Cinta Subuh Pt 3

9K 445 28
                                    

Kalau Mas Islam, lebih baik bersegera ambil wudhu, sempatkan shalat sunnah, dan ambil shaf paling depan!!!

*****
B

agian III
ANGGA

Masih berada dalam komplek yang sama dengan gedung perkuliahan dan taman yang sekarang menyimpan kenangan buruk itu, berdiri Masjid Jami Baitullah yang kalau diterjemahkan kasar akan menjadi "Tempat bersujud jamaah Rumah Tuhan" lumayan keren, kan? Masjid ini punya tingkatan lantai. Lantai pertama berupa aula yang biasa digunakan untuk walimah, bahasa Indonesianya resepsi. Sementara lantai kedua merupakan tempat salat. Ikhwan atau Pria dipersilahkan masuk melalui pintu kanan, urutannya adalah; tempat wudhu, tangga menuju lantai dua, kemudian tempat salat. Sementara untuk akhwat atau wanita bisa masuk melalui pintu di sisi kiri masjid dengan urutan; tempat wudhu, tangga menuju lantai dua, sedikit berkelok ke belakang ( karena shaf atau barisan wanita berada di belakang shaf pria ) dan kemudian sampai pada tepat salat. Aku cukup hafal. Biar begini aku termasuk milenial yang punya intensitas bertemu Tuhan cukup tinggi!

Hanya tinggal beberapa belas langkah untuk sampai di masjid. Dari jarak pandangku, terlihat seorang wanita baru saja melepas sepatunya. Dilihat dari jilbab dan caranya berpakaian, kemungkinan besar ingin segera memenuhi kewajibannya. dia mengenakan khimar berwarna coklat hampir krem dengan baju terusan berwarna putih dan outter coklat tua yang berpadu sempurna. Aku penasaran, dalam hitungan detik semua sel dalam otakku bekerja sama dan berpacu untuk merekam wajahnya, dan Mahabesar Dia yang menciptakan kesempurnaan. Panggil aku matakeranjang, playboy, atau apapun istilah dengan konotasi dan makna negatif bagi pria yang baru putus cinta dan terpana melihat kecantikan lain di bumi Tuhan ini. Tapi berani SUMPAH, semua deskripsi tentang Mira dan kelebihannya, entah karena saat ini aku sedang patah hati dan butuh pelarian -tapi kurasa nggak juga- wanita itu, memang sempurna tiada tara, aku segera memberi deskripsi tentang wajahnya : Tempat Berkumpul Cahaya.

Suara Adzan mulai berkumandang, mengikuti alunan bedug yang bertalu dan memudar. Kupercepat langkah yang kuambil, bukan karena panggilan Tuhan melainkan demi bersegera menemui wanita yang dari kejauhan terlihat menakjubkan itu. Mungkin dia bisa jadi pengganti Mira, kan? Dan aku sampai tepat di hadapannya. Setengah terengah-engah dan lupa merapihkan rambut yang baru saja berantakan karena berlari, aku menyapanya.

"Eh, halo.."

"Ya?" jawabnya dingin.

Mati. Celaka. Ampun. Aku baru sadar ini bakalan malu-maluin parah, seorang pria tidak dikenal, mendekati seorang wanita tanpa tendeng aling-aling, dan mengajak kenalan. Tapi seperti juga keajaiban lain manusia, ketika adrenalin melakukan tugasnya, maka rasa malu dan gugup akan ditekan dan kalah.

"Sorry, gue Angga..boleh kenalan?" hebat memang adrenalin!
Dia terdiam sebentar, "Masnya Islam?" jawabnya dengan pertanyaan yang sangat tidak biasa.

Aku terpancing. Indonesia sekarang nggak seramah dulu. Beberapa orang dari beberapa kelompok bahkan berani berargumen bahwa, 'toleransi di Indonesia' hampir mati. Dan aku salah satu dari mereka yang setuju. Jadi dengan penuh kekesalan dan kekecewaan ( kecewa karena Si Wajah Tempat Berkumpul Cahaya adalah seorang intoleran ) aku menjawab pertanyaan tentang agamaku itu:

"Oh, pemilih sekali, Mbak!" kupasang tampang paling ketus yang bisa kukeluarkan, "Berkenalan dan berteman harus Islam dulu? Kaget saya, kalau dulu Rasulullah Muhammad salallahu alaihi wa alihi wasalam sepemilih mbak dalam berteman, Islam gak akan sampai ke kita sekarang mbak!" Aku berapi-api, merasa berada dalam kebenaran, "kecewa saya, saya pikir orang Islam toleran seperti yang dicontohkan Rasulullah, nggak pemilih dalam berteman, ternyata saya salah! Betul kata banyak orang, ummat Islam sekarang radikal! Lanjutku terbawa emosi.

Mendengarku, mendadak wajah perempuan cantik itu berubah seram.

"Suudzon sekali, Mas. Saya tanya mas Islam atau bukan karena sekarang sudah adzan, kalau mas Islam, lebih baik bersegera ambil wudhu, sempatkan salat sunnah, dan ambil shaf paling depan," jawabnya sekali tarikan nafas, "itu jauh lebih mulia dibanding mengajak berkenalan, apalagi dipenuhi prasangka begitu!"

'MATI,' pikirku. Aku dan mulut besarku!

*****

Cinta SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang