Potongan Kedua

1.3K 24 0
                                    

Petir. Selama enam belas tahun hidupnya, ia hanya tahu bahwa ia adalah anak seorang pengusaha kaya yang tidak mendapat secuil pun perhatian karena, fokus kedua orang tuanya hanya ada pada Ares, gadis cantik buta yang tak lain (menurut dirinya) adalah kakak kandungnya.

Yang terasa sangat mengganjal bukan hanya kepilih-kasihan yang terutama dilakukan ibunya terhadap ia dan Ares, tapi juga ciri fisik di tubuhnya yang sangat kontras dengan kedua orang tua dan bahkan, kakaknya.

Mata sipit coklat miliknya berbanding terbalik dengan mata hitam Ares yang besar. Kulit putihnya, juga jauh berbeda dengan kulit Ares yang coklat kekuningan. Belum lagi hidung, bibir, alis, dan segala perangkat di wajahnya yang bertolak belakang dengan milik orang tua serta kakaknya.

Agak berlebihan jika kugambarkan ia tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Karena, seperti yang kau ketahui, sebenarnya ia bahkan tumbuh tanpa ada orang tua di sampingnya. Pak Prasto, yang sejak awal sudah terlihat menjaga jarak, sulit sekali diajak membangun hubungan. Bu Hastari, yang jelas-jelas memberi penolakan terhadap dirinya sejak terjadi kecelakaan itu, lebih sulit lagi bahkan untuk sekedar diajak melakukan gencatan senjata.

Memang tidak selalu ada teriakan marah keluar dari mulutnya, tapi tatapan permusuhan yang diberikan Bu Hastari, sudah cukup menggambarkan seberapa tinggi tingkat kemustahilan mereka untuk dapat menjalin hubungan baik.

Petir sendiri bukan tipe anak penurut yang hanya akan meneteskan air mata saat  sang ibu membentak atau bahkan memukulnya. Sebaliknya, ia tipe pemberontak yang tidak hanya akan balas berteriak, tapi juga membanting barang atau hal-hal kasar semacam itu. Meski tentu saja, ia pantang melakukan kekerasan fisik pada ibu, yang setidaknya, sudah membiarkannya tumbuh dalam asuhan pembantu di rumahnya.

Yang agak mengecewakan, meski ia membuktikan bahwa dirinya pantas mendapat nama Petir sebagai gambaran kekuatan, pembukitian itu sangat menyimpang dari harapan publik. Memang benar orang-orang di lingkungan tersebut akan segera memberikan gidikan samar saat mendengar namanya disebut. Namun, hal itu bukan karena wibawa 'pembela kebenaran' seperti yang diharapkan, tapi karena daftar panjang keonaran yang telah ia perbuat. Beberapa sudah pantas disebut kejahatan, dan beberapa masih dalam kategori 'kenakalan'.

Sudah dapat bayangan mengenai bagaimana sifat Petir yang faktanya agak mengerikan? Bagaimana kalau kutunjukkan saja dengan gambaran nyata? Sudahlah. Toh tidak ada gunanya seandainya kau tahu bahwa ia sudah mulai melakukan pemalakan di sekolah saat kelas enam sekolah dasar.

Jadi, bagaimana kalau kuberitahu saja potongan kedua kisah hidupnya?

Star SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang