepala Arka sayang. Rio memejamkan matanya untuk mengikuti Arka yang sudah masuk ke dunia mimpi.

Di ruang kerja Vino, Alina sesekali memperhatikan ayahnya yang sibuk dengan kertas-kertas yang sungguh tak dimengerti olehnya. Walau seperti itu, Alina begitu suka karena ayahnya terlihat keren di posisi itu.

"Ayah tak apek?" tanya Alina dengan polosnya membuat Vino mengalihkan pandangannya.

"Tidak. Ayah tidak capek kan Ayah lakuin ini buat Alina" jawab Vino dengan tersenyum membuat Alina ikut tersenyum juga.

"Ayah, Alina engen alan-alan" pinta Alina mengungkapkan keinginannya.

"Besok Ayah cuti, jadi besok kita jalan-jalan sepuasnya. Okeh? Tapi biarkan Ayah kerja dulu sekarang" pinta Vino dan diangguki oleh Alina. Vino kembali fokus ke pekerjaannya dan Alina pada bonekanya.

Keesokan harinya, Alina menampilkan wajah sebalnya. Bagaimana tidak, Ayahnya pergi ke Singapura tanpa mengajaknya. Padahal dia juga ingin ikut.

Alina menatap tab yang dipegangnya dengan tatapan merajuk. Ia sekarang sedang melakukan video call dengan ayahnya.

"Alina" panggil Vino tapi Alina tak menjawabnya malah memalingkan wajahnya.

"Alina, Sayang. Maaf ya, Ayah tadi buru-buru kan Alina tadi juga lagi bobok" bujuk Vino.

Alina kembali mengarahkan tatapannya ke arah tab, "Alina alah tau" ketus Alina membuat Vino yang di sana menahan tawanya. Wajah anaknya yang merajuk sungguh lucu untuknya.

"Jangan marah! Katanya Alina sayang banget sama Ayah. Jadi, nggak boleh marah" bujuk Vino membuat Alina langsung merubah ekspresinya.

"Alina tak alah. Epet pulang oke?" ucap Alina dan diangguki cepat oleh Vino.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang