lima

3.3K 323 13
                                    

"Kit, dokter yang kita bicarakan ini namanya adalah Gun Atthapan, dia seorang psikolog."

Aku mendongakkan kepalaku yang sempat tertunduk, menatap Phi Sing dengan lekat.

"Kenapa kau butuh seorang dokter psikolog?"

"Aku seorang penulis, penulis dengan genre mengerikan, aku harus menjaga kondisi mentalku sebelum aku terbawa dengan tulisanku. Terkadang sebagai seorang penulis, aku harus memposisikan diriku sebagai karakter dalam tulisanku" jelasnya detail.

"Apa hanya itu?" Aku masih penasaran kenapa seorang pria tampan sepertinya yang tampak cerdas harus sering bertemu dengan seorang psikolog.

"Apa kau takut?" Tanyanya, mungkin ia melihat aku sedikit terkejut dan merenung karena tak percaya dengan apa yang ku dengar.

"Tidak, aku hanya penasaran saja, kenapa seorang yang tampak cerdas sepertimu harus berurusan dengan seorang psikolog"

"Hey, saat kita harus ke psikolog itu bukan berarti aku bermasalah. Aku hanya mencegah! Ingat! Mencegah!" Wow, aku baru kali ini melihatnya tampak merajuk, ya mau bagaimana lagi, kami kan juga baru berkenalan.

"Hahaaaa.... Baiklah, ayo kita makan lebih dulu!" Aku menyudahi saja pembicaraan kecil ini, perutku sudah mulai lapar.

Aku dan Phi Sing makan dalam kondisi tenang, tak begitu banyak hal yang berarti saat kami makan.

Setelah selesai makan, ia mengajakku pergi untuk jalan-jalan, menunjukkan beberapa hal tentang Jepang. Phi Sing mengemudikan mobilnya sendiri dan aku duduk disampingnya selama perjalanan.

Beberapa kali ia menghentikan mobilnya, menunjukkan beberapa tempat yang sering ia kunjungi, seperti perpustakaan, cafe, restoran, kantor percetakan, dan sebuah taman. Dia sempat mengenalkanku dengan beberapa orang saat kami berada di kantor percetakan, dan menjelaskan jika besok aku akan mulai menghandle semua pekerjaannya. Dan dari perjalanan yang cukup panjang ini, kami beristirahat di taman kesukaannya. Ada sebuah kursi kayu panjang di bawah pohon besar, cukup nyaman untuk duduk disini meskipun terik matahari bersinar cukup terang. Namun, dedaunan dari pohon besar ini mampu menghalangi panasnya sinar sang mentari.

Aku duduk disampingnya, mengamati beberapa anak-anak kecil yang berlarian, orang tua yang bercanda sembari mengawasi anak-anak mereka, beberapa pasang kekasih yang tengah bercanda, benar-benar suasana yang wah, luar biasa.

"Susah menemukan pemandangan seperti ini saat di Thailand benar?" Ujarnya memulai pembicaraan.

"Kau benar Phi, aku tak menyangka akan kau ajak di tempat seperti ini..."

"Saat aku tak memiliki mood yang bagus, aku akan kemari untuk mencari udara segar sekalian memahami kehidupan..."

"Memahami kehidupan?" Aku sedikit ragu dengan apa yang ku dengar, apa maksud dari kalimatnya?

"Kita tidak bisa egois untuk membuat kehidupan memahami kita, kita yang harus belajar memahami kehidupan"

"Kehidupan yang bagaimana yang ingin kau pahami Phi Sing?" Aku penasaran dengan apa yang ada dipikirannya, jadi aku bertanya kembali.

"Tentu saja kenapa kita harus hidup?" Jawabannya singkat, tapi mampu mengenai hati bukan?

"Kenapa kau memikirkan hal itu? Jika aku bertanya untuk apa kau hidup, apakah Phi sudah bisa menemukan jawabannya?" Aku bertanya mencari tahu.

"Untuk sekarang? Aku hidup untuk menulis. Tapi, taukah kau Nong Kit? Aku pernah membaca beberapa artikel tentang tujuan kita hidup menurut agama-agama yang ada didunia?"

"Jelaskan Phi, aku ingin mendengarnya...." Ujarku memancingnya, pandangan matanya tampak menerawang jauh ke sana saat aku mengamatinya.

"Pernah aku membaca sebuah artikel jika tujuan hidup seorang yang beragama Buddha adalah tercapainya suatu kebahagiaan, baik kebahagiaan yang masih bersifat keduniawian
yang hanya bisa menjadi tujuan sementara saja maupun kebahagiaan yang sudah bersifat mengatasi keduniaan yang memang merupakan tujuan akhir, dan merupakan sasaran utama dalam belajar Buddha Dhamma. Lalu aku juga pernah membaca untuk yang beragama Hindu, dan itu juga memiliki inti yang sama. Sebuah kebahagiaan..." Jelasnya panjang lebar. *Buat nulis ini, gw baca beberapa artikel, jika ada salah, maaf, gw non Budha dan non Hindu, jadi kurang paham, intinya gitu, menerima saran kok, tapi tidak menerima kritik tanpa saran*

It's Love (SK) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang