Cinta Subuh Part 9

4.9K 246 3
                                    

Cinta Subuh sudah bisa didapatkan di Gramedia, Gunung Agung, dan toko buku-toko buku kesayangan teman-teman.

Bisa juga didapat secara Online! terimakasih banyak sudah membaca karya saya, semoga keberkahan senantiasa menaungi kehidupan!

ANGGA

Aku berdiri di depan kost-kostan demi menunggu Pak Salim, tukang nasi goreng langganan yang dengan senang hati memberi hutang. Tentu hutang yang diberikan punya aturan pelunasan sendiri, dan tidak diberikan pada setiap orang. "Cuma buat pelanggan setia!" kata Pak Salim tegas waktu teman satu kostanku dalam keadaan kepepet mencoba berhutang pada Pak Salim. Padahal ketika ada uang dia memilih makan di restoran waralaba yang punya harga di atas pengeluaran normal mahasiswa, dasar.

"Trek tek tek trek tek tek tek." Suara khas kayu diketuk dengan tempo teratur terdengar, disambut gemuruh dalam perut mahasiswa lapar. Aku.

Pak Salim berhenti di depan kostan seperti biasa, melihatku dan menyapa dengan senyum ramah,

"Ejiyeeeeee, Sendirian nih, Mas Angga?" senyumnya ramah tapi ternyata pertanyaannya nggak. Pak Salim ini cukup dekat denganku, beberapa kali juga aku dan Mira memilih Nasi Goreng Gila buatannya untuk menemani obrolan malam kami. Makanya dia punya cukup pengetahuan tentang hubunganku dan Mira.

"Putus gue, Pak!"

"Wah, kesempatan atuh saya deketin teh Mira!" lagi-lagi congornya bikin kesal. Bisa-bisanya bercanda begitu padahal sudah terikat pernikahan.

"Udah mau nikah dia."

"Walaah, sama siapa?"

"Yang jelas bukan sama Pak salim, bukan sama gue juga," jawabku malas-malasan.

"Waduh, sedih ini mah kayaknya," dia berakting ikut sedih, "kalo gitu, saya traktir deh hari ini!"

Mendengar kata traktir, penilaianku tentang Pak Salim membaik, ternyata dia cukup pengertian.

Aku perlu menunggu sekitar lima sampai tujuh menit sampai Pak Salim selesai menyiapkan Nasi Goreng Gila buatannya, tanpa perlu kuberitahu Pak Salim sudah paham betul kedoyanan pelanggannya ini: Nasi Goreng Gila Pedas ditambah Daun Bawang. Satu lagi kelebihan Pak Salim adalah ketersediannya menerima saran, dulu nasi goreng buatannya tidak dilengkapi daun bawang, dan tidak menggunakan minyak wijen. Setelah mendapat beberapa masukan dariku, barulah nasi gorengnya diupgrade sampai menjadi super enak seperti sekarang.

"Nih, nasi goreng anti galau ala Pak Salim!" katanya sambil menyerahkan sepiring nasi goreng dengan aroma menggoda itu.

Pak Salim mengambil dua kursi plastik yang digantung bertumpuk satu sama lain dari grobak nasi gorengnya, satu digunakannya sendiri, satunya lagi dipersilahkan untuk kugunakan.

"Emang Kang, cinta mah, nggak bisa ditebak!" kata Pak Salim membuka obrolan dengan sedikit campuran logat sunda.

"Yah, betul Pak," Aku mengamini, "gue aja nggak nyangka bisa jatuh cinta lagi, padahal baru putus sekitar 10 menitan"

"Hah?"

"Iya, gue ketemu pengganti Mira, langsung!" entah kena sihir apa, aku merasa perlu menceritakan tentang Ratih kepada semua orang.

"Tapi teh Mira pan geulis pisan, Kang?" Pak Salim heran "baik, pinter, wah...kok bisa?" lanjutnya sambil ternganga.

"Soalnya gantinya lebih lagi, Pak"

"Cantik?"

Aku mengangguk mengamini.

"Baik?"

"Nggak tahu, tapi alim, salatnya rajin" Aku membanggakan sedikit kelebihan Ratih, padahal besar kemungkinan Aku salah. Kan baru melihat dia di masjid satu kali.

"Ai bukannya teh Mira kitu hungkul?" artinya, bukannya si mira begitu juga?

Aku menyanggah tanpa bermaksud menjatuhkan Mira, "Mira salat kalau lagi pengen dan sempet doang, Pak. Lha dia mah, wanita modern"

"Ah, istri saya juga wanita modern, salatnya rajin!" nah, ternyata dia masih inget istri.

Kemudian aku mulai berpikir, jangan-jangan sebetulnya kelebihan Ratih adalah memang tempat pertemuan kami, yang Tuhan gariskan tepat di rumahNya. tepatnya di teras rumahNya.

"Untung, Pak, istrinya rajin salat"

"Iya atuh Kang, beruntung, istri saya juga beruntung, jadi banyak pahala nikah sama saya!"

"Eh, kenapa?"

"Iya atuh, kan dia mah kudu sabar-sabar, nikah sama lalaki macam saya, hahahaha" Pak Salim tertawa terbahak-bahak, Mungkin mensyukuri nikmat memiliki istri yang baik. Obrolan berlanjut cukup panjang dan semakin tanpa arah, dari soal asmara dan perjuangan Pak Salim mencari mahar, sampai resep nasi goreng yang ternyata turun-temurun diwariskan oleh Neneknya Pak Salim.

"Moal ngobrol wae atuh, dimakan, Kang!" celetuknya melihat nasi goreng yang belum tersentuh sedikitpun.

Ternyata dari tadi belum aku menyuap sedikitpun nasi goreng yang diberikan secara gratis oleh Bapak-bapak baik yang kadang, hanya kadang, menyebalkan ini.

"Makan, Pak Salim!" Aku berbasa-basi, toh dia nggak akan ikut makan dagangannya sendiri.

Dia menangguk, menurutku dia sedang merasa bahagia karena berhasil berbuat kebaikan, memberi makan pemuda putus cinta yang sedang jatuh cinta lagi.

Dan Aku menikmati nasi goreng sambil berdoa dalam hati : 'Tuhan, jangan jadikan takdir pertemuan dengan sia-sia, buatkan untuk kami takdir lain, yang berakhir pada keridhaanmu menjadikan kami sepasang' dan sepertinya, itu doa paling tulus yang pernah kupanjatkan beberapa tahun terakhir.

Cinta SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang