Gara-Gara Dia!

1.4K 24 0
                                    

Kabar yang diberi petugas medis, membuat Bu Hastari nyaris pingsan ketika mendengarnya. Wanita lembut yang memberi kabar via telepon itu, menyatakan bahwa Ares dan Pak Prasto baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan tengah diberi pertolongan di rumah sakit yang sama.

Bergegas, ia menghampiri unit gawat darurat rumah sakit yang berada di lantai pertama RS umum dimana Petir juga menjalani pengobatan. Wajah putihnya berubah pasi ketika melihat dokter muda keluar dari ruangan itu dengan gelengan putus asa.

"Pak Prasto tertolong karena sabuk pengaman yang ia kenakan. Tapi kami tidak berhasil menyelamatkan pengelihatan putri Anda. Maaf." Dokter muda berkata setelah sebelumnya terlihat berusaha untuk dapat berhasil menenangkan diri.

Bu Hastari, dengan mata sembab yang nyaris bengkak, tidak menunjukkan emosi apapun ketika sang dokter berlalu dengan tundukan malu dalam langkahnya. Ia merasa, bukan dokter tersebut yang pantas dijadikan disalahkan. Dan Tuhan, entah karena takut atau tidak memercayai-Nya, enggan ia persalahkan.

Tentu saja selain kedua objek itu, Bu Hastari memiliki sasaran empuk lain untuk dijadikan kambing hitam. Petir.

Ia berpikir, bahwa seandainya saja Petir tidak tergeletak dengan nyawa setengah di depan pintu rumahnya, tentu ia tidak akan memaksa Pak Prasto ke rumah sakit. Dan pastinya kecelakaan naas itu tidak akan pernah terjadi. Putri kecilnya, Ares, tidak akan kehilangan indra terpenting miliknya. Dan mereka tidak harus mengeluarkan tiga kali lipat biaya rumah sakit. Ia bahkan bisa menikmati tumbuh kembang Ares yang berjalan normal, tanpa ada usaha apapun untuk melatihnya terbiasa dalam kegelapan. Dan ia juga tidak harus membagi perhatiannya untuk siapapun. Hanya ada dirinya, Ares, dan suaminya.

Tapi kemudian Petir datang dan merusak segalanya. Tak pernah terpikir oleh Bu Hastari bahwa mungkin saja itu sudah takdir yang harus dijalani olehnya.

Star SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang