Thirty Three

43.3K 2.6K 163
                                    

Rio melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang seraya memijat pelan pelipis kirinya. Ia sungguh kesal dengan mamanya yang seenaknya menjodohkannya kembali dengan seseorang yang sama sekali tak ia kenal. Ia saja belum menceraikan Vania malah disuruh nikah lagi. Itulah yang dipikirkan Rio.

Apalagi perempuan itu tiba-tiba datang ke ruangannya dengan gaya sombongnya. Memang dia cantik tapi Vania lebih cantik baginya.

Rio mendengus kesal menatap seorang perempuan yang sudah berada di depan rumahnya dengan senyum manisnya. Rio tak peduli dan melangkahkan kakinya melewati perempuan itu.

"Please, lepas!" tekan Rio menghenrikan langkah kakinya dengan nada kesal.

"Aku kan calon kamu, Kak" jawab Gina dengan santainya seraya mengeratkan lengannya mengampit lengan kanan Rio.

Rio menghembuskan napas dalam lalu mengalihkan pandangannya ke arah Gina dengan tatapan datarnya, "Dengar! Statusku masih menjadi suami seseorang dan takkan berubah!" tekan Rio seraya melepaskan paksa tangan Gina lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Gina yang berdengus kesal.

Rio tersenyum melihat Arka yang berlari ke arahnya diikuti dengan Dea. Rio bersimpuh seraya merentangkan tangannya menyambut Arka dan Dea.

Ia memeluk erat kedua anaknya seraya tersenyum. Ia mencium puncak kepala Arka dan juga Dea, "Ayah Lio balu pulang?" tanya Dea dengan cadelnya.

Rio menganggukkan kepalanya, "Iya, Dea ke sini dari jam berapa?" tanya Rio.

Dea mengerutkan dahinya tak mengerti, "Dari sekolah langsung ke sini" sahut Arka.

"Yaudah, kalian lanjutin main lagi. Papa mau ganti baju, udah bau" ucap Rio dan diangguki Arka dan Dea.

Langkah Rio terhenti melihat mamanya yang baru saja menutup pintu kamar. Rio mengurungkan niatnya dan berjalan ke arah mamanya.

"Udah pulang?" tanya Mamanya yang sedikit terkejut mendapati puteranya yang berdiri menatapnya.

"Kenapa dia ada di sini?" tanya Rio dengan nada datarnya.

"Oh, Gina. Kan emang dia calon kamu jadi Mama ajak ke sini biar lebih mengenal dengan keluarga ini" jelas Mamanya dengan nada santainya.

Rio menghela napas kesal seraya menatap Mamanya, "Mama kan sudah tau, kalau aku belum bercerai sama Vania. Aku masih punya istri, Ma" kesal Rio.

"Kalau gitu, bawa Vania kembali" ucap Mamanya datar lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Rio yang terdiam membisu.

Memang semua orang sudah tak menganggap Vania bahkan orangtua Vania sendiri kecuali Mamanya yang menganggap Vania tak bersalah. Malah Mamanya yang keukeh mempertahankan Vania.

Di rumah sakit, Vania bersusah payah berusaha berjalan walaupun ia berkali-kali terjatuh karena kakinya begitu susah untuk melangkah. Setiap kali ia melangkah, ia akan jatuh kembali.

"Ayo, semangat" ucap Vino menyemangati dan diangguki oleh Vania.

Vania mengencangkan pegangannya pada besi di kiri kanannya. Kurang sedikit lagi ia mencapai ujung. Vania menghembuskan nafasnya dan perlahan melangkahkan kakinya.

"Aaaa!!!" teriak Vania yang berjalan tak seimbang. Vania membuka matanya merasakan pelukan dari seseorang.

Vania merenggangkan pelukannya dan melihat Vino yang sedang menahan tawanya membuat Vania langsung tertawa dibuatnya.

Vino membantu Vania menegakkan tubuhnya kembali. Dokter yang melihat mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya tersenyum.

Vino mendorong kursi roda Vania menuju kamar rawatnya. Ia memaksa menyuruh Vania tetap dirawat di rumah sakit karena ia takut terjadi apa-apa pada Vania setelah koma walau dokter mengatakan bahwa Vania hanya perlu terapi berjalan.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang