empat

3.2K 328 6
                                    

Cinta? Aku bahkan tak tau kapan aku mulai jatuh cinta kepadanya, yang aku tau, aku hanya terbiasa hidup dengan dia ditengahnya.
____

KRIST POV___

"Kapan kau mulai menyukai dia?" Phi Sing bertanya dengan santai, kakinya bahkan terlipat diatas sofa.

"Entahlah, aku tak tau. Yang aku tau, aku sudah mulai menyukainya saat semester genap di universitas"

"Bagaimana kau tau jika kau mulai suka dengannya?"

"Hmmm.... Saat itu jika aku tidak salah, adalah hari Senin, ia membawa mobilku saat itu, karena mobilnya ada di bengkel. Ia berjanji akan mengantarkan mobilnya malam hari setelah ia pergi dengan teman-temannya. Aku meng-iyakan tanpa pikir panjang. Keesokan harinya, saat ia mengantarku ke kampus, aku mengecek ponselnya dan menemukan sebuah pesan dari orang lain, yang isinya...." Aku sengaja menggantung ucapan ku. Ingin melihat bagaimana ekspresi Phi Sing jika aku menggoda seperti ini.

"Kiiit... Isinya apa? Lanjutkan...." Dia merebut bantal yang kupeluk.

"Isinya, mereka berdua berjanji akan bertemu di suatu restoran" aku meraih kembali bantalku. Enak saja main ambil, meskipun ini rumahmu, aku yang pertama kali memeluknya.

"Dia bermain di belakangmu? Kau marah?" Dia kembali berantusias dengan rentetan pertanyaan.

"Belum, aku menyimpan pesan itu, lalu mengirimnya ke line ku, tentu saja setelah itu aku hapus bukti pengiriman pesan di line ku."

"Kenapa kau tidak marah?" Dia tampak kesal. Aku yang diselingkuhin, kenapa dia yang kesal?

"Aku perlu bicara dengan salah satu temanku untuk tahu keputusan apa yang harus aku ambil. Jadi saat itu, aku diam saja. Namun keesokannya, saat kami bertemu, aku mencoba menanyakan hal itu, tanpa menunjukkan bukti yang sudah aku pegang." Sebelum aku melanjutkan cerita, aku mengambil minuman dingin di lemari es, ia hendak protes, tapi saat aku kembali dengan dua gelas minuman dingin, dia diam tak jadi protes. Menggemaskan.

"Lalu apa jawabannya?" Ternyata dia menunggu kelanjutan ceritanya.

"Dia membalikkan cerita, dia berbohong. Dia bilang jika orang itu yang memulai, padahal aku tau jika dia yang memulai. Jadi aku menamparnya"

"Kau? Menamparnya? Wow! Jadi saat itu kau baru tau kalau kau menyukainya?" Ekspresinya tampak sangat menggemaskan saat seperti ini.

"Ya, saat itu aku tau aku menyukainya."

"Apa setelah itu dia melakukan kesalahan lagi?"

"Tentu saja. Saat itu kami sudah dua tahun bersama, aku meminta untuk mengakhiri hubungan kami. Mungkin inilah yang disebut titik jenuh dalam suatu hubungan."

"Kau yang meminta?" Aku menganggukkan kepala, sebagai pertanda ia benar.

"Kenapa?"

"Aku merasa tertekan? Tidak memiliki seorang teman sejak menjalin hubungan dengannya? Bosan? Banyak hal yang membuat aku bersikukuh untuk menyelesaikan hubungan kami, meskipun ia menolaknya"

"Dia menolak?"

"Dia menolak untuk berpisah, kami bertengkar cukup lama, hingga beberapa kali dia kehilangan kesabaran dan mengumpat, mengucapkan kata-kata kasar kepadaku" Aku tersenyum tipis, kuanggap sebagai senyum simpul mungkin?

"Dan akhirnya kami benar-benar berpisah" Aku melanjutkan kalimat ini setelah merubah posisi dudukku, aku sekarang bersila masih di atas sofa, dan benar-benar menghadap kearah Phi Sing, kepalaku menyandar ke sofa supaya nyaman.

"Kenapa kalian kembali bersama?"

"Itu... Aku bingung bagaimana menjelaskannya...."

"Semampumu saja..." Tangannya terulur mengusap ujung rambutku, aku tersenyum saat ia melakukannya, apakah ini cara dia membuatku nyaman untuk bercerita, atau ini cara dia mendekatiku? Entahlah, hanya dia yang tau dan Tuhan pastinya.

"Saat itu aku tengah praktik tugas kuliah di luar kota, aku tengah dekat dengan orang lain saat ia tiba-tiba datang dan mengajakku pergi. Sebagai teman? Aku menghargainya, tak ada pikiran sama sekali dalam diriku untuk kembali bersamanya, meskipun aku masih mencintainya? Menyukainya? Terbiasa dengannya? Entahlah, aku benar-benar tak mengerti saat itu. Beberapa kali kami pergi bersama, sampai dia tahu aku dekat dengan orang lain, dia marah dan mengatakan aku masih bersamanya, dan sudah kembali dengannya. Aku saat itu sangat bodoh hingga mengiyakan keputusan dan perkataannya."

"Jadi kalian bersama atas kalimatnya yang kau setujui?" Wajahnya tampak serius saat menanyakan ini.

"Phi Sing boleh mengatakan bahwa aku bodoh..." Phi Sing tampak tersenyum saat aku mengatakan ini, lalu mencubit pipiku sebelum berkata, "Kau memang bodoh dulu, tapi sekarang tidak"

Sepertinya aku tersipu malu, astaga pipiku terasa kaku saat tersenyum sekarang.

"Bagaimana kau berpisah untuk kedua kalinya?"

"Aku punya seorang sahabat, kami cukup dekat..." Aku menguap, mataku mulai terasa berat.

"Kita sudahi saja, Kit...." Aku mengangguk setuju, ia mematikan rekamannya,

Kami berdua naik ke lantai atas, ia berjalan di belakangku, mungkin takut jika aku tersungkur kebelakang.

"Selamat malam Phi Sing..." aku dapat melihat jika Phi Sing sedikit terkejut saat aku mengucapkannya, bahkan ia tak jadi memutar kenop pintu hanya untuk melihat ke arahku.

"Selamat malam juga, Kit..." aku dapat melihat Phi Sing tersenyum sebelum aku memasuki kamarku.
.
.

Jam menunjukkan pukul 8 waktu Jepang, saat aku baru membuka mata. Beberapa kali aku mengerjap untuk menyesuaikan mataku dengan cahaya di kamar.

Aku pergi menuju kamar mandi, membersihkan diri, menata beberapa pakaian yang ada di koper, barang-barang yang lain sebelum aku keluar kamar.

"Kit, kau baru bangun?" Phi Sing tengah menata sarapan di atas meja makan saat aku sampai di dapur.

"Maaf. Apa aku terlalu siang?" Aku bertanya sopan,

"Tidak, besok kita mulai jadwalnya, hari ini istirahat saja. Aku akan menunjukkan beberapa hal tentang Jepang. Tapi, kita sarapan dulu." Dia duduk di sebuah kursi, dan aku mengikuti duduk di seberangnya.

"Aku tadi sempat mengecek note dari ponsel ini, tertuliskan jika sore ini kau ada jadwal ke dokter. Apa Phi sakit?" Aku belum menyendokkan makanan, berniat menunggu dia memulai. Namun, tiba-tiba aku teringat sesuatu tentang note, jadi aku menanyakan sekarang dan itu membuat ia menghentikan pergerakannya saat menyendokkan makanan.

"Hanya check up biasa, aku rutin melakukannya untuk menjaga kesehatanku. Dan, dokter siapa disana tertulis?" Phi Sing tampak meletakkan sendoknya.

"ATP?" Aku ragu untuk tulisan itu.

"Ah, dia yang akan kemari nanti. Dia kakak tingkat ku saat sekolah menengah dan tengah berada di Jepang juga. Jika lain kali kau melihat jadwalku dengannya, jangan sampai kau baru bicara tiba-tiba ya? Karena jika dia di Thailand, kita harus terbang dulu ke sana."

"Ah, begitu. Baik, saya mengerti" Aku mengangguk mengerti saat ia menjelaskan sedikit tentang dokter itu, Phi Sing tampak meraih kembali sendok yang sempat ia letakkan sebelum kembali berkata,

"Kit, dokter yang kita bicarakan ini namanya adalah Gun Atthapan, dia seorang psikolog."
.
.
.
.
.

          TEBECEH

Gw selalu suka jadiin si Gun ini sebagai seorang psikolog. Why? Karena aktingnya di The Gifted.

It's Love (SK) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang