Twenty Four

40K 2.5K 299
                                    

Beberapa jam setelah sampai di rumah, Rio memutuskan untuk ke rumah mertuanya untuk membicarakan hal yang cukup serius. Sebelum ia mengambil keputusan besar, dia harus meminta izin walau ia selalu berharap jika ini takkan pernah terjadi dalam pernikahannya.

Rio terdiam dalam mobilnya menatap rumah yang ada di hadapannya sekarang. Ia memejamkan matanya sebentar sebelum ia keluar dari mobil.

Rio melangkahkan kakinya secara perlahan mananjaki lima tangga sebelum sampai di teras rumah. Rio memejamkan matanya memberanikan diri untuk menekan bel rumah mertuanya.

Suara pintu terbuka membuat Rio yang tadinya menundukkan kepalanya menjadi menegakkan kepalanya. Ia tersenyum kecil melihat ibu mertuanya yang membukakan pintu untuknya.

"Assalamu'alaikum, Ma" salam Rio lalu menyalimi tangan mama mertuanya.

"Wa'alaikumussalam, ayo masuk!" jawab mama mertuanya mempersilahkannya masuk.

Rio melangkahkan kakinya memasuki rumah mertuanya. Rasanya udara di sini begitu menyesakkan untuknya. Walau seperti itu, ia terus melangkahkan kakinya ke arah sofa di ruang tamu.

"Mama panggil papa dulu" izin mama mertuanya dan diangguki oleh Rio.

Beberapa menit kemudian Rio sudah dihadapkan oleh mertuanya, Arham, dan juga Nafis yang duduk di depan dan sampingnya. Memang sebelum ia datang ke sini, ia menelpon papa mertuanya karena ingin membicarakan hal yang cukup serius.

"Ada apa, Yo?" tanya papa mertuanya membuat Rio beberapa kali menghela napasnya seraya menelan salivanya.

"Saya minta maaf" pinta Rio pelan seraya menundukkan kepalanya.

Papa mertuanya mengernyitkan dahinya bingung begitu juga semua orang yang ada di sini, "Kenapa kamu minta maaf, Yo?" tanya papa mertuanya penasaran.

Rio menundukkan kepalanya, "Saya meminta izin sama mama dan papa untuk keputusan yang akan saya ambil nantinya" jawab Rio pelan.

Semua orang saling pandang tak mengerti atas ucapan Rio, "Maksud kamu apa, Yo? Keputusan soal apa?" tanya papa mertuanya penasaran.

Rio menghela napasnya berkali-kali seraya memejamkan matanya, "Soal pernikahan Saya dan Vania" jawab Rio seraya tetap memejamkan matanya.

"Soal pernikahan? Maksudnya bagaimana?" tanya mama mertuanya sedikit menaikkan nada bicaranya.

Nafis terus menatap ke arah sahabatnya begitu pula dengan Arham. Entah melihat Rio seperti itu membuat mereka menjadi was-was dengan jawaban Rio.

Rio menghela napas dalam, "Saya sungguh minta maaf. Jujur ini adalah hal yang paling sulit yang akan saya katakan" ucap Rio pelan.

"Saya bimbang akan menceraikan Vania atau tidak" lanjut Rio seraya memejamkan matanya erat.

Bagai petir di siang bolong, semua orang di ruangan ini terkejut bukan main atas jawaban Rio. Tak terkecuali Nafis yang langsung menarik kerah Rio kuat sampai Rio berdiri dari duduknya.

"Apa maksud lo ngomong kayak gitu, Yo?" desak Nafis menatap Rio tajam seraya mengeraskan rahangnya.

Rio hanya diam dan tetap memejamkan matanya. Mama mertuanya begitu syok sampai hampir terjatuh dari duduknya.

"Nafis sudah! Biarkan Rio yang menjelaskan!" titah papanya membuat Nafis melepaskan tarikannya dengan kuat membuat Rio sedikit terdorong ke belakang.

"Sekarang jelaskan secara rinci, Yo" titah papa mertuanya dengan nada tegasnya.

Rio duduk kembali lalu menjelaskan semua akar permasalahan yang membuat ia mengambil keputusan ini. Mulai dari Vania yang sering izin padanya sampai pulang malam dan berakhir mengetahui pesan dari seseorang di ponsel istrinya.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang